Ketika pemadandangan yang indah itu tiba- tiba sirna di hadapan Thalita, sebuah kenyataan yang tak bisa Ia terus sembunyikan terus menerus. Ia tak akan pernah bisa melupakan kejadian yang terjadi beberapa tahun silam ketika Sang Ayah terlibat demo menentang kepemerintahan Jakarta sekarang. Sang Ayah, Muhammad Saud Assegaf termasuk pelopor demo menentang pemerintahan Jakarta yang baru, yaitu yang kini dipimpin adalah Bapak Dian Assegaf. Saud dan dan Dian adalah teman seperminan sejak kecil, mereka hanya mempunyai nama marga yang sama namun sama sekali tidak ada hubungan keluarga dekat.
Saud adalah paman dari Villea Asyakilla, penyanyi Indonesia ternama yang juga merupakan istri dari Rayhan, teman dekat Thalita.
Thalita berpikir lagi mengenai Ayahnya yang sempat merasakan dinginnya tembok pnjara saat itu namun untungnya tak lama beliau dibebaskan. Ia sendiri sebenarnya senang jika memang Sang Ayah menikah lagi namun perasaan kecewa karean memilih istri yang masih sangat muda tentu, terlebih lebih muda darinya juga merupakan ganjalan yang sangat berat di hatinya.
Sampai sekarang Thalita masih berbohong mengenai background keluarganya ke keluarga Furkan walau Furkan sendiri sudah tahu mengenai asal- usul Thalita.
Furkan tetap menyuruh Thalita tak membongkar jati dirinya yang sebenarnay di depan keluarganya, hanya Ia dna Ibunya saja yang tahu mengenai asal- usul asli dari Thalita.
Thalita bolak- balik mondar- mandir di dalam kamarnya karena tidak tahu apakah melakukan hal ini adalah sesuatu yang benar.
Rayhan tiba- tiba menghubungi Thalita via whatsup.
"Halo Tha..."
"Iya Ray..."
"Tata, Gue mau liburan ke Turki sama Villea loh..."
Thalita terkejut.
"Oh, bagus Ray... yaudah lo liburan kesini aja, disini banyak tempat yang harus banget lo kunjungi."
"Iya, Gue juga mau ketemu Lo disana."
"Iya Ray... gue pasti bakalan usahain buat ketemu Lo kalo lo beneran kesini."
"Serius nggakpapa?"
"Ya nggak lah Ray. Lo kan temen gue, masak gue nggak bsia meluangkan waktu gue buat Lo!"
"Thanks banget ya Ta!"
"Sama- sama Ray!"
Thalita pun mengakhiri percakapannya dengan Rayhan.
Tiba- tiba sang Ibu memanggil Thalita.
"Thalita... Thalita..."
"Iya Anne..." Ia pun bergegas turun ke bawah.
Thalita hanya mengenakan kemeja lengan pendek dengan bawahan celana panjang piyama.
Thalita turun ke bawah sembari mengikat rambut panjangnya. Ia menaruh karetnya di mulutnay sementara Ia melingkarkan tangannya di rambut panjangnya.
Begitu Thalita sampai di bawah, Ia terkejut karena ternyata ada yang datang bertamu.
Furkan pun terkejut melihat penampilan Thalita yang tanpa hijabnya.
Thalita pun panik. "Anne... Kau tidak bilang jika ada yang bertamu?"
Furkan pun merasa canggung. "Thalita maaf ya..."
"Iya Tuan... Saya mau ke atas dulu."
"Maaf Thalita." Sang Ibu hanya tersenyum. "Lagian kan Tuan Furkan juga tunganganmu sendiri, cepat aatu lambat juga pasti akan melihatmu tanpa hijab."
Furkan membalikan badannya agar tak melihat Thalita yang tanpa hijabnya lagi.
Thalita pun buru- buru naik lagi ke kamarnya.
Batin Furkan. Thalita jauh lebih cantik tanpa hijabya, Aku akui dia memang sangat cantik.
Akhirnya Thalita pun turun kembali, kini Ia telah memakai cardigan pink dan dilengkapi jilbab langsungan.
"Thalita, maaf ya hari ini aku bertandang ke rumahmu tak bilang- bilang."
Thalita mengangguk. "Tumben sekali Anda kesini, ada apa Tuan?"
Sang Ibu menyuruh Putrinya duduk di ruang tamu bersama Furkan. "Anne mau bikinkan minum dulu ya. Kalian berdua menikmati waktu kalian saja bersama."
"Aku saja yang buat minumnya Anne..."
Sang Ibu menolak. "Hayir, kau harus duduk disini menemani Nak Furkan. Anne saja yang buatkan minum kalian."
Thalita pun menurut dengan Ibunya.
"Tuan kemari ada apa?"
"Kebetulan Saya lewat rumahmu jadi mampir deh!"
"Suara mobilmu kok tidak terdengarQ? Kamarku tepat di atas menghadap jalan. Seharusnya bila ada orang bertamu, Aku bisa mendengar suara mobilnya."
"Kebetulan Aku tak memarkirkan di depan rumahmu persis, Aku menyuruh supirku parkir di sebelum rumahmu karena tadi ada yang aku perlu beli. Aku jalan dari mini market ke rumahmu karena jaraknya juga sangat dekat. Supirku Aku biarkan perkir diasana."
"Oh begitu..."
"Oh iya sebentar..." Furkan mengambil bungkusan yang ada di belakangnya.
"Apa ini?" Thalita terkejut.
"Untuk Ibumu..."
Tiba- tiba Sang Ibu sudah tiba dari dapur dengan nampan dan dua gelas es teh.
"Untukku?" Cansu sangat terkejut, wajahnya pun sumringah.
"Tuan... Anda tak perlu repot- repot..."
"Tidak, sama sekali tidak kok!" ujar Furkan.
Cansu matanya nampak berbinar- binar saat melihat hadiah dari Furkan. "Nak Furkan seharusnya tak perlu rpot- repot namun kalau sduah terlanjur dibei dna kini diberikan kepadaku maka Aku tak akan menolaknya."
Sebuah kotak dengan logo Louis Vitton pun dibiuka oleh Cansu. Tas dengan logo LV berwarna coklat itu membuat Cansu melongo. "Cantik sekali tas pilihanmu Nak Furkan..."
"Syukurlah jika Anne suka dengan tas pilihanku ini, Aku khawatir jika seleraku tak masuk d Anda."
"Loh, tidak mungkin Nak Furkan, Aku sangat percaya juga dengan pilihan Anda. Tidak mungkin tas pilihan Anda tak sesuai dengan seleraku..."
Furkan pun tersenyum.
"Anne tinggal dulu, ya... Kalian silahkan menikmati waktu berdua!" Sang Ibu pun akhirnya pergi dari ruang tamu.
Furkan dan Thalita pun kini hanya tinggal berdua.
"Tuan... kebetulan ada yang harus saya bicarakan dengan Anda."
Wajah Thalita begitu serius.
"Iya, ada apa Thalita?"
"Aku takut jika harus berbohong terus- terusan..."
"Bohong apa maksudmu?"
"Soal Aku yang mengaku jika aku adalah putri dari Gubernur Jakarta."
Furkan tersenyum sinis. "Thalita, sudahlah... apa yag kau takutkan? Sudah jelas jika Ibuku telah mengatur pernikahan kita yang tak akan dirayakan dengan meriah dan hanya dilakukan private party yang tak mengundang wartawan ataupun banyak tamu."
"Namun tetap saja aku berbohong."
"Thalita, kau sudah terlanjur basah. Kini sudah tak ada lagi kata ingin kembali atau menyesal, yang ada adalah lakukan yang terbaik demi masa depan."
Thalita sangat galau akibat hal ini.
Namun Ia akhirnya menyetujui semuanya.
"Sudah ya Thalita..." Furkan menggenggam tangan Thalita. "Aku minta maaf karena aku bersikap kasar denganmu. Aku tak bermaksud membuatmu takut kepadaku. Aku sama sekali tak berniat menyakiti perasaanmu."
Thalita menatap Furkan yang, Ia melihat tangan Furkan. Batinnya. Aku past bahagi kan? Ini sudah tak usah diragukan lagi? Keputusan ini adalah keputusan terbaikku kan?
**
Sementara kini Dilla telah dipertemukan kembali oleh sahabatnya, Dilraba.
"Dilla..."
"Dilraba..."
Mereka pun saling berpelukan.
"Aku minta maaf karena telah membuatmu terjun ke lembah masalah."
"Kau bilang apa sih Dilraba?"
"Aku seharusnya tak terobsesi dengan Tuan Furkan dulu... Aku pernah kesal karena Kau ternyata adalah tunangan asli Tuan Furkan tapi itu sangat salah. Tidak seharusnya Aku tak membenci sahabatku sendiri."
"Dilraba, apa yang kau rencanakan dengan Yusuf?"
Yusuf menghampiri mereka berdua.
"Kalian tahu, Aku memiliki fakta menarik lagi mengenai Thalita..."
"Apa maskudmu?"
"Aku tak tahu bagaimana ceritanya, jika di keluarga besarku Dia mengaku sebagai anak dari Gubernur Jakarta dan semua anggota keluargaku percaya. Namun kenyataannya Dia bukan putri Gubernur Jakarta walau mereka punya marga yang sama.
Dilraba tersenyum sinis. "Dasar wanita ular! Wajahnya saja sangat terlihat innocent tapi ternyata Dia juga merupakan seorang pembohong besar!"
**