Bulan demi bulan telah berlalu, saat melahirkan kian dekat. Kinara merasakan keajaiban setelah 2 minggu bertapa di rumah sakit. Kini kondisinya jauh lebih membaik. Entah karena donor darah atau istirahat atau mimpi bertemu Biru yang menguatkan tekadnya. Bahkan ia bisa berkeliling taman perumahan setiap setiap sore meski hanya sebentar.
Tentang pergulatan pikirannya, Arka harus tau atau tidak. Ia akan melangkah seperti arus air. Dengan keadaannya belakangan ini dan bayangan respon Nadia serta keluarga Pramodya sudah cukup menjadi alasan menunda untuk memberitahukan keberadaan Biru. Dia sudah menghindari membuka saluran televisi dan internet yang dapat menghubungkannya dengan berita Nadia dan Arka. Kesehatan bayinya adalah yang utama baginya saat ini. Ia harus tetap membuat pikirannya tenang dan positif.
+++++
Hari ini sudah pasti datang, meskipun sudah melakukan persiapan ia tetap saja tidak cukup merasa siap. Ini pengalaman kelahiran pertamanya. Sisi wanita rapuh merongrongnya untuk mengasihani diri sendiri. Ia sudah mengalami pembukaan sejak beberapa hari yang lalu, dan rasa sakitnya terus bertambah. Membayangkan wanita disebelah kamarnya juga melahirlan didampingi suami, hati Kinara tetap saj seperti terasa retak di dalam. Disisi lain memikirkan bayinya yang akan datang sebentar lagi rasanya seperti disirami air sejuk. Ia sadar rasa sakit tidak akan pernah datang sendirian, ia akan menyambut kebahagiaan yang bersembunyi dibelakangnya.
Setelah memasuki pembukaan ke 5 Naima panik dan memaksa membawanya ke rumah sakit. Gadis itu hilir mudik gelisah lebih daripada dirinya. Dan tentu saja bunda dengan setia sejak pembukaan pertama duduk disampingnya, ia merasa tenang dengan pengalaman bunda disisinya yang menenangkan.
"Nai, kamu udah pembukaan berapa sih??? aku yang mau melahirkan kok kamu yang mules" tanya Kinara gemas.
"Apa biru baik-baik aja? "
"Ia, dia lagi stretching setiap 3 menit sejak 15 menit yang lalu kamu harus ngasih kado Biru bola kaki deh kayanya"
"Jangankan bola kaki, aku udah nyiapin bola basket, voli, tenis sama bola bekel buat keponakanku"
"Nai candaan kamu rempeyek deh, garing, ughhhh.... sshhh... kayanya sekarang Biru mulai skot jump deh kepalanya nyundul banget nih...." ringis Kinara tak tertahan lagi
Akhirnya Kinara menjalani fase paling spesial dalam hidupnya. Ia memutuskan untuk melahirkan secara normal. Saat para suster menjemputnya menuju ke ruang bersalin. Rasa sakit dan perjuangan mamanya dulu seperti kilas balik di depan matanya. Meski ia tidak begitu mengingat karena sang mama meninggal sejak ia kecil, ia tahu ia begitu dicintai sehingga bisa terlahir dengan sehat di dunia ini. Bunda selalu disisinya membisikkan semangat dan doa ditelinganya. Sulit sekali mengikuti instruksi dokter, karena rasa sakitnya juga berdengung sampai ke telinga.
Ia merasa nafasnya timbul tenggelam, seakan inti kehidupannya mengapung menjadi jembatan bagi kelahiran bayinya. Ia sedang mengalami pertarungan hidup dan mati, rasanya tetap tidak terbayangkan meski ia sedang mengalaminya. Meski tidak mungkin dapat mengurangi rasa sakit yang seolah membuat tubuhnya terbelah menjadi dua. Tapi bayangan harapan Naima, bunda dan tentu saja mimpi bahagianya akan kehadiran seorang bayi yang akan disambut mereka nanti bisa menyamai kecepatan rasa sakit itu yang menyebar ke seluruh tubuhnya.
"oeeeee...... "
Setelah bertarung entah memakan waktu berapa lama akhirnya Kirana bisa melihat bayinya, mendengar suara tangis bayi laki-laki yang menggelegar menambah haru biru seisi ruangan.
"Nak, Biru kita sudah lahir, selain pemain bola bunda rasa dia juga berbakat jadi penyanyi rock, lengkingannya luar biasa" kekeh wanita paruh baya itu terharu, saat melihat bayi berlumuran darah itu menangis seakan dipaksa keluar dari zona nyamannya yang hangat di dalam perut ibunya.
Saat melihat bayinya lahir dengan sehat, Kinara merasakan semua kesusahan yang ia lewati selama ini seolah seperti debu, kecil dan tidak berarti. Ia akan membesarkan anaknya dengan penuh kasih sayang, tidak akan ada kebencian dan dendam. Alasannya untuk bertahan hidup dan semakin bersyukur kini bertambah
"Akhza Biru Kamayel, namanya... dia adalah langit biru yang sempurna yang menaungi harapan Kinara... "
+++++
Tidak ada tamu yang berkunjung setelah Kinara melahirkan, selain si kecil Tasya dan mamanya yang sudah dianggapnya sahabat, hanya bunda dan Naima yang setia bolak-balik ke rumah sakit. Kinara tidak tahu harus merasa senang atau sedih. Meski kamar ini meriah penuh dengan hiasan balon dan tulisan selamat datang untuk bayinya ada perasaan yang tidak lengkap yang tertinggal disudut hatinya. Kehidupan single parent tetap membuat perasaannya retak dan tidak utuh. Bukan tidak bersyukur, setelah menjalaninya seperti ini. Ada pemikiran atau penyesalan yang hadir dalam pikirannya saat sendirian seperti ini. Apakah keputusannya sudah tepat, ataukah dulu seharusnya dia tidak keras kepala dan menuruti Arka untuk pulang ke rumah. Jika saat ini dia tetap bersama Arka, akankah semuanya berbeda???
Biar bagaimana pun kehidupan sosial dan pendidikan tinggi yang telah dienyamnya, Kinara tetap perempuan konvensional, memberikan keluarga yang utuh bagi anaknya adalah impiannya sejak kecil. Ia begitu memahami bagaimana rasanya hanya memiliki satu orang tua. Perjuangan sang ayah begitu berat membesarkan nya sendiri sampai akhir.
Lalu momen saat didampingi suami ketika melahirkan, ia masih membayangkannya kalau bagaimana situasinya berbeda. Seandainya ia tidak tahu hubungan Arka dan Nadia. Terkadang ketidaktahuan itu adalah suatu anugerah. Paling tidak saat itu ia tidak perlu memikirkan bagaimana harus mencari alasan untuk menjelaskan keberadaan ayah anaknya. Kemungkinan Arka akan mempertahankan hubungan pernikahan mereka karena kehadiran Biru. Kinara adalah seorang ibu, ia mungkin bisa bertahan tidak dicintai suaminya lagi, tapi ia tidak mungkin bertahan dari pertanyaan si kecil suatu hari nanti tentang ayahnya. Mengapa ia berbeda dari anak-anak yang lain yang memiliki keluarga yang utuh. Ia adalah ibu yang egois yang memutuskan jalan seorang anak mendapatkan kasih sayang seorang ayah.
Apakah aku terlalu egois memikirkan perasaanku sendiri tanpa memikirkan dampaknya untuk Biru...???
"Ki... kamu udah makan???" Tanya Naima saat membuka pintu dengam menggendong Biru yang tertidur pulas "Kamu nangis???"
Kinara menggeleng pelan, meski tidak menolong sekalipun.
"Nai, aku egois ya... kalau seandainya..."
"Ki...aku gak mungkin bisa memahami perasaan kamu, karena aku belum jadi ibu seperti kamu, rasanya pasti sulit... tapi kalau kamu saat ini tidak berpisah dengan Arka kalian masih menikah dan Nadia ada disisinya, kamu sudah bisa narik kesimpulankan??? Perempuan gak bisa berbagi, apalagi suami. Ada tapi dalam situasi Nadia ada diantara kamu dan Arka, apa kamu yakin dia bisa adil??? Apalagi kehadiran anak diantara kalian, apa yang akan terjadi, kamu juga bisa membayangkan pilihan itu kan??? pilihan mana yang lebih baik dalam situasi saat ini, bukan hanya Biru, ibunya juga harus bahagia, kita dari keluarga yang tidak utuh Ki, aku tahu... tapi satu orang tua lebih baik daripada tidak sama sekali, kita akan mencari cara dan berusaha keras memenuhi hari-hari Biru dengan kebahagiaan, seperti ayah kamu ngerawat kamu dulu, memiliki orang tua lengkap memang lebih baik, tapi yang lebih penting lagi adalah kasih sayang dan perhatian yang cukup, apakah kamu bisa menjamin itu kalau kamu saat ini bersama Arka. Apakah kestabilan emosi dan pikiran, ketenangan dan kebahagiaan kamu dan Biru bisa dijamin dengan kondisi rumah tangga dan keluarga yang seperti itu...?"
Kinara hanya mengangguk lesu. Kemungkinan yang dibicarakan Naima juga benar adanya. Apakah Biru nya nanti akan diperlakukan sama seperti anak Nadia oleh Arka dan keluarga Pramodya jika mereka tetap bersama? Apakah Arka bisa berlaku adil setelah situasi menyakitkan yang didapati Kinara?
"Sore ini kita pulang, kamu udah baik kan? tadi aku nanya sama dokter, Biru kita sehat dan udah aman juga, aku gak sabar ngebawa Biru ke kamar barunya" ujar Naima antusias membayangkan dekorasi kamar yang sudah dua buat sambil mengayun Biru di tangannya.
"Aku mau jalan sebentar, keliling ke taman Nai, kakiku udah kaku banget kaya setahun gak bangun dari tempat tidur"
"Biru biar aku yang jagain"
"Aku kasih Biru ASI dulu, kamu mandi sana, gendong biru tapi belum mandi" ejek Kinara meski penampilan Naima sangat baik-baik saja.
Naima setengah tidak rela melepaskan Biru dari buaiannya. Ia setengah berlari pergi ke kamar mandi, membuat Kinara menggeleng kepala, Naima sudah menjadi ibu kedua Biru yang sangat posesif.
Setelah memberikan ASI, Kinara menggendong biru yang kenyang berjalan sebentar di luar kamar. Biru tetap tertidur nyenyak meski ia terus menciumi gemas puteranya.
Menyaksikan Biru yang sempurna dan sehat dalam buaiannya tetap membuatnya takjub hampir tak percaya dan terus bersyukur, betapa keajaiban datang dengan ramah dan pemurah padanya, kebahagiaan selalu datang bersama kesakitan dan ia bersyukur telah merasakan kesakitan karena yang datang setelah itu adalah Biru-nya kebahagiaan.
Naima keluar 10 menit kemudian terburu-buru merebut Biru dan mengusirnya dengan kejam. Ia hanya ingin berjalan sebentar, jadi ia keluar dengan pakaian longgar seadanya dan rambut yang digelung tanpa make up. Ia berjalan santai dengan sandal jepit dan berencana membeli jus serta vitamin untuk memperlancar asi di apotek dekat loby bagian ibu dan anak. Meski nampak sisa kelelahan dan tubuhnya yang lebih berisi yang lebih banyak terlihat adanya aura kebahagiaan seorang ibu yang terpancar cerah.
DEGGG!!!
Jantung Kinara serasa mencelos melihat ruang tunggu lebih tepatnya siapa yang duduk di ruang tunggu saat itu yang tidak terlalu ramai. lebih menyakitkan lagi saat ia beradu tatapan dengan sosok yang sangat ingin ia temui sekaligus hindari saat ini.
Lagu dari layar datar di dinding menanyakan lagu balada yang menambah muram suasana diantara keduanya.
Jauh di lubuk hatiku masih terukir namamu...
jauh di dasar jiwaku engkau masih kelasihku...
Waktu seakan terhenti diantara hanya Arka dan Kinara. Betapa Kinara tidak bisa membohongi dirinya sendiri betapa ia merindu, sampai pahitnya kerinduan sama dengan rasa manis kebencian yang tumbuh di hatinya untuk pria itu.
Andai saja waktu terulang kembali
tapi itu tak mungkin terjadi...
.....
kau masih kekasihku... jauh di lubuk hatiku....
Pria itu bangkit dari duduknya, berjalan ke arah Kinara yang terpaku mematung.
"Ara... "
" Ya Tuhan betapa aku merindukan suaranya, seberapapun menyakitkan luka yang pernah ia sayat dalam hubungan kami..."
Ara menyadari kenyataan itu di dalam hatinya dan ia mengalihkan pandangannya, ia hampir kalah jika sedetik lagi menatap mata pria itu,warisan mata milik Biru.
"Apa yang kau lakukan disini??? kau baik-baik saja? " tanya Arka dengan suara bergetar memandang perubahan tubuh Kinara yang lebih berisi dan begitu berbeda.... bercahaya...
Pria itu seperti menarik kencang tali pengendalian dirinya sehingga membuat seluruh otot wajahnya mengencang dan tubuhnya kaku.
" Apa yang kulakukan disini, dan bagaimana keadaanku itu bukan urusanmu" ujar Kinara berkata terbalik dengan hatinya
Sungguh jauh dalam hatinya ia masih begitu berharap Arka peduli dan mencari tahu kabarnya.
"Ara... cobalah untuk sedikit lebih dewasa... kita tidak harus... seperti ini...Mas harap hubungan kita"
"Aku tidak punya kewajiban apapun untuk memenuhi keinginan kamu dan lebih baik lagi jangan mengada-ada tentang hubungan, tidak akan pernah lagi dalam bentuk apapun.. "
Kau lupakan semua kenangan lalu, lalu kau campakkan begitu saja....
Naasnya lagu balada berganti mengiringi kemuraman hati Kinara, ia masih tidak memahami alasan perceraiannya. Cintakah yang begitu membutakan Arka, sehingga membuatnya sanggup melukai Kinara
Tak ingatkah kau dulu pernah berjanji bahagiakan diriku selamanya....
Tak berarti cinta kita yang lalu hingga kau bersama dirinya...
tega....
Kinara merasa sakit dam terkoyak setiap memuntahkan jawaban dingin dam sengit. Masa lalu mereka yang lukanya masih berdarah di hati Kinara tidak seharusnya Arka menganggapnya bisa diperbaiki semudah itu. Pria iti entah tidak peka atau tidak peduli.
Aku tahu bukan saatnya tuk mengharap cintamu lagi
Bagaimanapun pria itu jelas tetap terlihat sama seperti Arka tapi disisi lain disaat yang sama juga sangat berbeda.
"Bagaimana ini...apa yang harus ku perbuat agar tak goyah"
"Hal ini bukan hanya menyakiti kamu, saja Ra... paling tidak... " ujar pria itu dengan suara lirih dan pandangan yang menyakitkan seakan menyembunyikan sesuatu. Tatapan mata yang selalu membuat Kinara luluh.
Aku tau dirimu kini ada yang memiliki....
Tapi bagaimanakah dengan hatiku...
hidup begini...
tanpa cintamu...
Kinara hampir saja mempermalukan dirinya dan menghambur ke arah pria itu, kalau saja sosok wanita dengan kereta dorong bayi tidak muncul. Nadia menyentuh bahu suaminya. Nadia selalu membuat Kinara begitu terintimidasi sejak dulu. Wanita itu selalu bersinar sejak pertama kali Kinara mengenalnya di kampus. Bukan secara personal tapi cukup tau karena Nadia sudah terkenal sejak dulu. Kecantikan, kecerdasan, kekayaan dan tentu saja cinta yang tak bertepuk sebelah tangan, Arkaan Najendra Pramodya. Wanita itu semakin cantik bahkan kini setelah memiliki anak. Bagian mana yang sebenarnya tak Kinara pahami mengapa Arka bisa mantap berpaling darinya.
"Arka, ayo giliran kita masuk untuk memeriksa calon adik El... " tekan Nadia di akhir kalimatnya, lalu menatap Kinara seolah duri mengganggu.
Tega....
Bagaimana Arka masih tetap memperdayainya seperti ini. Tatapan dan kata-katanya masih berpengaruh hebat pada setiap sel-sel tubuh Kinara. Pengaruh pria itu telah mendarah daging dalam hati dan tubuhnya. Bahkan belum genap setahun usia anaknya kini Arka telah menanti buah cinta keduanya.
"See Kinara... betapa bodohnya kau bermain dengan delusi Arka... "
Dewi batin Kinara mengejeknya telak. Tidakkah ini membuktikan betapa Arka mencintai Nadia. Tak akan pernah sebanyak pada dirinya. Arka mewujudkan semua yang diimpikan Kinara pada Nadia.
Kinara seperti mendapat petunjuk atas keragu-raguannya. Ia semakin mantap dengan pilihannya saat ini. Arka tidak perlu tahu keberadaan Biru. Arka tidak akan cukup memiliki tempat untuk Biru saat ia sedang membangun keluarga bahagia dengan anak-anaknya. Mereka berdua hanya akan menjadi duri untuk keluarga sempurnanya kelak. Kinara tidak akan pernah membuat Biru merasa tidak diinginkan, Biru segalanya untuk Kinara, cukup dan dia tidak akan berpikir serakah lagi.
DRRTTTT!!!!
Ponsel Kinara tepat berbunyi menyelamatkannya dari situasi menyedihkan ini.
"Ya Nai... sebentar aku mau cari jus, kalau kamu udah jenguk temen kamu kabarin, aku ada kerjaan sore ini... "
.....
"Iya give me 5 minutes... "
Kinara memiliki kekuatan untuk merangkai kebohongan meski serasa jantungnya hampir jatuh ke lutut. Jika Arka mencurigai keberadaannya disini, maka semua akan semakin kacau.
Kinara pergi tanpa mengucapkan apapun seolah dua orang yang memandangnya dengan pandangan yang berbeda itu seperti debu, kecil dan tak terlihat. Menjaga sekeping harga diri terakhirnya yang pecah memalukan agar tidak nampak.
++++
Seberapapun menyakitkan situasi yang pernah dilalui, betapa cinta membuat kepahitan rindu terasa semanis kebencian (Kinara)