Chereads / Langit Biru Kinara / Chapter 11 - Terikat

Chapter 11 - Terikat

Biru hanya ingin mengembalikan wadah soup ketika sampai di rumah itu.  Hanya itu lalu pulang.  Namun,  ketika melihat sepasang mata yang berbinar-binar murni seperti kelereng membuat hati dan pikirannya tidak searah lagi.  Ia sudah pernah menemui anak kecil lain, ia menjadi canggung dan cenderung dijauhi anak-anak karena penampilannya dan cara  bicaranya. Tapi perasaan terikatnya yang dirasakan pada anak ini adalah satu-satunya yang tidak pernah ia rasakan pada anak-anak lain. Ia sudah pasti tidak memiliki kelainan menyimpang,  hanya sejenis kasih sayang yang unik entah karena  keterikatan tak sengaja mereka dimasa lalu karena kecelakaan itu, melihat anak ini tumbuh tanpa seorang ayah atau melihat ibu dari anak ini yang tidak mampu ia deskripsikan dengan kata-kata.  Keduanya adalah paket paling cerah dan menakutkan untuk digapai.

Disinilah ia berada sekarang bersedia mengajak bermain Biru kecil  setelah mengantar pergi ibunya. Kinara nampak semanis permen kapas, wanita itu penyayang dan lembut,  setelah 5 tahun tidak pernah melihatnya tidak ada yang berubah selain sisi dewasa yang semakin matang. Mungkin wanita itu sudah memiliki kekasih dan memikirkan hal tersebut membuat tulang punggungnya menegang nyeri, memikirkannya seperti ia menarik nafas yang terbuat dari pasir. Rasanya sesak dan kasar. Ia tidak mungkin bisa mendekati wanita itu sudah pasti karena tidak pantas melihat masa lalunya yang bobrok dan wanita itu jelas bisa mendapatkan sosok ayah untuk Biru yang lebih sempurna darinya.

"Mabi? "

" Aye captain?? "

" Mabi mau beli esklim??? " tanya Biru sambil mengedip-ngedipkan matanya penuh harap

" Ehmmm??? " Biru menaikkan alisnya sesaat menghadapi taktik lucu anak ini

" Mabi ndak haus? Bilu tih tedikit haus"

(Mabi tidak haus? Biru sih sedikit haus)

"Saya juga haus,  mau menemani saya membeli minuman?"

"Dititu bi... dititu...!!!" jerit kegirangan Biru menempelkan wajahnya pada kaca jendela mobil

(Disitu bi... disitu...!!!)

"Oke sunny,  pertahankan antusiasmu dan tidak boleh lebih dari dua cup oke??? "

Biru kecil tidak mendengarkan lagi perkataan pria disampingnya,  ia hanya menunjuk antusias kedai eskrim yang sepertinya nampak ramai.  Biru segera membelokkan mobilnya menuju parkiran, okey dia kalah dengan taktik bocah kecil menggemaskan ini.

"Mabi kenapa ikan tidak pakai baju??"

Nah...akhirnya datang juga jiwa penasaran  Biru kecil. Naima sudah memperingatkan sebelum mereka pergi tadi.  Biru akan punya banyak pertanyaan unik yang akan membuat orang-orang dewasa disekitarnya harus berpikir cepat.

"Karena dia harus berenang setiap saat... bajunya akan sering basah... itu agak merepotkan... " ujar Biru sedikit abstrak dan berusaha meyakinkan suaranya sendiri melihat  Biru kecil mengangguk angguk kecil sambil memikirkan sesuatu " Kita sudah sampai Sunny" alihnya cepat sebelum pria kecil. ini mengajukan pertanyaan tambahan dari ikan tanpa baju.

Biru meraih bocah kecil itu kedalam pelukannya dan menggendongnya masuk ke kedai es krim yang pasti familiar bagi Biru kecil. Ia sudah hapal letak setiap rasa dari eskrim,  dan menceritakannya dengan antusias sambil memeluk dan berbisik di telinga Biru.

Saat Biru menurunkan bocah kecil itu,  kecepatan antusiasme bocah itu membuatnya yakin bahwa anak itu bisa mengelilingi stand eskrim selama satu jam tanpa kelelahan dan itu artinya tanda bahaya bagi perut kecilnya.

Biru membiarkan Sunny berkeliling sembari memikirkan rasa dua cup eskrim sesuai janjinya,  entah mengapa nama panggilan itu langsung tercetus begitu saja saat melihat sepasang mata dan senyum. semenyilaukan matahari anak itu. 5 tahun yang lalu Biru masih bisa merasakannya,  tendangan atau tinju Sunny panggilannya untuk  Biru, saat ia masih dalam perut ibunya,  itu terasa seperti magis,  kejutan listrik ia tidak bisa mendeskripsikan dengan baik,  sesuatu itu mengentak sampai relung jiwanya,  meski ia sadar dulu Kinara pasti telah dimiliki seorang.  Sejak saat itu ia tak ingin memikirkannya lagi,  tapi segalanya seperti takdir yang yang telah terjalin,  disinilah ia melihat bocah itu telah bertumbuh.

"Mabi...!!!! " teriaknya gembira sambil melambaikan tangan  menunjuk kaca-kaca yang menampilkan berbagai jenis sajian eskrim.

Banyak anak-anak berkeliaran di kedai ini yang sudah pasti sangat ramah dengan anak-anak.  Keluarga kecil banyak berkumpul dan Ia menyadari bahwa Biru telah asik mengobrol dengan bocah lain sepantarannya,  seperti membahas sesuatu yang sangat penting tentang perdamaian dunia di depan pelayan toko?? .

***

"Apa kamu pernah makan eskrim ini?  tanya bocah dengan setelan jas kemeja dan celana katun itu serius bertanya tentang rasa eskrim yang menarik

"Aaah... pelnah,  enak tapi itu jadi yang peltama dan telakhil kata buna kalena badan  Bilu jadi melah-melah dan tetak napas,  Bilu ndak boleh makan esklim kacang lagi" ujar Biru menatap eskrim kacang dengan mata berbinar-binar namun redup seketika.

(Aaah.... pernah,  enak tapi itu jadi yang pertama dan terakhir kata buna, karwna badan Biru jadi merah-merah dan sesak nafas,  Bilu nggak boleh makan eskrim kacang lagi)

"Hihihi... kamu sama kaya daddy aku,  nggak bisa makan kacang,  makanya mommy nggak pernah bikin kuki kacang di rumah,  padahal enak"

Biru mengangguk-angguk menatap bocah yang lebih tua setahun itu berbinar-binar,  ia mengagumi cara bicara yang dewasa dan teratur dari anak itu.

"El,  apakah kamu sudah memutuskan???  mommy sudah menunggu" ujar pria dengan setelan rapi datang dari belakang tak sabar namun sepertinya tak digubris karena anak itu fokus memandangi stand eskrimnya

Saat Biru menoleh ke belakang tepat saat menatap sepasang mata tajam yang menatapnya sedikit tersentak.  Pria itu menyadari ini bukan pertama kalinya tapi,  menatap bocah itu membuat sudut hatinya tercubit.

"Waahh... adik kecil mirip sekali ya sama daddynya,  ditunggu daddynya sayang,  apa rasa eskrimnya mau dicampur saja?? "

" Daddy... choco please... " rajuk anak kecil langsung merangsek dalam pelukan pria iru

"Ehmm.. ini.. anak... saya... El... " panggil pria itu dengan suara tertahan

" Ooh.. ohh..  maaf pak saya mohon maaf atas kekeliruan  ehmmm mata saya"

" Sunny,  tidakkah kamu mau memilih camilan juga? " panggil Biru dari belakang meraih bocah itu dalam pelukannya

Ia merasa tidak nyaman saat pria dengan setelan jas bewarna navy itu mendekat ke arah Biru kecil,  seakan sesuatu yang mengganjal dan tidak ia inginkan,  ia bergegas meraih bocah itu dalam gendongannya.

"Daddy,  dia tidak bisa makan kacang seperti daddy lohh" ujar anak dengan mata cokelat terang separuh bule itu menatap antusias pada ayahnya dan tidak menyadari kecanggungan suasana yang melingkupinya

"Mabi, tobely aja bi aja vanilla,  ya bi... "

(Mabi,  stroberry aja bi vanilla juga ya bi..."

Kedua pria itu hanya saling mengangguk tersenyum kaku.

" Siapa sunny? " tanya Biru  sambil menyerahkan eskrim vanilla melihat bocah itu seperti tidak asing saat menatap pria di hadapannya

"oooh Owom di wastapel mi enak, pelnah bantu Bilu tuti tangan" ujar anak itu bersandar nyaman di pundak Biru sambil memberi kecupan di pipi pria itu meninggalkan jejak eskrim.

(Oooh om di wastafel mi enak,  pernah bantu Biru cuci tangan)

"Hanya dua cup saja oke,  ciuman hanya akan menambah camilan" dengus Biru berusaha memajang wajah tegas menarik garis tegas agar tidak terlena dengan rayuan sepasang mata penuh binar itu.

"Putera anda alergi kacang??? " tanya pria itu penasaran" Oh perkenalkan saya Arka dan ini putera sulung saya El"

"Saya Biru dan matahari kecil ini Biru" ujar Biru tidak banyak menjabarkan tentang hubungan dirinya dengan si kecil

"Biru... unik sekali, nama yang indah untuk anak yang sangat manis dan pintar" puji pria itu tulus dan bergetar mengucapkan nama Biru sekaligus menatap Biru kecil yang mengemut es cream vanilanya

Pria berjas itu merasa takjub dan tidak nyaman melihat kedekatan ayah dan anak itu seolah itu begitu alami mengumbar kasih sayang di depan umum.  Apalagi pria itu nampak bukan seperti seorang ayah impian,  tubuhnya penuh lukisan rajahan namun anak itu tampak nyaman dalam pelukannya.

"Dia anak yang mudah disayangi dan sangat antusias"

"Wajah anda tidak asing,  apakah kita pernah bertemu sebelumnya??? "

" Entahlah,  saya jarang pulang ke Indonesia ini adalah kepulangan terakhir saya semenjak 5 tahun yang lalu"

"Mabi.... " ujar Biru gemetar tak sengaja menjatuhkan lelehan ice cream ke pakaian pria itu

" Its okey baby, don't worry kita akan membersihkannya ke toilet"

"Mabi... buna jemput ya bi... " ujar bocah itu beralih topik secara kilat

" Nanti sunny,  kita akan bermain di taman sembari menunggu buna pulang okey? "

" Taman??? "

"Layangan, lempar bola,  heed and seek,  atau kita membuat istana pasir???"

"temua bi... temuaa.... yeayyy!!! "

(semua bi semua... yeaayy!!! =

" Daddy... El juga mau main di taman??? " tanya bocah itu takut setengah berharap

"Come on boy... mommy dan adikmu sudah menunggu, lain kali oke" ujar  pria itu mendapat tatapan kecewa dari anak berwajah blasteran bule itu setelah mendapatkan es krimnya

"Ini kartu nama saya, kalau begitu kami pergi, kami ada acara... " ujar pria itu seraya menyerahkan kartu bewarna hitam dengan list emas

Biru kecil mengulurkan tangannya dan disambut agak bingung oleh pria berjas Navy itu dan mengerti ketika Biru kecil mencium tangannya meski belepotan es krim lalu Biru menurunkan Sunny dan membuat ia bersalaman dengan El dalam gandengan pria itu.

" Bye bye nabang... bye bye owom!!! " ujar Biru dengan vokal cadelnya seraya melambaikan tangan dengan riang kepada ayah dan anak yang berjalan keluar.

(bye bye abang... bye bye om!!!)

Biru tergelak mendengar cara sunny berbicara,  suaranya seperti lonceng-lonceng kegembiran.

****

"Hoaaaam... Mabi, mau pantai.... " ujar Biru dengan mata setengah terbuka

"Soon sunny,  you're look so tired... "

" Pinky promite... "  ujar Biru kecil mengulurkan kelingkingnya mesti dengan mata yang berat

(pingky promise...)

" Pingky promise.... "

Seharian bersama Biru kecil hanya terasa seperti sejam yang singkat.  Biru sangat antusias  saat di taman,  semua permainan ia cobai, seakan semua energi positif tersimpan dalam kedua kaki anak ini. 

Biru tidak kehilangan kesabaran saat menanggapi celotehan dan antusias si kecil saat bersamaan.  Ia bahkan terkejut pada dirinya sendiri,  ia menjadi antusias dengan anak-anak dan tentu saja kekhawatirannya kalau si kecil akan merasa bosan dengan pria kaku sepertinya telah menghilang. Biru seperti anak kecil lainnya,  campuran manja,   keras kepala,  lucu, pintar, dan benar-benar mudah disayangi.

"dia kelelahan.. " ujar Biru menyerahkan bocah yang sudah mengantuk yang bersandar pada pundak dalam gendongannya.

"Itu artinya mesti full charger semalaman ini bocah"  ujar Naima menyambut Biru dalam gendongannya penuh tatapan sayang

"Buna... "

"Buna bentar lagi pulang kita mandi dulu yuk?? "

"Kinara belum pulang?? "

"Belum,  aku khawatir dia biasanya ngabarin kalo mau pulang telat"

Drrrt!!!

"Ini Kinara... " ujar Biru bingung membaca kontak ponselnya yang bergetar "Halo...iya saya Biru Sagara... "

Dahi Biru langsung berkerut,  raut wajahnya menegang mendengar ucapan dari seberang teleponnya

"Saya akan segera datang!!!"

"Kinara...???" tanya Naima terputus dan sadar jika Biru kecil akan mendengar sesuatu yang tidak bagus,  ia segera mengangguk memahami raut wajah cemas pria itu "Please aku titip Ara..."

"Titip Biru, saya akan menjemputnya... " ujar pria itu seraya mencium kepala pria kecil yang mengantuk berat di gendongan Naima "Nice dream Sunny"

****