"Pernyataanku apa yang lucu?" Yusuf mengernyitkan dahinya.
"Kau berbicara seperti itu seakan- akan itu hanyalah sebuah lelucon yang mudah Kau ucapkan!" Dilla berjalan lurus meninggalkan Yusuf.
Daun yang terbang jatuh tepat di atas hijab Dilla. Dilla pun mengambil daun yang jatuh di kepalanya tersebut. Dia pun membuang daun tersebut.
Yusuf memungut daun yang dibuang Dilla. "Dilla, seandainya daun ini bisa berbicara mungkin daun ini akan marah kepadamu karena Kau membuangnya begitu saja dengan mudah!"
Dilla menengok ke arah Yusuf. "Yusuf, sejak kapan Kau berpikir seabsurd itu?"
Yusuf berjalan ke sebuah pohon tinggi lalu Ia berjongkok di bawah pohon tersebut. Ia pun menaruh daun itu di bawah pohon. Di sebelah pohon tersebut terdapat batu yang besar dan terdapat ukiran tulisan menggunakan bahasa Turki namun Dia melihat kejanggalan pada tulisan tersebut.
"Benar tulisan Turki namun bukan dari pribahasa Turki. Aku tahu jika ini adalah pepatah dari Bahasa Kurdish Kurmanji." Yusuf meraba ukiran tulisan pada batu tersebut.
Dilla yang penasaran pun mendekati batu tersebut dan Ia pun membaca ukiran tulisan tersebut. "heke tu kulilk i, nebi stiriyek. Jika Kau adalah bunga, janganlah menjadi duri."
"Dilla, Apa mungkin tulisan ini ada hubungannya dengan kejadian 2 tahun yang lalu."
"Maksudmu apa?"
"Kejadian bom bunuh diri yang dilakukan oleh dua orang Kurdish pada tanggal 5 November 2016 di taman ini. Aku ingat jika pemboman itu terjadi di area sekitar sini." Yusuf kembali mengingat kejadian yang sangta menggemparkan Turki 2 tahun lalu tersebut dimana kejadian itu menewaskan dua orang pelaku, 4 orang polisi, serta 2 orang warga sipil Turki. Ia sendiri dipanggil untuk membantu penyelidikan bom bunuh diri tersebut.
"Iya Aku ingat kejadian itu, Aku sedang berada tak jauh dari Taman Macka saat kejadian. Kejadian itu sangat mengerikan, Mereka melakuan aksi bom bunuh diri tersebut digagas oleh organisasi IKILL. IKILL disinyalir berasosiasi dengan QUDS dimana Pimpinan Organisasi tersebut sama- sama ingin melumpuhkan dan membuat kalang kabut Pemerintahan Turki dengan menyebarkan teror dimana- mana." Yusuf menghela nafas panjang.
"Aku tak habis pikir dengan segala macam teror yang terjadi di muka bumi ini. Rasanya sangat mustahilkah untuk Kita hidup berdampingan dengan aman tanpa ada perang?"
"Selama bertugas menjadi anggota NATO, tidak ada satu hari pun Aku tidak memikirkan kapankah keamanan di muka bumi ini akan benar- benar terjadi?! Aku pun merasa bersalah jika harus turun ke medan perang dan seuatu yang buruk kemungkinannya sangat besar terjadi, jika Aku tidak menembak, maka Aku yang akan ditembak, jika Aku tak membunuh, maka Aku yang akan dibunuh, setiap langkahnya semua Aku jalani dengan penuh pertimbangan namun kadang logika dan nurani sering berjalan dengan bergesakan tak bisa selaras."
Dilla melihat tatapan nanar Yusuf menyiratkan kesedihan. Ia tak ingin membuat Yusuf tergores semakin dalam hatinya. "Kadangkala hidup harus memilih, menjadi baik dan jahat adalah sebuah pilihan. Aku yakin Kau selalu ingin mengikuti kata hatimu, namun seringkali berlawanan dengan logikamu."
"Aku tahu Aku adalah orang yang penuh dengan dosa, mungkin sebanyak apapun Aku beribadah tak bisa cukup mencuci segala dosa yang pernah Aku lakukan."
"Yusuf, pengadilan teradil yang seadil- adilnya hanyalah pengadilan Allah. Hanya Allah yang berhak menghakimi Kita di hari akhir kelak, namun sebelum Kita menghadapi hari akhir, apabila merasa melakukan dosa, maka selalu mohon ampun kepada Alllah dan juga tidak mempertontonkan ataupun mengumbar dosa sendiri ke khalayak pumblik, cukup hanya Dirimu dan Allah saja yang tahu tentang dosa yang Kau lakukan, meski dosamu hanya sebesar biji zara, janganlah membuka dan mempertontonkan dosamu itu. Demi Allah, Allah maha baik karena Allah adalah sang Maha pengampun atas dosa- dosa yang Kita lakukan, dan juga karena Allah telah menutupi semua dosa dan aib Kita."
"Vallahi. Aku rasa seluruh hidupku mungkin tak cukup untuk menebus semua dosaku. Bahkn dendam di hatiku yang tak pernah padam juga salah satu dosa yang sudah sampai mendarah daging."
Dalam benak Dilla, Ia merasa sangat kasihan terhadap Yusuf karena Ia terjebak oleh dendam yang sangat dalam sehingga membuatnya menjadi orang yang sedingin ini.
"Aku tak bisa berbicara banyak denganmu, bahkan mungkin Kita memiliki visi dan misi yang berbeda. Kita bahkan tak berjalan di jejak yang sama. Seharusnya Aku tak berbicara banyak denganmu."
"Kita tak sejalan? Apa karena Aku adalah Anak kandung dari Tuan Mansur Gul?" tanya Yusuf dengan memandang tajam Dilla.
Dilla mengangguk. "Ya, itu Kau tahu!"
"Dilla dengarkan Aku, meski tampaknya Aku mendukung Ayahku, namun apa yang dilihat secara kasat mata belum tentu itu kebenarannya!"
Dilla memegang ujung hijabnya dan berjalan mendekati Yusuf. "Kau bahkan memakai topengmu sekarang ini!"
"Aku akan mengatakan sejujurnya padamu kelak. Kau harus percay padaku. Aku harus bisa menangkap dalang petinggi militer dari QUDS dan ditambah petinggi dari IKILL. Itu adalah salah satu misku menjadi tentara NATO."
Dilla hanya memejamkan mata sembari menggeleng. "Kita lihat saja nanti!"
**
Thalita berada di sebuah restoran yang terletak di balkon hotel 50 lantai. Dia ternyata telah membuat janji untuk bertemu dengan seseorang di Restoran tersebut.
Seseorang sengaja tak sengaja menjatuhkan sapu tangan di bawah meja di sebelah Thalita. Thalita tanpa pikir panjang menunduk ingin membantu mengambil sapu tangan tersebut.
"Thalita..." seru Pria pemilik sapu tangan tersebut.
Thalita melongo melihat siapa yang memanggilnya. "Lo toh rupanya..." Ia pun kembali duduk di mejanya.
Rayhan tersenyum menatap Thalita. "Lo apa kabar?"
"Gue baik... Lo gimana? Istri Lo mana?"
"Villea nanti nyusul. Dia lagi belanja beberapa keperluan."
"Pengantin baru nih ye..." ledek Thalita.
"Udah agak basi kalo disebut penganten baru!" tampik Rayhan.
"Nikah enak Ray?"
"Enak... tahu gitu, Gue nikah dari dulu aja deh..."
"Syukur deh. Gue turut seneng kalo Lo bahagia sama pernikahan Lo!"
"Somehow, Gue juga adalah rasa rindu saat masih single tapi perasaan itu nggak seberapa kok!"
"Rayhan, bini Lo salah satu cewek yang jadi sweetheart nya cowok- cowok se Indonesia Raya, gimana perasaan lo? Gue pengen tahu langsung tanggpan Lo soal ini."
"Dulu iya... Tapi kalo sekarang udah jadi bini sah Gue, ya harus bisa lebih menjaga aja sih."
"Seumur hidup Lo, Lo kan nggak pernah minder jadi cowok simpenannya Ville... Gue tahu Lo cowok yang PD parah... Gue jujur nggak nyangka Lo jadi beneran nikah Lo... Putus berkali- kali udah nggak kehitung, dan akhirnya beneran jadi!"
"Gue sendiri juga merasa ini achievement yang tinggi banget dimana Gue sama Ville akhirnya sah jadi suami istri. Tapi banyak sih yang harus Gue dan Ville perbaiki sejujurnya."
"Lo udah mulai hijrah kan?"
"Kalo Gue udah mulai hijrah, Gue aturan nggak Cuma ketemuan berduaan gini sama Lo deh Tha!"
"Bener sih! Tapi postingan Lo isinya udah mulai hijrah!"
"Masih belajar, doain aja ya..."
"Iya pasti! Lagian kalo Lo udah hijrah, bener- bener hijrah... Mungkin Kita nggak akan bisa ngobrol- ngobrol kaya gini lagi!"
**