"Apa- apaan ini?" Dilraba pun syok melihat pemandangan di depannya.
Dilla pun terkejut melihat sahabatnya.
"Dilraba..."
Cincin yang dipasangkan Furkan jatuh menggelinding sampai ke kaki Dilraba
Furkan tak kalah terkejut mengetahui Dilraba sudah berada di rumahnya. "Dilraba... Kau..."
Dilraba menutup mulutnya karena saking syoknya melihat sang Kekasih memasangkan cincin di jari manis di tangan sahabatnya.
Dilraba pun berjongkok dan memungut cincin tersebut.
"Tuan Furkan... ini benar? Anda bertunangan dengan Sahabat saya sendiri?"
Dilla dengan raut wajah merasa bersalah mendekati Dilraba. "Dilraba ini..."
"Sudahlah Dilla... simpan semua kata yang ingin kau ucapkan kepadaku! Aku sudah muak denganmu!"
Dilla tak ingin diam saja. "Dilraba, aku akan menjelaskan ini... kumohon beri aku kesempatan..." di pelupuk matanya sudah mulai menumpuk biang air mata.
"Siapa wanita ini Furkan?" tanya Burcu.
"Saya akan jelasakan Anne... Dilraba, ayo kita keluar dulu!" Furkan pun menyambar tangan Dilraba dan ingin mengajaknay keluar.
Tiba- tiba Yusuf menghadang Furkan. "Furkan Abi, sekarang wanita yang harus kau jaga perasannnya ada di sebelah sana!" Ia menunjuk Dilla. "Tolong lepaskan tangan Dilraba sekarang!" pintanya tegas.
"Yusuf, ini bukan urusanmu!" balas Furkan tak kalah tegas.
"Furkan, benar apa yang dikatakan Yusuf! Kau ini apa- apaan sih?! Siapa wanita itu? Kenapa kau berani menggenggam tangannya seperti itu?" Burcu menyipitkan matanya.
"Tapi Anne..."
Yusuf membisikan sesuatu ke Furkan. "Furkan Abi, Kau mau membut malu Keluargamu dengan melakukan hal ini?"
Furkan pun dengan sadar melepaskan tangan Dilraba.
Dilraba pun langsung berlari keluar rumah Furkan.
Dilla semakin khawatir, Ia tak bisa melihat sahabatnya bersedih seperti itu.
Yusuf pun mengejar Dilraba.
Akhirnya acara pemasangan cincin dilanjutkan kembali.
Furkan juga sebenarnya sangat cemas dengan keadaan Dilraba namun Ia tak bisa berbuat apa- apa sekarang.
**
Yusuf menyodorkan tissu kepada Dilraba. "Ini."
Dilraba berdesis. "Sssstttt...."
"Yusuf, kau pergi saja dari sini, tak usah sok baik padaku!"
"Nona Dilraba... atau aku panggil kau dengan Yasemin Memet?"
Seketika Dilraba tertegun mendengar Yusuf memanggil nama aslinya.
"Kau..."
"Aku tahu jika kau sebenarnya seorang spy."
"Tutup mulutmu Yusuf! Aku tak akan membiarkanmu jika kau sampai membongkar jati diriku yang sebenarnya!" Dilraba pun menyipitkan matanya.
"Dilraba, Aku tak akan membocorkan rahasiamu. Kau tak usah khawatir."
"Apa maumu? Kenapa kau mencari tahu tentang diriku?"
"Kau lupa aku siapa?"
Dilraba tiba- tiba tertegun. "Kau pikir hanya karena kau adalah Tentara NATO jadi kau punya privillage untuk mencaritahu diriku yang sebenarnya? Kau pikir kau siapa? Apa istimewanya menjadi tentara NATO?"
Yusuf menggeleng. "Dilraba, kau kenapa? Aku juga bukan sengaja mencari tahu tentang dirimu!" tegasnya.
"Lalu kau mau apa?"
"Aku ingin mengajakmu bekerja sama menjebak teroris dari QUDS."
"Maksudmu?"
"Soal teror bom tempo hari."
"Aku bukan spesialis menyamar untuk mengelabui teroris Yusuf! Kau cari wanita mata- mata lain saja!" tolak Dilraba tegas. "Aku hampir selesai menjalankan tugasku di Istanbul."
"Yang kau inginkan dari semua misi yang kau jalankan hanyalah uang kan ujungnya?"
Dilraba tertawa tergelak.
"Tidak ada orang di dunia ini yang tak suka dengan uang!"
"Iya aku tahu! Maka dari ituu, aku mau menawarkan uang yang jumlahnya tak sedikit jika kau bergabung dengan timku!"
Dilraba menarik nafas panjang. "Baiklah... akan kupertimbangkan, tergantung berapa Lira yang kau tawarkan, kalau cocok aku ambil!"
Yusuf tersenyum simpul. "tenang saja!"
**
Dilla pun menghubungi seseorang.
"Apa maksud Anda?"
"Dilla, Richard meninggal karena bom bunuh diri yang Ia lakukan sendiriq. Semua keluarga Richard akan diintrogasi. Jadi kau pasti juga akan kena!" ujar Pria yang merupakan teman Richard.
"Faris, Aku tak ada hubungannya dengan teror yang dilakukan Richard jadi tidak mungkin jika..."
"Dilla, Aku tahu... aku tahu.... tapi polisi tak akan peduli!"
"Lalu hal penting apalagi yang ingin kau beritahu ke aku?"
"Dilla, Kau menyimpan sebuah amplop dari Richard kan?"
"Amplop?"
Dilla tertegun. Ia pun ingat soal amplop yang dititipkan Richard "Iya, aku ingat."
"Dilla, aku pikir rahasia Richard ada di amplop tersebut."
"Fariz, kau sendiri mau kabur sekarang?"
"Tentu! Aku akan ke Prancis malam ini juga!"
"Kau..."
"Selamat jika Polisi sampai mencarimu ya Dilla!"
"Apa- apaan Kau?"
Faris pun menutup teleponnya
"Ini gila!" ujar Dilla.
**
Thalita bertemu dengan sang bos, Furkan di sebuah cafe.
"Thalita... terimakasih ya kau telah banyak membantuku!"
"Membantu apanya?" Thalita tertegun.
"Aku sudah banayk merepitkanmu selama ini. Aku jadi tak enak."
"Tuan, SUDAHLAH..." Thalita menenggak jus jeruk di depannya.
"Kau tak minum dengan sedotan?"
"Tidak! Semoga hubunganmu dengan Nona Dilraba langgeng ya!" ujar Thalita. "Ooopss... aku salah ya Tuan?"
"Iya... Aku mungkin akan menikah dengan Dilla."
"Aku tak peduli sih Tuan!" ujar Thalita ketus.
"Maaf ya Dilla... Sekali lagi aku minta maaf."
"Tuan... aku sudah mentransfermu uang yang tak terpakai. Aku hanya mengambil sedikit, sesuai keperluanku saja! Kau cek saja!"
"Kau ini apa- apaan?" Furkan pun geleng- geleng. "Thalita..."
"Tuan, aku hanya butuh sedikit uang itu. Aku tak bisa menerima semua uang anda, itu bukan hak saya!"
"Baiklah Thalita kalau itu maumu."
Thalita mengangguk.
Ia pun mengakhiri pertemuannya dengan Furkan dengan hati yang berat dan sedih.
Mungkin Dia tak akan pernah bertenu dengan Furkan lagi selamanya.
Ini seperti trip sebentar ke negara orang. Ia sudah merelakan semuanya, kenangan singkat selama tinggal di Istanbul.
**
Dilraba pun melancarkan misi penyamaran yang sudah diskenariokan oleh Yusuf.
Ia pun membantu Yusuf untuk memancing para anggota teroris QUDS .
Dan ternyata hal tersebut berhasil.
Para anggota teroris itu berhasil ditangkap, jumlahnya da empat orang.
Mereka pun bertekuk lutut saat ditangkap karena sudah dibekul oleh aparat keamanan.
Yusuf pun bersyukur karena anggota teroris tersebut telah diprediksi gerak- geriknya sehingga tak membuatnya mencari celah untuk menjebak mereka.
Akhirnya Yusuf pun mengintrogasi para teroris tersebut.
Dilraba juga ikut di ruang introgasi saat itu. Ia sangat penasaran dengan apa yang akan dilakukan Yusuf.
Yusuf melayangkan pertanyaan yang mengarah ke psikis mereka. Ia ternyata sangat pintar memainkan kata- kata sehingga membuat para teroris terperdaya dan menjawab pertanyaan Yusuf.
Yusuf memag tak suka menggunakan kekerasan dalam mengintrogasi para tersangka tersebut. Ia memilih hal yang bisa menyerang psikologis mereka ketimbang harus membuat mereka menjawab sesuai kemauan Yusuf.
"Jadi dimana dokumen yang kalian maksud?"
"Tidak ada dokumen apa- apa!" jawab salah satu terdakwa.
"Lah tadi Keil bilang ada dokumennya Richard yang dititipkan?!" Yusuf bertanya dengan menatap serius keempatnya.
Mereka menggeleng.
Tiba- tiba Dilraba melepaskan timah panas dari senapan yang dipegangnya. "Katakan atau kalian..."
Yusuf memperingati Dilraba. "Dilraba, hati- hati dengan..."
"Aku sudah lihai memainkannya, kau tak perlu khawatir!"
"Aku tahu dimana, namun apa jaminannnya? Apa kami akan dibebaskan?"
"Tidak! Tentu tidak bebas! Namun hukuman kalian pasti akan lebih ringan jika mau bekerja sama dengan pihak kepolisian!" ujar Yusuf.
"Baiklah..."
Seorang tersangka teroris pun buka suara. Ia memberitahukan keberadaan dokumen rahasia Almarhum Richard.
**