Kalau kebahagiaanku ternyata bukan kebahagiaanmu
Aku bisa apa...
Kalau cintaku tidak cukup melarungkan kenangan masa lalumu
Aku bisa apa...
+++++
"Huekk....uhueek...."
Kinara sudah muntah dari 10 menit yang lalu tanpa ada yang dikeluarkan dari perutnya. Serasa ada badai besar yang memporak-porandakan isi perutnya
Hatinya menjadi melankolis saat membayangkan bagaimana nyamannya saat seorang memegangi rambutnya dan membelai tengkuknya saat ia merasa ingin memuntahkan seluruh dunia dari dalam perutnya seperti ini.
Ia kira bisa menjadi wanita sekuat di novel yang pernah dibacanya. Hidup tegar saat hamil sendirian dan bisa merawat anaknya hingga tumbuh dewasa meski tanpa seorang ayah.
Ia bahkan baru melewati empat bulan pertamanya dan rasanya ia melewati rintangannya dengan pincang terseok-seok. Ia tidak mungkin memenuhi semua ngidamnya yang datang diwaktu yang tidak pas.
Pernah suatu malam ia ingin memakan mangga, Arka berlari dengan membawa kunci mobilnya menjelajahi kota di tengah malam mencari pedagang yang masih menjual buah. Ia sangat bahagia, ia hanya menginginkan mangga yang dibelikan suaminya ditengah malam. Ia hampir saja menggigit mangga yang dikupas dengan hati-hati oleh suaminya itu. Tapi tiba-tiba kenyataan menggigitnya dari mimpi. Ia terbangun di tengah malam di atas tempat tidurnya sendirian.
Mimpinya sederhana, keinginan ngidamnya sederhana. Tapi sekarang harganya sangat mahal. Arka tidak akan pernah datang untuk memenuhi keinginannya. Dan mungkin tidak akan pernah tahu tentang keberadaan bayi mereka selamanya.
Apalagi sekarang, setelah siang tadi Naima mengantar amplop cokekat yang memutus takdirnya dengan Arka. Kinara gemetar memegang surat putusan ini di atas pangkuannya, seperti mimpi. Buku nikahnya seperti baru ia dapatkan kemarin dan kenyataannya yang tinggal bersamanya sekarang adalah surat yang menyatakan bahwa ia seorang janda sekarang.
Ia tidak pernah sekalipun menghadiri sidang. Begitupun Arka, Naima selaku kuasa hukum dan sahabatnya melarangnya dengan keras.
Ia sadar tidak akan pernah menjadi mudah hamil tanpa seorang suami. Kenyataannya memang begitu tetapi rasanya masih terlalu sakit meski ia sudah menerima dan berlapang dada.
Kehamilannya menjadi cukup sulit karena ia terus mengalami pendarahan. Morning sick saat pagi dan moodnya yang berubah-ubah. Selain ke dokter kandungan Naima juga membawanya ke psikolog. Naima menunda semua pekerjaan di luar negeri dan luar kota. Sekarang Kinara tinggal dan menetap sementara di rumah bunda. Ia merasa begitu tak berdaya dan merasa bersalah karena membebani mereka berdua.
"Nak sudah minum susunya? " tanya bunda langsung menghampiri Kinara yang duduk termenung di atas tempat tidurnya
" Udah bun, bunda dari mana, Tadi Ara bangun kata bi Asih bunda udah pergi dari pagi-pagi"
"Bunda sama Naima udah mulai perencanaan tentang ruko bunda"
"Maaf, Ara gak bisa banyak bantu bunda"
"Hmmm.. kalo bukan dari ide kamu mana ada bunda kepikiran kan? kamu adalah sumber inspirasinya, kamu punya tugas yang besar setelah ruko selesai di rehab dan kamu melahirkan cucu yang sehat untuk bunda, tunggu tanggal mainnya ya nak, sekarang masih giliran bunda sama Naima kamu gak boleh ambil jatah bunda"
"Kinara pengen jalan keluar cari udara seger tapi tadi keluar flek lagi, jadi... "
"Bunda udah siapin kursi roda, tadi udah bunda tanyain sama dokter Rani, kalo pake kursi roda pasti aman, kami bisa keluar sebentar pas pagi atau sore"
Kinara kehabisan kata-kata, ia memeluk wanita paruh baya itu begitu erat. Tuhan memang adil, ia telah kehilangan sosok ibu sejak balita dan ia mendapatkan sosok ibu saat membutuhkan sosok orang tua untuk bersandar kala ia rapuh. Ia sangat bersyukur untuk itu.
"Selalu sehat cucu oma, ingetin bunda kalo lagi nangis atau malas makan, ada kamu yang jagain bunda oke... lapor sama oma biar oma jewer bunda sampe kapok ya... " ujar wanita paruh baya itu mengelus perut Kinara dengan sayang.
+++++
"Hai baby keponakan aunty, baby mau makan apa??? " ujar Naima bermonolog di depan perut Kinara
"Ooh cuma keponakan aja nih yang disapa ??? Aunty baby pengen uncle untuk melepas kejombloan aunty" kikik Kinara meledek sahabatnya itu.
"Ergggh.... ternyata anak sama emak sama aja... " ujar Naima sambil memutar bola matanya dengan kesal.
Sedikit banyak Kinara merasa bersalah karena telah menambah rasa trauma Naima tentang pernikahan. Setelah melihat pernikahan orang tuanya yang berantakan, gadis itu harus dipaksa melihat pernikahan sahabatnya yang dulu jadi panutan pernikahan bahagia kini menjadi pecah berkeping-keping. Ia semakin gelisah melihat wanita itu terlalu nyaman dengan kesendiriannya.
"Maaf..."
"Untuk.... "
" Semuanya... sudah merepotkanmu, sudah menambah rasa takutmu tentang pernikahan"
"No... no... no... honey, kau bukan bebanku, kau saudariku terlebih lagi aku melakukan ini bukan untukmu, aku jatuh cinta pada calon keponakanku, aku ingin keponakan, jadi kau harus menjaga keponakanku oke...
"Dasar... "
" Pernikahan itu bukan salahmu... rasa takutku juga bukan salah siapa-siapa... aku akan menikah oke, aku janji kalau itu bisa membuatmu tenang" ujar Naima seraya menggenggam erat tangan Kinara "Tapi tidak sekarang, kau tau bukan, aku masih sangat mencintai hidupku yang sekarang, aku bahagia"
Kinara pasrah, Naima berusaha memahami posisinya dan iapun juga harus memahami posisi sahabatnya itu. Tidak semudah itu menemukan seseorang yang hatinya tidak mudah berpaling dengan masa lalu, atau yang lebih cantik, atau yang lebih nyaman. Pria yang tak mudah goyah dengan pilihannya??? Dan kenyataannya Arka pun bukan pria yang bisa ia goyahkan dari masa lalunya. Pria itu tetap kuat dan yakin akan cintanya.
"Ayo kita nonton tv sekarang, aku ingin bersantai marathon film disini"
"Kamu gak pulang ke rumah aja?? ini kan mumpung weekend, kapan lagi kamu punya waktu? "
"Aku nginep aja deh di kantor kalo...!"
"His dasar... aunty sensitif kaya bokong bayi aja, mudah iritasian hatinya"
"Di rumah lagi drama lagi si Sarah itu, dia kira aku ngerebut gebetannya, ampun mending bener, duda kamfreet playboy cap belang gitu aja kok diributin, aku serasa anak tiri sama mama"
"uluh... uluh... cup cup cupp... sini aunty" ujar Kinara seraya menarik Naima dalam pelukannya "Ngomong-ngomong si duren manis gak??" goda Kinara yang disambut pelototan Naima yang pipinya bersemu merah.
"Jangan kebanyakan makan duren, bikin panas lhoo... " goda Kinara masih mengelus kepala Naima
" Da ahh mau cari yang adem adem keluar, yuk" elak Naima gusar
"Tapi... "
"Kata bunda kamu pengen jalan, yuk kita makan diluar cari cemilan buat marathon film, kan udah ada kursi roda, yang deket sini aja jd enak bisa jalan kaki juga"
Kinara menambahkan sweater putih hangatnya. Wajahnya polos tanpa make up. Dari dulu ia memang tidak begitu tertarik pada make up. Semenjak hamil lebih parah lagi, selain menjauhi make up, ia benci dengan parfum, sekedar mandi saja ia bisa sangat malas.

Mereka berhenti di kafe favorit Naima. sore yang menyenangkan setelah beberapa waktu tidak keluar. Agak risih sebenarnya selama dalam perjalanan banyak orang melihat mereka. Seorang wanita yang terlihat sehat walaafiat tapi duduk di atas kursi roda.
"Aunty... Aunty... " panggil seorang gadis kecil memegang balon pink menarik baju Kinara
" Ya sayang???"
"Aunty kok duduknya disitu? , Tasya boleh coba??? " tanya anak kecil dengan wajah penasaran.
"Sini... " ujar Kinara menarik bahu gadis kecil itu
Kinara meletakkan tangan gadis kecil itu di atas perutnya yang buncit meski masih berukuran kecil dan terlihat samar karena sweaternya yang longgar. Lalu tangannya membimbing untuk mengusap perutnya melingkar.
"Ada adik bayi di dalam, dia sangat kecil dan kurang sehat"
"Ohhh adik bayi kaya lagi demam ya, Tasya kalau demam juga disuruh mami diem di kamar, adik bayi cepet sembuh ya biar maminya bisa jalan jalan kaya Tasya"
"Iya, kak Tasya cantik... mami kak Tasya dimana? "
" Mami lagi teleponan... udah ya kak Tasya mau cari mami dulu, dadah dedek bayi.... " ujar anak itu berlari meninggalkan Kinara.
Kinara menyesap tehnya sambil menunggu Naima kembali. Kinara tercekat melihat berita infotaiment, saat melihat video dan foto-foto pasangan bahagia yang baru keluar rumah sakit dengan menggendong bungkusan selimut bayi berwarna biru. Wajah keduanya tidak terlalu terlihat karena dihalangi bodyguard. Puluhan kamera mengerubuti mereka yang baru keluar dari rumah sakit. Suara tajam host mengisi latar rekaman video itu.
"Model ternama Nadia Anjani Atmaja diketahui baru saja melahirkan putra pertamanya dengan salah satu pengusaha ternama Indonesia.
Pernikahan yang tidak diketahui dimana dilaksanakan tersebut diperkirakan terjadi setelah kepulangan diam-diam Model kenamaan favorit rancangan dunia itu ke tanah air awal tahun kemarin.
Salah satu narasumber mengatakan sang pengusaha adalah cinta pertama dari Nadia yang diisukan telah berpacaran dengan aktor hollywood kenamaan 2 tahun yang lalu. Namun, karena cinta lama kembali lagi, akhirnya keduanya sepakat membangun komitmen serius bersama. Sang pengusaha dikatakan sebagai kekasih sejati Nadia sejak SMA, karena meskipun mereka telah putus dan berganti pasangan beberapa kali mereka tetap memiliki cemistry dan ikatan yang kuat.
Hubungan mereka kian harmonis meski ditimpa isu Nadia adalah orang ketiga. Sampai saat ini berita tersebut belum dapat dikonfirmasi kebenarannya karena Nadia maupun suaminya kompak tutup mulut dan hanya menjawab pertanyaan tentang kelahiran bayi laki-laki pertama mereka yang diberi nama Gabriel Alexander Pramodya"
....
Kinara langsung menundukkan wajahnya. suara host itu seperti nyamuk baginya. Ia sedikit merasa lega setelah melihat wajah serius pria itu di televisi. Perutnya menjadi lebih tenang. Menyakitkan memang menyadari bahwa bayinya bisa juga merasakan perasaan bahagia meski hanya melihat wajah ayahnya dari jauh. Melihat kebahagiaan sang ayah dihadiahi putra pertama kebanggaan Pramodya. Prianya sudah menemukan rumah untuk pulang.
"Kinara...." ujar Naima yang juga terkejut menghampiri dan memeluk Kinara
Untung saja suasana di kafe tidak terlalu ramai. Jadi suasana yang tiba-tiba berubah menyedihkan tidak menjadi konsumsi publik.
"Melihat dia bahagia, meskipun perpisahan ini menyakitkan tapi bukan hal yang salah juga" ujar wanita itu dengan suara yang tenang dan datar
Meski tak bisa melihat raut wajah sahabatnya, Naima bisa merasakan betapa terluka dan hancurnya hati Kinara.
"Jangan.... " ujar Naima terputus bingung nemilih kata-kata untuk menguatkan Kinara atau mengutuk Arka
Meskipun mendapati hati sahabatnya terluka, ia tetap harus menghargai perasaan kuat yang dimiliki Kinara untuk mantan suaminya. Kinara dengan perasaan tulusnya, Arka bukan pria yang pantas untuk memilikinya. Kinara pantas mendapatkan yang lebih baik. Dia berharap Arka mengemis kesempatan kedua tapi ia lebih berharap Kinara bisa menemukan kebahagiaan tanpa Arka. Rasanya juga sama menyakitkan melihat Kinara, seperti melihat ibunya dulu. Ia hanya mampu memberikan pelukan dan dukungannya untuk Kinara.
Kinara menatap sekilas gambar di layar datar itu sekali lagi. Wajah pria itu dan menyimpannya dalam hati.
Kalau kebahagiaanku ternyata bukan kebahagiaanmu
Aku bisa apa...
Kalau cintaku tidak cukup melarungkan kenangan masa lalumu
Aku bisa apa...
Yang tersisa kini hanya doaku,
kau akan selalu berbahagia dengannya untuk selamanya
DRRTT!!!
Naima langsung duduk tegak melepas pelukan Kinara. Kinara memahami bagaimana sibuknya Naima dan betapa gadis itu rela mengorbankan waktu demi menyenangkannya.
"Pergi saja, angkat dulu aku sudah tidak apa-apa, aku masih ingin minum tehnya lagi"
"Sebentar oke, aku akan memesan taksi online sebaiknya kita pulang saja, udara dingin semakin dingin, tidak baik untuk keponakanku"
Kinara mengangguk seraya menyeruput tehnya. Ia merasa risih beberapa saat, dan tanpa sadar menoleh kebalik punggungnya. Saat itu ia mendapati sepasang mata tajam menatapnya meski hanya sekilas dan itu sungguh mengganggunya, apalagi penampilan pria itu, penuh tatto , bukan tipe pria yang baik-baik.

Dewi batinnya tersenyum sinis. Bukankah penampilan Arka mencerminkan pria idaman yang 'baik-baik' dan lihat Kinara berakhir dengan tidak baik-baik saja sekarang.
Perhatiannya teralihkan melihat gadis kecil yang menangis di luar kafe dengan balonnya yang terbang menjauh ke tengah jalan raya. Seketika Kinara panik, ia tidak sadar turun dari kursi rodanya. sambil memegangi perut buncitnya. Ia bergegas pergi keluar
"Tasya!!!! " pekik Kinara setengah berlari menghambur menarik gadis kecil itu ke tepi trotoar. Keadaan kini berbalik ia sekarang yang berada di jalan dengan motor melaju kencang kearahnya.
Kinara menahan nafas dan memejamkan matanya. Ia memeluk perutnya kencang, karena tiba-mendadak kakinya berubah menjadi batu. Tubuhnya yang kaku tiba-tiba serasa tersedot ke arah belakang menabrak sesuatu yang keras dan berdentam. Ia merasakan sebuah telapak tangan yang besar merentang di atas perutnya dan tangan kekar yang lain melingkar di sekeliling bahu bawanya.
"Hei kau sadar betapa membahayakannya ini!!! kau tidak apa-apa?!?! "
Ia masih gemetar dan hanya bisa diam saat tubuhnya dibalik, ia bisa mencium aroma kuat tembakau, citrus dan aroma rempah bercampur pada tubuh itu. Saat ia membuka mata, dihadapannya ada sepasang mata hitam tajam yang menatapnya lurus.
" Are you oke?? "
Kinara cepat - cepat meraba perutnya dan perasaan tenang dan terlindungi itu lenyap ketika tangan besar pria itu terangkat dari atas perutnya. Tidak ada yang salah dengan perutnya, ia terlalu ceroboh berlari, padahal di rumah berjalan saja ia selalu mengalami flek.
"Bayiku...!!" ujar Kinara saat mulai. merasa panik
"Da... darah" ujar pria itu terbata-bata saat melihat jejak darah merembes di rok Kinara dan mulai menjejaki betisnya"
"Ara.....!!!! " teriak Naima tergopoh-gopoh lari mendekatinya
"Nai...."
"Kamu kok ceroboh sih Ra!!! baby gimana???"
" Tasya... anak kecil itu gimana? " tanya Kinara dengan suara begetar
"Ara!!!!" teriak suara kesal bercampur panik yang sangat dikenali Kinara
"Dia baik-baik aja" sambung suara pria itu terdengar tegang sambil melirik kebalik bahunya menatap gadis kecil yang terisak dipelukan sang ibu.
"Ra...!!!" panggil Naima panik saat melihat wajah Kinara yang mulai membias.
"Aku gak nyesel Nai, sekalipun engh... waktu diulang lagi, aku akan tetap melakukan hal yang sama" ujar Kinara terbata-bata meringis menahan rasa sakit yang mulai menjalar di perutnya
Begitupun saat aku memutuskan untuk jatuh cinta dan hidup bersama Arka...
Kata-kata itu tak sempat terucap Ia merasa cukup lega setelah menyadari hal tersebut. Seketika pandangannya mulai menggelap, tekanannya terlalu kuat ia merasa tak berdaya dan hilang...
+++++