Devid menatap wajah polos Salsa saat ia hanya diam tanpa sepatah katapun Di depannya. Padahal, sih, biasanya dia bawel banget. Sepertinya kali ini dia lebih memilih diam tanpa seuntai kata keluar dari mulutnya.
"Tumben, kamu diam?" tanya Devid menatap Salsa bingung, ia agak menundukkan badannya, mencoba melihat wajah Salsa, yang tidak hentinya pandangannya tertuju ke bawah.
Salsa merasa sangat terganggu dengan pandangan David yang menggoda ke arahnya, Ia mendorong pelan tubuh wajah David menjauh dari hadapannya.
"Jangan menatapku seperti itu," decak kesal Salsa memalingkan wajahnya berlawanan arah.
"Kenapa?"
"Aku tidak suka?"
"Memangnya setiap aku menatapmu, aku harus minta ijin padamu?" tanya David, beranjak berdiri. "Lihatlah wajah kamu?"
Salsa menggerakkan bola matanya sinis, Menajamkan pandangan matanya.
"Wajah kamu adalah milikku," David mengusap setiap lekuk wajah Salsa dengan jemarinya. "Dan bibir kamu, dalah milikku." Jemari tangan David berhenti di bibir Salsa. Mengusap setiap lekuk bibirnya dengan jari telunjuknya, memutar ke bawah.
"Ingatlah, tubuh kamu sudah jadi milikku. Karena kamu dalah suamiku." bisik David. Menarik salah satu sudut bibirnya tipis.
Salsa menelan salivanya dalam-dalam, merasakan hembusan napas berat David yang mengalir seakan ada aliran listrik yang menjalar di tubuhnya.
"Apa mau kamu?" tanya Salsa gugup.
"Cium tangan!" ucap David sembari menyodorkan punggung tangannya.
"Apaan sih, aneh!" Gumam Salsa melemparkan pandangannya ke arah berlawanan. Seraya ia tak perdulikan tangan David di depannya.
"Kamu berani bantah suamimu." ucap David, beranjak berdiri dengan perasaan kesalnya.
"Cepat cium tanganku atau aku akan .." icapan David terhenti. Ia merasa bingung mau berbuwat apa pada Salsa, saat ia berani menolak.
" Akan apa? Emangnya aku takut dengan ancamanmu" ucap Salsa dengan santainya. Tanpa rasa bersalah sedikitpun. Ia menyudutkan David dengan tubuhnya.
" Baiklah kalau gak mau, aku akan pergi dari sini, menemui ibumu dan mencabut pelunasan yang aku berikan" David mengedipkan matanya, Ancaman itu berhasil membuat Salsa menatapnya. Namun bukan tatapan yang ia harapkan. Kini tatapanya semakin tajam, seakan ia memang menantang David.
"Mana tanganmu?" tanya Salsa dengan nada kesalnya.
Devid menyodorkan tangannya ke arah salsa, tepat mengenai bibirnya. Salsa terpaksa mencium lembut tangan David, begaimanapun juga Devid adalah suaminya.
"Nah gitu, setiap suamimu mau pergi kamu harus cium tangannya, sekarang aku mau pergi sebentar kalian jaga Vila" kata David, melangkahkan kakinya pergi, segera menuju ke mobilnya.
"Itu orang aneh kali ya, kesambet apaan, sih. Kenapa jadi berubah gitu sifatnya?" Gumam Salsa menatap punggung David yang sudah pergi menjauh darinya.
"Sa, jadi gak kita jalan-jalannya. Aku mau keliling sekitar sini aja" ucap Lia, menarik tangan Salsa agar segera keluar dari Vila.
Melihat mobil David sudah melaju jauh, dari vila miliknya. Membuat senyum mereka keluar dari bibir mereka. Lia memberikan sebuah kode dengan kedipan akta ke arah Salsa.
"Sudah siap?"
"Siap!!" jawab antusias Salsa.
"Baiklah kita jalan-jalan.." ucapnya dengan senyum gembira. Ia tidak penah sebebas ini lagi nantinya, jadi ia memutuskan untuk keluar melihat pemandangan sekitar pantai. Sekilas ia menatap di balik hutan itu ada air terjun yang jatuh langsung ke pantai.
Salsa menarik tangan Lia untuk pergi ke sebuah hutan kecil, ia iangin melihat air terjun yang terjun langsung ke laut itu, sepertinya bagus dan membuatnya semakin penasaran. "Kita kemana Sa?" tanya Lia nampak bingung, sepertinya mereka sudah pergi terlalu jauh dari Vila, ia takut jika tidak bisa pulang.
Belum sampai di tempat tujuan, cuaca sudah tak mendukung lagi. Seakan gemuruh air laut tiba-tiba menunggu dan melempar keras ke tebing. Langit nampak mulai menghitam. Awan mulai membentuk sebuah tumpukan awan hitam. Bergerombil menjadi satu.
"Salsa, ayo cepat balik, sepertinya akan turun hujan lebat." ucap Lia yang berjalan di belakangnya. Ia tak sadar jika Salsa sudah tak ada di depannya.
"Salsa, kamu dimana?" Lia menatap sekelilinya, Salsa tak ada di sana.
"Kamana ia pergi" Gumamnya
Lia kini nampak bingung, pergi mencari Salsa atau balik ke Vila meminta bantuan Alan atau kak David, sepertinya dia sudah ada di Vila, gak jadi pergi keluar.
Lia melangkahkan kakinya ke depan, namun masih ragu, lalu mundur kembali. Ia seakan berat untuk melangkah mencari Salsa. "Sepertinya aku harus mencari bantuan" gumam Lia, membalikkan badanya berlari berbalik Arah dari Salsa, menuju ke Vila.
"Kak Devid! Alan!" Teriak Lia berlari menuju ke Vilanya.
Alan berlari keluar menuju ke arah Lia. "Ada apa, di mana Salsa" tanya Alan, ia terlihat sangat khawatir dengan Salsa. Apalagi cuaca hari ini sepertinya akan terjadi ombak. Dan kalau gak bergegas pergi entah apa yang akan terjadi. Kak Devid juga tidak ada di Vila, semoga dia cepat kembali.
"Aku harus cari Salsa!" ucap beranjak pergi.
"Alan kamu mau kamana?" Lia berlari mengejar Alan.
"Di luar lagi badai, aku takut terjadi apa-apa denganmu. Lagian bukannya ada kak David" gumam Lia, memeluk Alam, yang terlihat sangat khawatir dengan dirinya.
Alan melepaskan pelukan Lia.
"Kamu kan tahu kak Devid sendang pergi, jadi sebagai lelaki aku harus tanggung jawab di sini. Apalagi dia kakak iparku." ucap Alan dengan nada meninggi. Tetesan hujan tepat berjatuhan mengenai tubuh mereka.
" Sudahlah dia nanti juga pulang sendiri kalau hujan sudah reda" Lia mencoba menarik tangan Alan untuk kembali.
Alan menyentuh pipi lia lembut, mencoba berbicara dari hati ke hati dengannya. Karena ia tak mungkin bisa marah dengannya. Bahkan mengucap kata kasar saja tak bisa,
" Lia dengar ya dia tu gak mungkin bisa pulang kalau cuacanya seperti ini. Udah kamu tunggu di dalam aku akan mencarinya dulu. Sudah jangan terlalu khawatirkan aku" ucap Alan dengan nada sangat lembut kali ini, agar ia tak terlalu khawatir dengan keadaanya.
"Tapi aku khawatir denganmu Al, tolong ngertiin perasaanku juga" ucap Lia, meneteskan air matanya di bawah teyesanย hujan yang juga membasahi tubuhnya.
"Sudah kamu masuklah, aku harus segera pergi" Alan melepaskan tangan Lia dan berlari menuju ke hutan untuk mencari Salsa. Di hutan yang sangat lebat gini tak mungkin dia sanggup bertahan saat di hutan nantinya. Apalagi akan ada badai sebentar lagi. Gemuruh ombak bahkan sudah sangat ganasnya.
Dan David juga masih belum pulang juga ke rumah, entah kemana dia pergi sebenarnya.ย Rasa khawatir dan cemburu campur aduk jadi satu. membuatnya tak bisa berhenti terus memikirkan Alan.
Gimana nanti kalau Alan tidak kembali, gimana jika, aku takut, takut dia kenapa-napa. Lagian dia sudah punya suami kenapa Alan rela berkorban dengannya, gumamnya.
Lia terus berjalan mondar Mandir di balkon kamarnya, ia tak bisa terus berharap, dan menatap ke depan agar Alan cepat kembali.
***
Di sisi lain di tengah hutan yang penuh dengan pepohonan rindang. Salsa terus berjalan, tubuhnya sudah terlihat sangat lemas, bahkan seakan sudah lunglai tak sanggup lagi berjalan. ia terus mengigil kedinginan, Tubuhnya bahkan sudah mulai membiru dan pucat pasi.
" Dimana aku berada?" Gumam Salsa terus berjalan menyeret kakinya, menginjak beberapa ranting yang berserakan di tanah dan dedaunan keringa yang sudah naoak basah. Tubuhnya bahkan sudah basah kuyup. Hujan yang sangat lebat menghalangi pemandangan Mantanya. Membuat ia tak bisa melihat dan meneruskan perjalanannya untuk segera pulang ke Vila.
" Awww..." wanita itu berhenti sejenak, karena terkena patahan ranting kakinya mengeluarkan sebuah darah segar.
" Salsa.. kamu di mana?" Teriak Alan. Ia tak sadar jika Salsa terpat di bawahnya. Bahkan dirinya sudah tak snggup lagi untuk berdiri.
" Apa itu David, itu David kah?" Gumamya, suaranya seakan sangat berat untuk berteriak,
" Ak..aku di sini." ucap salsa mdncoba meraih kaki Alan.
Ia mencoba berdiri lagi, namun.
Bluk...
Tubuh Salsa gak sanggup lagi untuk berdiri tegap. Ia tergelegak di antara dedaunan kering dan ranting pohong yang berada tepat di bawahnya. Ia sudah tak bisa menahan rasa dinginya, wajahnya juga sudah membiru, tubuhnya bahkan sudah mengigil hebatnya.
"Salsa.." Alan menatap ke bawah. Ia melihat seseorang terbaring. Salsa tak bisa menatap jelas siapa yang di depannya itu. Apakah dia Alana atau Devid. Tapi ia tak perduli, Yang penting ada orang yang menolongnya dan membawanya segera pergi dari hutan itu.