Di depan makam pusara Sang Almarhum Ibunya, Yusuf menangis. Ia mengenakan pakaian serba hitam, dengan kacamata hitam. Tak lupa Ia melantunkan ayat- ayat Al Fatihah.
Sang Ibunda, Almarhumah Nyonya Samia Almasri dimakamkan di Kota Istanbul tepatnya di Pemakaman Kadikoy Korku Evi. Meski Beliau adalah orang Syiria asli dan meninggal di Damaskus namun sang Suami, Mansur Gul ingin mengenang sang Istri terus menerus sehingga Sang Istri yang awalnya dimakamkan di Kota Aleppo yang merupakan Kota kelahirannya dipindahkan ke Kota Istanbul.
Pengeboman di Kota Damaskus di Tahun 2011 itu menjadi luka yang tak bisa mudah dilupakan oleh keluarga Gul.
Kota yang selalu penuh akan teka- teki, yaitu Kota Aleppo, Kota dimana sarang QUDS bersarang, Kota tempat Yusuf mengenyam pendidikan Sekolah Al Qurannya di masa kecil.
Berbeda dengan Furkan yang dibesarkan di keluarga yang sangat liberal dan kurang mengajarkan pendidikan agama Islam, Yusuf dibesarkan oleh Sang Ibu yang amat peduli dengan pendidikan agama Islam sejak dini. Furkan kecil dididik sang Ibu agar menjadi penghafal Al Quran. Ketika Yusuf beranjak dewasa, Ia melanjutkan sekolahnya di Turki, memang pergaulannya berubah drastis ketika Ia pindah ke Turki yang mana Ia bergaul dengan teman- teman yang cukup liberal di Turki termasuk sepupunya, Furkan.
Di samping Yusuf, ada Dilraba yang ikut mengunjungi makam Samia.
"Yusuf, Aku sangat tak menyangka jika Ibumu adalah korban teroris di Syiria. Aku sangat menyesal mendengar apa yang terjadi kepada Ibumu."
"Sudah takdir Ibuku harus meninggal secepat itu namun Aku tidak akan pernah membiarkan pelaku, para teroris tersebut melenggang bebas. Aku berjanji akan membalas dendam."
Dilraba memegang pundak Yusuf. "Aku mengerti perasaanmu yang ingin membalas perbuatan keji para teroris. Apa yang menimpa Ibumu itu sebenarya sebelas dua belas dengan apa yang menimpaku."
"Keluargamu juga ada yang menjadi korban teroris?"
"Bukan begitu, lebih tepatnya keluargaku, tepatnya Kakekku dianggap pemberontak oleh Pemerintah. Beliau adalah Pemuka Agama di Xinjiang yang dicurigai bergabung dengan sindikat teroris. Kakekku harus masuk ke camp pemerintahan Tiongkok Komunis yang keji, Mereka benar- benar menyiksa Kakekku yang tak bersalah apa- apa."
"Pemerintahan Komunis Tiongkok yang menyiksa Kaum Uyghur sudah sering kudengar, Aku benar- benar geram dengan perlakuan diskriminasi seperti itu."
"Itu sebabnya, Aku bergabung dengan Agen intelijen China yang membantu memberantas segala tindakan diskriminasi yang dilakukan oleh Pemerintah Komunis Tiongkok. Aku bersyukur karena bisa bergabung menjadi anggota intel dan bisa berkontribusi memberantas segala tindakan anarkis dan diskriminasi Pemerintah Komunis."
Dilraba dan Yusuf pun kini telah kembali dari Taman Pemakaman, Mereka menuju ke Kantor HelloTurk.
**
Thalita masih masuk kerja seperti biasa ke Kantor Halloturk.
Ia sedang sibuk dengan pekerjaannya di mejanya. Kini Thalita dipercaya memegang jabatan sebagai Supervisor di bagian Product Development di Perusahaan tersebut. Sebuah jabatan yang cukup tinggi.
Bagaimana tidak, Ia adalah calon istri Furkan tentu Ia bisa mendapatkan jabatan tinggi di Perusahaan tersebut, namun selain itu Thalita memang memiliki kemampuan yang cukup mumpuni untuk memegang jabatan setinggi itu. Furkan juga sudah percaya dan yakin dengan kemampuan Thalita itu sendiri sehingga tak segan mengangkatnya menjadi seorang Supervisor.
"Thalita, maksudku Nyonya Thalita..." Mustafa menghampiri Thalita sembari membawa tumpukan dokumen.
Thalita melirik ke arah Mustafa dan tumpukan dokumen yang dibawanya. "Apa lagi ya?"
"Kau perlu mempelajari semua Produk Kita dari tahu 2010, Semuanya... Aku membawa dokumen proyek Perusahaan kita dari Tahun 2010."
"File softcopynya apa tidak ada?"
"Tidak! Ini kan sduah lama, 2010 jadi belum didokumentasikan dalam bentuk softcopy."
Thalita hanya menghela nafas panjang. "Baiklah, taruh di ebelah sini saja Mustafa Bay."
"Aku ingin mengatakn sesuatu Nyonya." Mustafa melirikan matanya ke jam dinding di depannya. "Semua jabatan yang Kau dapat disini rasanya sangat mudah ya... Ada banyak orang yang iri dengan apa yang kau dapat sekarang!"
Thalita hanya terdiam tak menggubris kata- kata Mustafa.
"Baiklah, Aku hanya ingin memperingati itu saja. Aku rasa Kau pasti sudh mengerti kan apa maksudku!"
Thalita membatin. Semua tidak ada yang gratis, begitu juga jabatanku sekarang, Aku tahu semua orang pasti akan berpikiran seperti itu kepadaku namun Aku tidak boleh menanggapi apapun yang mereka katakan tentangku, tetaplah lurus menuju semua yang aku percaya benar.
Tak lama Furkan datang, Ia menuju ke meja Thalita duduk.
Thalita menyapa tunangannya tersebut.
"Tuan Furkan, ada yurusan apa kemari? Jika ada perlu dengan Saya seharusnya Kau bisa memintaku datang ke ruanganmu."
"Tidak, Aku yang memang seharusnya menghampirimu kesini karena Aku ingin mengajakmu makan siang keluar."
"A, begitu rupanya. Namun Aku tak mungkin keluar lama- lama karena ada banyak dateline pekerjaan yang harus kuselesaikan siang ini juga."
"Istirahat- ya istirahat Thalita... Ini ada urusan yang tak kalah penting dengan pekerjaan, Kau harus menuruti perintahku yang ini juga karena Aku adalah bosmu!"
Thalita menarik nafas panjang. "Baiklah Tuan! Saya akan emnuruti apa yang Anda minta!"
Urkan tersenyum lebar. "Ayo kia berangkat sekarang!"
Thalita melihat ke arah jam dinding, lalu melirik ke jam tangannya dan ke arah Smartphonennya. "Istirahatnya masih satu jam lagi Tuan..."
"Lalu?"
"Aku tidak mungkin berangkat sekarang..."
"Ini sama saja dengan dinas luar, Kau tak usah khawatir dengan ijinnya! Sudahlah, Ayo kita berangkat sekarang juga!" Furkan menarik tangan Thalita.
"Iya, Tuan... sabar- sabar, aku harus membereskan semua barang- barangku."
Furkan pun melepaskan genggaman tangannya dari pergelangan tangan Thalita.
Batin Thalita. Apa sih maksudnya? Aku bukan seperti wanita yang biasa dikencani oleh Tuan Furkan, Dia kan juga tahu kalau Aku berhijaab seperti ini, bukannya Aku sok suci, atau bagaimana, namun Aku kan juga punya batasan, benar- benar menyebalkan.
Thalita pun selesai membereskan semua barang- barangnya dan bersiap ikut Furkan untuk pergi makan siang.
**
Begitu Furkan dan Thalita sampai ke lobi Halloturk, mereka disambut oleh kedatangan Yusuf dan Dilraba.
Sangat tepat sekali karena keduanya berpapasan di waktu yang sangat tepat.
"Yusuf, Kau kenapa tak menghubungiku dulu jika ingin kesini?"
"Aku tidak menyangka bisa berpapasan dengan Furkan Abi di waktu yang sangat pas. Kalian berdua ingin pergi?"
"Kalau ingin membicaakan sesuatu, pas sekali... kebetulan Aku dan Tuan Furkan akan makan siang keluar!" celetuk Thalita.
"Wah, kalau begitu kita bisa makan siang bersama ya?" Dilraba tersenyum menatap Thalita.
Thalita membalas senyum Dilraba. "Benar, Kita bisa makan siang bersama kalau begini ceritanya. Ayo, Aku juga senang jika makan siangnya tambah ramai. Benarkan Tuan Furkan?" Thalita menatap Furkan dengan tatapan senyum penuh arti.
Furkan pun mau tak mau mengiyakan Thalita. "Ide yang bagus Thalita..." Dengan rasa terpaksa, Furkan mengiyakan kemauan makan siang bersama itu.
Dilraba balas tersenyum. "Tuan Furkan, Anda terlihat tambah bahagia setelah bertunangan dengan Thalita sepertinya?!"
**