Chereads / Langit Biru Kinara / Chapter 5 - Mimpi-mimpi

Chapter 5 - Mimpi-mimpi

Langit begitu biru, bersih tanpa awan. Ia begitu menyukai biru pada langit yang tak berujung. Pemandangan yang akan selalu ia kenang dan wajah yang akan selalu terukir dalam hatinya. Ia membelai wajah itu dipangkuannya yang terpejam nyaman.

Hari ini keduanya menikmati piknik di taman, mereka mendapatkan spot yang bagus di bawah pohon rindang dan bisa menatap langit biru yang cerah.

"Puas-puasin aja ra... kamu akan selalu menatap wajah ini seumur hidup kamu sampai kamu bosan"

"Aku gak akan berhenti karena bosan mas, itu artinya seperti aku dipaksa berhenti bernafas"

"Jangan berhenti kalau begitu teruslah bersamaku, dan menatapku seperti itu, apapun yang terjadi nanti, janji"

"hmmm... janji gak ya... tapi aku mungkin bisa saja suatu hari mengalihkan pandanganku saat melihat pria lain dengan terpesona"

"hmmm maksud kamu Ara.." suara pria itu menajam dan matanya terbuka gusar

"Pria lain dengan mata hitam, senyum yang menawan.... seperti kamu mas, seseorang yang berlari ke arahku dengan penuh cinta memanggilku bunda dengan teriakan anak-anaknya, kurasa aku bisa bertahan hidup"

"Dasar kamu ini, bikin mas panik, mas kirain siapa, kalau mas berharap seorang bidadari kecil manis yang manjanya lebih dari bundanya nanti, jadi kamu bakal cemburu nanti, lihat saja"

"Ya suatu hari nanti... aku ingin kita dikelilingi banyak anak"

"Kita akan memiliki sebelas anak, Sabar ya sayang, mas berharap mereka bisa tumbuh saat kondisi kita lebih siap untuk menyambut mereka nanti"

"Hmm....Ara gak apa-apa, mereka pasti bahagia memiliki ayah yang kuat dan pemberani, Ara akan cerita betapa hebatnya ayah mereka nanti"

Lalu pria itu bangkit dan mencium keningnya dengan lembut. seluruh kata-kata penghargaan dan pengharapan melebur menjadi satu.

"Biru nanti anak laki-laki kita akan kita namai Biru ya mas"

"Anak perempuan akan kita namai dengan Hara oke"

"Deal" ucap Kinara seraya mengulurkan tangannya

CUPPP

Kecupan mendarat dibibir Kinara dan berakhir dengan pagutan lembut, Kinara bersyukur mereka dalam kondisi duduk, seandainya dia berdiri mungkin saja ia akan lemas seperti jelly.

"Deal" ujar pria itu dengan smirk dan nafas terengah-engah menatap puas wajah merona dan bibir yang memerah karena perbuatannya itu.

Lalu mereka berpelukan, dengan gemerisik angin yang memetik dawai dedaunan sebagai lagu pengiring kedamaian keduanya.

....

Kinara tiba-tiba merasa kosong saat membuka matanya ia telah berpindah. Latar penglihatannya adalah langit-langit putih yg bergerak dengan cahaya putih panjang berjejeran, pria berjas putih dan stetoskop serta seorang wanita yang berlari kecil sambil menangis di dekatnya. Tapi suara mereka terdengar seperti lebah dan begitu jauh.

Aku bermimpi, aku harus bangun....

Kinara kemudian menutup matanya lagi untuk memenuhi kenyataannya.

"Buna... buna... buna... bangun!!!!" panggil anak laki laki dengan kaos kartun hipopotamus bewarna putih menggoyangkan tubuh Kinara tidak sabar

Kinara terduduk dari tidurnya. Ia mengerjapkan matanya menyesuaikan cahaya yang masuk dan kini ia telah berada disebuah taman bermain duduk di kursi taman dengan latar orange matahari senja.

"Buna, ayoo lang bun... ulang, udah tole bun... "

Kinara bingung menatap anak laki-laki dengan tatapan memohon mata bulat hitam dan pipi merah yang menggemaskan. Ia kehilangan kata, hanya bisa terpesona dan menatap anak laki-laki itu.

"Buna... angan bobo lagi bun, angunn bun" anak laki-laki itu mulai menarik tangan Kinara.

Kinara berdiri tersihir mengikuti anak itu, ia menoleh kebelakang mencari seseorang tadi, seorang pria yang memeluknya

"Buna, Bilu mau etklim anila, anti udah makan toto ayam ya bun... "

" Tunggu... kita harus tunggu ay... " ujar Kinara ragu lalu terhenti, lidahnya seakan tersengat listrik saat mengucapkan panggilan itu, kini ia mencari...

Seseorang.... Arkanya...

" Tapa bun??? buna cali cali tapa dali tadi??? "

(Siapa bun??? buna cari-cari siapa dari tadi???)

" Kita tadi berdua saja??? " tanya Kinara masih bingung mencari prianya.

"Hah??? dali tadi kan ada bilu sama buna" anak itu menjawab seolah pertanyaan Kinara adalah bukankah bumi itu datar???

(Hah??? dari tadi kan ada Biru sama Buna)

"ayo bun... bilu lapal.... temua udah tunggu kita"

(Ayo bu... Biru lapar... semua udah tunggu kita)

Kinara tidak sempat lagi menoleh ia hanya terfokus mengikuti tangannya yang ditarik oleh anak laki-laki itu menuju jalan menyilaukan oleh matahari senja.

"Bilu tayaaang buna.... " ujar anak itu menoleh ke belakang ke arah kinara dengan senyum manisnya, masih dengan berlari menuntun Kinara.

(Biru sayang Buna)

Jantung Kinara seperti dipukul oleh suara jernih dan polos itu. Jiwa dan tubuhnya seolah tersedot ke arah sinar terang yang ditunjukkan oleh anak kecil itu.

......

Kinara merasakan kekosongan itu lagi. Ia mencari suara yang terus memanggilnya, meski matanya begitu berat seolah kelopak matanya digantungi sepasang truk container tapi ia terus berusaha.

Langit putih, aroma disinfektan, bulan samar dari jendela putih, tiang kantung infus dan tiang kantung transfusi darah, wajah yang tidak asing sesosok gadis dengan mata sembab hidung merah.

Kinara terhenyak, kilasan mimpi itu, Arka, anak kecil itu

Biru... Biruku... bayiku.... anakku...

Air mata Kinara langsung berguguran. Apa yang terjadi dia bingung. Kilasan sore itu mulai berkumpul seperti kepingan puzzle yang menyatu. Saat ia menghambur kearah Tasya dan menyelamatkan gadis itu. Ia kehilangan waktu sesaat dan diselamatkan pula....dan darah mengalir di kakinya dengan diiringi datangnya rasa sakit di sekujur perutnya.

Ia menangis tapi suaranya seolah dicuri dan disembunyikan di suatu tempat.

"Kinara!!! " suara itu memanggilnya saat melihat Kinara berusaha bersuara

"A... anakku..." akhirnya ia bisa mengeluarkan suaranya dengan bersusah payah.

Gadis itu langsung memencet tombol darurat di dinding di atas tempat tidur Kinara dan berlari menghambur sampai ke dekat pintu dengan kalang kabut.

Kinara makin gelisah, suaranya mungkin tidak cukup jelas dan ia harus tau kondisi anaknya sekarang.

Dokter dan beberapa perawat datang dan melihatnya takjub. Ia masih kesulitan menjawab hanya mengangguk dan menggeleng pelan untuk menjawab pertanyaan dari dokter

"A... anakku..."

"Kalian berdua sudah berjuang dengan luar biasa... keajaiban cinta kalian berdua, membuat kalian berdua baik saat ini, kembalilah beristirahat nyonya, agar anda dan bayi sehat, kami segera akan memindahkan anda ke ruang perawatan biasa setelah ini"

Setelah dokter dan para perawat keluar. Kinara mengumpulkan tenaganya yang mulai menyatu dari kepingannya yang berserakan. Kinara menatap sahabatnya yang segera duduk, ia masih terlihat cemas dan penuh kegembiraan secara bersamaan.

"Kalian berdua membuatku cemas dan aku hampir mati berdiri tau!!! jangan lagi lakukan itu, atau kau akan mengurangi umurku, aku merasa umurku berkurang setahun setiap jamnya saat menunggumu siuman"

"Dia baik-baik saja kan Nai" tanya Kinara sekali lagi sambil berusaha mengelus perutnya yang masih membuncit.

"Kau tidak sadar beberapa jam, bunda sampai pingsan karena terkejut melihat keadaanmu, sekarang ia sedang beristirahat di ruang perawatan, dokter bilang hanya syok saja jangan khawatir"

Mereka tidak berbohong, ia bisa merasakanya. Birunya berdetak dengan baik. Kinara kembali mengelus perutnya pelan.

"Maaf, membuatmu khawatir lagi, aku... aku hanya... "

"Jangan pikirkan lagi, anak perempuan itu dan ibunya tadi juga ikut menunggu, tapi karena sudah malam aku meminta mereka pulang"

"Terima kasih, aku tidak tahu apa lagi mesti... "

"Sssst.... Kau hanya harus sehat untuk menebus rasa bersalahmu itu, lahirkan ponakanku dengan baik, aku hampir saja bernazar kalau kau tidak bangun 10 menit lagi aku akan memcari penghulu agar menikahkanku dengam seorang dokter avalaible saat kamu tersadar, untungnya kamu udah tersadar sebelum itu brrrhhh..untungnya itu tidak perlu " ujar Naima bergidik seolah membayangkan sesuatu yang mengerikan

"Nikah aja sekarang gapapa Nai"

"Gak ada dokter yang kek gitu disini, semuanya tua dan ada yang muda rada cakepan tapi kelakuannya pake bangke, uppss" ujar Naima tersadar saat melihat pelototan Kinara, dan memegangi sisi perutnya seakan menutup pemdengaran perutnya dati kata-kata serapah Naima.

"Ehmmm"

Keduanya menoleh ke sumber suara, sosok dokter yang terlihat mature dan tampan berjalan ke arah mereka. Wajah Naima berubah pias dan gondok sekaligus mendapati kedatangan sosok itu. Kinara belum sempat bertanya karena dokter itu telah berada disisi lain brankarnya.

"Tadi dokter jaga sudah memeriksa, saya hanya mengecek ulang, anda sudah merasa lebih baik nyonya? "

"Ehmmm... saya dan Biru, kami baik"

"Biru??? "

" Ehhh... bayi saya dok... saya menamainya Biru"

Dokter itu tersenyum dengan tatapan yang sedikit terkejut, bingung dan takjub sesaat. Setelah melewati beberapa prosedur pemeriksaan, dokter itu kembali undur diri. Kemudian saat tatapannya yang bertemu dengan tatapan Naima seolah ada listrik dengan voltase tinggi beradu sengit.

"Nai, dokternya cakep, kamu cocok deh sama dokter itu"

"Keliatannya kamu udah baik-baik aja deh, udah bisa ngomong ngaco kaya gitu, Duda cap keong itu darimana cocok-cocoknya" dengus Naima dengam wajah bersungut-sungut

"Nai dia available dan kayaknya pelukable sesuai banget sama kriteria idaman kamu" goda Kinara semakin gencar melihat aura sengit keduanya.

"Basi bahas tuh keong sawah" dengus Naima seraya memutar bola matanya kesal "Ra... kamu namain babynya Biru udah yakin dia cowo??? kan baru empat masuk" tanya Naima mengalihkan topik pembicaraan

"Aku... ketemu dia dimimpi aku Nai... dia yang narik aku terus manggil-manggil aku buna"

"Ahhh... gak sabar.... nunggu Biru lahir, kamu hebat sayang... terus ingetin bunda ya kalo dia nakal, biar aunty jewer bunda" ujar Naima sambil mengelus perut Kinara dengan sayang.

"Sebelumnya aku mimpi kenangan aku sama Mas Arka"

Alarm bahaya Naima langsung berdengung mendengar nama itu disebut seakan bahaya sudah naik ke siaga satu gunung meletus.

"Kami berbicara tentang nama anak kami dulu...Biru dan Hara. Tapi... gambarannya berubah saat aku menutup mata.. dan hhiks... Kamu tau Biru bilang apa, pas aku cari-cari Arka disana, Buna dari tadi kan kita cuma berdua"

Naima semakin mendekat dan memeluk Kinara tanpa menyentuh perut wanita itu. Mengusap kepalanya pelan. Naima tahu segalanya masih sulit bagi Kinara dan ditambah ia sedang hamil. Kondisinya benar-benar mempengaruhi perasaan sensitif Kinara hingga setinggi Jaya Wijaya.

"Kalian gak berdua, ada aku sama bunda" ujar wanita seraya memeluk Kinara

"Ehmm... Biru bilang juga gitu, karena dia bilang semua udah nungguin kami berdua pulang... sorenya indah Nai... aku hampir gak mau pulang kalo bukan Biru yang maksa"

"Syukurlah, Biru kesayangan aunty anak yang baik, sebagai tandai sayang, sekarang Biru mau apa?"

"Apa yaaa??? " ujat Kinara menirukan suara anak kecil" Ehhmm soto ayam sama eskrim vanila aunty, tadi Biru bilang gitu dimimpi, dia pengen cepet-cepet pulang buat makan eskrim sama soto ayam... "

"Daebaaak!!! bravo Biru pun requestnya luar biasa ya malem gini biar aunty berburu soto... jangankan soto mamangnya pun aunty angkut buat Biru kesayangan aunty"

"Terus bunda gimana siapa yang jagain di ruangannya"

"Bunda gak apa-apa, aku juga udah titip ke suster, dia cuma butuh tidur, udah di kasih obat juga jadi aman, ya udah aku langsung cari soto sama beresin berkas transfusi dan sama perawatan kamu sebelum kemaleman"

"Transfusi??? "

" Iya... mana pas golongan darah kamu tadi lagi kosong untung aja laki-laki yang nolong kamu di kafe tadi sama golongan darahnya sama kamu"

"Cowo bertato tadi??? "

"Iya Kinaraku yang cakepnya badai ulala... tenang dia aman kok, dia punya rekam medis yang baru di upgrade minggu kemaren buat tahun ini. Aku udah ngeceknya tadi. Kamu sama Biru aman, darah dia nyelametin kalian berdua"

DRRTTT!!!!

Ponsel Naima mulai berdengking tidak sabar. Kinara mengusir Naima dengan tangannya dan dibalas dengusan oleh gadis itu.

Kinara belum sempat menanyai namanya, karena Naima sedang sibuk. Ia sangat bersyukur untuk itu. Ia berdoa semoga pria itu diberkahi kebaikan.

Setelah mimpinya bertemu Arka tadi, hatinya kembali gundah, apakah pilihannya sudah benar menyembunyikan kehadiran Biru, atau ia harus memberitahukan Arka tentang kehadiran Biru dalam perutnya.Mungkin saja akan ada keajaaiban dalam hubungan mereka??? atau paling tidak ia tidak akan kesulitan menjelaskan siapa ayahnya saat anak mereka mulai belajar mengenal orang tuanya nanti. Ia tidak bisa egois, kepentingan Biru haruslah nomor satu. Bahkan ia rela menginjak bara api den melewati kematian. Kenapa ia tidak bisa menguatkan hatinya untuk membicarakan ini pada Arka, hanya satu pengorbanan kecil. Apa yang tidak bisa dilakukan seorang ibu bukan????

Kegundahannya yang bercabang semakin mengaburkan pikirannya yang belum jernih. Kinara kembali mengantuk, kepalanya masih terasa berat efek dari transfusi darah. Ia tidak akan melawannya dan berharap bertemu Biru lagi disana.

Seorang ibu adalah sejatinya pengorbanan... ibu akan berenang di dalam samudera api jika kebahagiaan anaknya terletak di dasar dan berlari di atas pasang air jika tawa anaknya terhampar di antara buih....