Chereads / Langit Biru Kinara / Chapter 9 - Dua Biru

Chapter 9 - Dua Biru

note: maafkeun😂🙏 kata-kata Biru yang ambigu nanti ya,  Biru disini belum lancar mengucapkan vokal R dan S dan beberapa ucapan ng dan ny yang kurang jelas.

+++++

"Buna... ayo bun... ayooo...."

Biru sudah melompat-lompat  mencari perhatian buna-nya yang sibuk melayani di meja kasir.

"Iya Bi,  tunggu ya kak Nana lagi pergi sebentar, maafin buna ya nak lima menit lagi,  promise"

Biru duduk gelisah,  hari ini ia akan bersepeda di taman. Ia sudah bangun pagi-pagi sekali dan memakai jacket,  pengaman siku, lutut dan helm motif karakter captain Amerika favoritnya. Tapi karena  ada karyawan yang berhalangan hadir,  mereka menundanya hingga sore hari.

Ia sudah mencoba sepeda biru itu di rumah tapi tetap tidak merasa puas. Ia sudah mendengar dari Tema, ada taman yang banyak sekali anak-anak bermain sepeda dan tidak jauh dari cafe bunanya.

"Lets go bi... "

Akhirnya setelah 5 menit yang panjang Kinara bisa keluar dari kafenya.  Biru sudah dalam mode lepas landas.  Kinara mengikuti puteranya dari belakang, sambil tersenyum melihat betapa mudah menggembirakan Biru. Anak itu mengayuh sepedanya pelan sambil bersenandung.

" Buna...!!!"  panggil Biru kegirangan melambaikan tangan sambil melihat bunanya

"Bi,  perhatikan jalan sayang..."

Mereka harus menyebrang lampu merah dan melewati satu gedung apartemen sebelum sampai di taman yang baru dibuat oleh pemerintah. Biru sudah paham melihat lampu merah hijau sudah berubah menjadi kuning dan dia berhenti di tepian jalan,  Kinara buru-buru menyusul karena jalan cukup ramai pagi jumat ini.

Brukkk!!!

Segalanya terjadi begitu cepat seperti dejavu.  Tiba-tiba saja Biru dan sepedanya terdorong ke depan karena tersenggol kaki besar seseorang yang berjalan cepat di depannya , Biru yang masih baru menguasai sepeda terjerembab kedepan bersama sepeda kecilnya sementara lampu masih bewarna kuning,  Kinara berlari berteriak histeris melihat mobil minibus melaju dari arah depannya. Ia baru saja akan melompat saat seorang pria dari arah seberang jalan berlari dan menyambar Biru hingga jatuh terguling menabrak trotoar.

Kinara gemetar terduduk lemas,  truk itu terhenti sopir turun memaki menuju pria itu orang-orang pu  datang berkerumun.

"Biru!!!! " panggil Kinara berusaha mendekati anaknya yang dipeluk oleh pria itu.

Keduanya yamg terduduk dipinggir trotoar berpelukan serempak menoleh kearah Kinara.

" Are you okey Bi??? maafin buna... maafin buna... "

"Bu lain kali jaga anaknya yang benar,  kalau tidak becus jangan punya anak!!!! "

" Maaf pak... maaf... "

"Ka... "

"Ibu ini sudah minta maaf, anak ini juga tidak salah dia terdorong ke depan karena tersenggol oleh pejalan kaki"

Pengemudi itu akhirnya mengalah melihat mata tajam pria itu yang memeluk Biru ketakutan dan tak lama kerumunan itu pun bubar melihat kondisi keduanya yang tidak buruk.

"Anda tidak apa-apa??? " tanya Kinara berusaha sopan pada penyelamat anaknya

"Iya..." ujar pria itu datar menatap Kinara acuh dan kembali memerhatikan anak yang ada dipelukkannya,  seperti dejavu ia mengingat kejadian ini "Boy, are you ok???"  tanya pria itu antusias dibalas anggukan ragu-ragu Biru "lets... we see..." ujar pria itu menegakkan tubuh Biru.  Mengangkat kedua tangannya dan memutar badan Biru kecil memeriksa dengan cermat dari ujung kepala sampai ujung kaki.

Setelah memastikan anak itu baik-baik saja,  pria itu menyerahkan Biru kepada Kinara yang sudah terduduk disebelahnya.

"Terimakasih.... sudah menolong kami... " ujar Kinara dengan sura bergetar sambil memeluk Biru erat

"Itu bukan masalah hanya kebetulan saja saya yang melihat,  kalau itu orang lain yang lebih dulu pasti mereka melakukan hal yang sama"  ujar pria itu menatap lurus datar ke arah jalan yang lengang

Kinara menggeleng tidak sependapat tidak semua orang bisa mempertaruhkan hidupnya hanya demi orang yang tak dikenal tapi dia diam saja

"Maaf,  dulu saya belum sempat mengucapkan terima kasih karena telah menyelamatkan kami,  jadi ini untuk yang kedua kalinya. Saya sangat bersyukur untuk kebaikan anda"

"Dulu??? "

"Dulu, saat seorang wanita hamil hampir tertabrak mobil, pendarahan dan akhirnya membutuhkan donor darah,  mungkin anda tidak mengingat saya,  tapi saya masih mengingat anda" ujar Kinara lembut sambil mengenang kisah masa lalunya.

Pria itu menoleh menatap wajah lembut keibuan wanita itu dan anak laki-laki yang berada dalam pelukannya.  Pasti pria yang memiliki mereka berdua adalah pria yang paling beruntung di dunia. Lalu pria itu berdiri membersihkan tubuhnya, dari bercak tanah.  Ia tidak ingin terlarut dalam pikiran rumit yang terlalu jauh.  Sudah lama ia tidak memiliki wacana seperti itu dalam kepalanya.

"Permisi..." panggil Kinara

"Ya... "

"Bisakah kita ke rumah sakit"

"Apakah dia terluka??? " tanya pria itu bingung dan sedikit khawatir

Kinara menggeleng lemah dan ragu menjawab pria dingin itu.

"Anda sepertinya tidak baik-baik saja, wajah anda pucat"

"Abaikan saja itu buk... "

"Saya akan merasa bersalah kalau tidak memastikan hal ini"  ujar Kinara tertunduk kikuk dan khawatir

Pria itu mendadak jengah,  ia menyugar rambutnya kebelakang terpejam mengerutkan dahi. Nampak lukisan tatonya menyembul di lengan.  Ia tidak suka berada di situasi ini, wanita dan pemikiran rumitnya pasti akan menyebabkan masalah.

"Baiklah... " putusnya mantap

Biru merasa ganjil menatap wanita itu dan tatapan khawatirnya membuatnya tidak nyaman. Ia tidak ingin melihat wajah itu khawatir,  juga bocah disebelahnya yang menatap polos dalam sandaran bahu ibunya.

+++++

Sudah 30 menit Kinara menunggu menemani pria itu untuk memeriksakan dirinya. Entah kenapa Kinara bersikukuh tinggal meski pria itu mengatakan bisa menunggu antrian sendirian. Kinara tidak bisa mengabaikannya saat pria itu bahkan tidak cukup peduli pada tubuhnya sendiri dibandingkan orang lain.

"Bu,  ini resep yang harus ditebus untuk bapak Biru,  untuk terkilirnya selalu dikompres,  luka lebamnya harus dioleskan salep dan  jangan lupa vitamin juga untuk kelelahan harus rutin karena tensi darahnya cukup rendah"

"Benarkah separah itu??? " tanya Kinara bingung mendapati kondisi pria itu tidak cukup baik. 

Ia duduk di kursi hadapan suster pendamping sambil menimang Biru yang tertidur dalam buaiannya sambil mendengarkan instruksi dan hal-hal yang harus dilakukan.

"Tidak perlu dibesar-besarkan" potong pria itu sambil memasang kaosnya berdiri turun dari brankar pemeriksaan.

Kinara merona sempat menatap garis otot yang terbentuk di tubuh pria itu sekilas, jangan lupa tato yang membuatnya semakin garang.

"Saya akan menebus obatnya di apotek" ujar Kinara beranjak berdiri

"Tidak perlu" potong pria itu bersiap pergi tanpa memedulikan resepnya

"Bisakah saya titip Biru sebentar? ada vitamin untuk Biru juga yang harus saya tebus" ujar Kinara berdalih,  pria itu keras kepala dan mengabaikan dirinya sendiri.

"Nama ayah dan anak yang serasi sekali" ujar dokter tua itu tersenyum ramah

Pria itu dan Kinara hanya tersenyum tipis,  tidak akan ada gunanya menjelaskan apapun pada orang asing. Kebanyakan orang hanya akan mempercayai apa yang mereka yakini tanpa melihat fakta yang ada.

Pria itu menyambut bocah kecil yang nyenyak itu dengan alami masuk dalam gendongannya, tidak canggung sedikit pun.  Sejujurnya Birupun terkejut,  ia tidak pernah senatural ini berinteraksi pada orang terdekatnya sekalipun, apalagi terhadap orang yang baru ditemui untuk kedua kalinya dalam situasi yang unik. Namun, untuk mengabaikan mereka berdua dalam satu paket ini entah kenapa  menjadi sesuatu yang rumit sekarang.

Sudah 10 menit tapi wanita itu belum kunjung kembali. Apakah wanita itu tidak khawatir meninggalkan anaknya pada orang asing. Biru bisa saja menculik bocah menggemaskan ini.  Ia menatapi wajah polos yang entah bermimpi apa terus tersenyum sedari tadi. Biru senang sekali merasakan sensasi rasa hangat yang menjalar dari pelukannya. Perasaan tegangnya mengendur dan pikirannya menjadi rileks.

"Buna... kake lagi buna... " igau anak itu terkikik geli dalam mimpinya

(Buna...  cake lagi buna...)

Lalu Biru terbangun mengerjap mengusap matanya. Dia bingung mendapati dirinya tertidur dalam pangkuan pria asing sambil mengingat-ingat wajah orang ini . Ia menatap wajah pria yang menegang tiba-tiba dihadapannya.

Biru dewasa menegang menghadapi kembaran kecilnya menatap polos berkaca-kaca. Bisa repot kalau bocah ini berteriak menangis karena tidak melihat induknya saat terbangun.

"Owoom.. hoaamm... buna mana??? " tanya anak itu tenang

Biru menarik nafas dalam lega,  setidaknya respon anak itu diluar ekspetasi anak kecil yang biasanya.

"Dia membeli vitamin sebentar,  kamu tidak menangis???"  tanya Biru bingung

"Bilu nih ndah gede owom malu kalo nangit kaya Yaya... nanti buna tedih kalo Bilu nangit telus"

(Biru nih udah gede owom malu kalo nangis kaya Yaya... nanti buna sedih kalo Biru nangis terus)

"Ohh.. udah gede namanya siapa? "

" Bilu owom, nama owom tapa? "

(Biru om, nama om siapa?)

" Biru... "

" Nah,  owom napa nikut-nikut nama Bilu hihihi... "

(Nah,  owom kenapa ngikut-ngikut nama Biru hihihi...)

"Saya yang duluan lahir gimana caranya niru nama kamu"  kilah Biru tersenyum geli menanggapi kata-kata Biru kecil

"Mabi... mabi tuka kake ndak?? " tanya Biru beralih topik seperti anak kecil lainnya yang mudah teralihkan

(Mabi... Mabi suka cake nggak??)

" Mabi??? "

"Bilu tutah nebutna... owomabilu,  bilu panggil aja kaya unty tama unkel bilu ada buna, nena, tema, tedi dan ini mabi... " ujar Biru antusias membuat panggilan aneh untuk orang seraya menunjuk dada Biru

(Biru susah nyebutnya... owomabilu,  Biru panggil aja kaya aunty sama uncle Biru ada buna, nena, tema, tedi dan ini mabi...)

"Kalau ayah biru???"  tanya Biru iseng  ingin mengetahui seperti apa ayah dari bocah lucu yang bahkan tidak terlihat sama sekali sejak tadi.

"Ayah itu apa Mabi??? " tanya Biru bingung

Biru tersentak merasa bersalah. Ada yang tercubit dalam hatinya. Pantas saja tidak ada sebutan nyeleneh ayah diantara nama yang disebut anak itu.  Tatapan polosnya Biru ingin melindungi hal itu dari luka.  Tapi Biru tidak berhak ikut campur dalam hal apapun yang terjadi dalan kehidupan mereka.

"Cake boleh saya minta??? " tanya Biru mengalihkan topik

"Nanti Bilu minta tama buna bikin kake enakk baneeet loh Mabi"

(Nanti Biru minta sama buna bikin cake enakk bangeeet loh Mabi)

Lalu, Biru kecil mengambil alih topik bercerita panjang lebar, Biru tersenyum perhatian sesekali menanggapi ocehan renyah bocah itu. 

Ini adalah situasi baru yang tak terduga,  dia tak pernah menyangka berinteraksi dengan anak kecil bisa senyaman ini, apalagi Biru kecil yang mulai bersandar di dadanya sambil memuntir kaosnya dengan lantunan cerita yang separuh hanya anak itu dan Tuhan yang tahu saat ini apa yang dikatakannya.

Tapi, justru ia tetap antusias menyimak.  Perhatian orang yang menoleh melihat interaksi mereka sama sekali tidak membuatnya terganggu.

"Ehmm... " dehem Kinara memotong obrolan mereka.

"Bunaa....!!!" panggil Biru antusias tapi tak beranjak dari pangkuan nyamannya.

"Biru udah bangun sayang,  wah jadi anak baik ya, gak nangis buna tinggal sebentar... "

"Iya dong bun... Bilu ndak nangit lagi... "

(Iya dong bun... Biru nggak nangis lagi...)

"Ini obatnya, tolong diminum sesuai aturan"  ujar Kinara lembut "Ayo bi kita pulang"

"Buna... tepeda Bilu mana na... "

(Buna... sepeda Biru mana na...)

" Ada tadi dititip sama pak satpam,  ayo kita pulang"

"Mau pulang sama Mabi... " rengek Biru memeluk erat pria itu

" Bi... gak boleh gitu omnya lagi sakit"

"Gak apa-apa,  taksinya nanti bisa muter anter kalian dulu"

"Tap... " ujar Kinara terpotong karena pria itu menggeleng tegas

Baru kali ini Birunya bertingkah manja seperti itu terhadap pria.  Dia bahkan tidak terlalu peduli melihat  pria yang selama ini berusaha mendekati Kinara.  Justru pada pria asing yang bahkan enggan menatap Kinara anaknya malah menempel erat.

"Maaf belum sempat memperkenalkan diri secara benar,  Perkenalkan, Kinara, bunanya Biru"

"Saya Biru Sagara"

"Aneh, padahal sudah dari tadi bersama tapi baru sekarang saling mengenalkan nama"

"Ya,  bahkan menitipkan anak pada orang yang baru dikenal bahkan baru tahu namanya itu lebih aneh, jangan seceroboh itu" ujar pria dengan suara datar dan nasehat panjang lebar sambil menghalau taksi untuk berhenti.  Bahkan untuk pertemuan kedua mereka yang sangat unik. 

"Ehhh... maaf... " ujar Kinara kikuk dan merasa konyol bahkan ia tadi tidak berpikir sampai kesana meninggalkan Biru untuk waktu yang lama "Karena aku pikir kamu orang baik"

"Bunanya Biru, walaupun seperti kamu tetap harus berhati-hati" pesan pria itu seraya membuka pintu taksi dan menggiring Kinara masuk terlebih dahulu.

+++++

"Biar saya saja... " tolak Biru saat ia ingin mengambil anaknya yang kembali tertidur di pangkuan pria itu " Bapak tunggu sebentar... "

Lalu pria itu keluar sambil melindungi kepala bocah itu dari tepian atap mobil.

Mereka tiba di rumah sederhana berlantai satu halamannya tidak terlalu luas namun asri.  Lingkungan perumahan lama yang kebanyakan dihuni pensiunan,  rumah Nena yang kini ditempati Kinara.

"Ki... kamu sama Biru ga papa!!! " sambut Naima khawatir membukakan pintu

" Iya gapapa Nai... "

"Biru man... ???"  tanya Naima terpotong saat melihat pria berkaos hitam dengan tangan penuh rajahan lukisan menggendong keponakannya "Sepertinya kamu tidak asing.... ahhh empat tahun lalu...Biru... Dua" ujar Naima sambil menghubungkan ingatannya "Oh ya... saya Naima,  roomatenya Kinara,  aunty nomor satunya Biru"

"Kenapa Biru dua?"

"Biru nomor satu pasti ponakanku dong,  kamu pasti ikut-ikutan"

"Ohh ini asal muasal pemikiran nyeleneh anak ini" gumam Biru terdengar jelas kedua wanita itu

Kinara tertawa lepas,  akhirnya ada yang setuju bahwa Naima adalah sumber ide nyeleneh dari pemikiran anaknya

"Ki... kok kamu ketawa"

"Nai,  kamu itu ketua konspirasi dari pemikiran nyeleneh Biru,  akhirnya ada yang pemikirannya sama, sama aku,  soalnya dokter Redi udah terkontaminasi sama kegilaan kamu"

"Udah ahh udah kalah nyerah aku,  siniin ponakan aku..." ujar Naima sambil membuka tangan untuk meraih Biru

"Biar saya saja,  tunjukkan dimana kamarnya" tolak Biru mengeratkan gendongannya

"Cihh.. bossy... " dumel Naima menghentakkan kakinya lalu membukakan pintu lebar sambil menuntun jalan Biru ke kamar si Biru kecil yang ditandai dengan gantungan Tayo bewarna Biru.

Kinara hanya menggelengkan kepala kemudian cepat-cepat ke pantry sibuk menyiapkan sesuatu.

"Saya sudah meletakkannya di kasur,  dia sangat nyenyak,  kalau begitu saya pulang"

"Tunggu sebentar,  ini bawalah sup untuk memulihkan tenaga dan mengurangi pegal" ujar Kinara seraya menyerahkan termos silver setengah memaksa kedalam pelukan Biru

"Tidak perlu repot dan tidak perlu harus berutang budi, ini... "

"Sama sekali tidak merepotkan,  cicipilah supnya nanti sebelum minum obat, kaldunya akan membuat nafsu makan membaik dan juga meningkatkan hemoglobin nanti"

"Terima kasih kalau begitu, taksinya sedang menunggu di luar"

"Selamat malam" ujar Biru bergegas berbalik pergi menuju taksi

"Ya, selamat malam" balas Kinara seraya berjalan dibelakang Biru mengiringi kepulangan pria itu hingga ia masuk kedalam taksinya.

+++++