Mansur sangat geram dengan Sang Putra yang menolaknya untuk maju ke pemilihan Presiden Turki. Ia sudah sangat berambisi sebagai Presiden Turki sejak lama Jalan politik tertingginya apa lagi kalau bukan menjadi Presiden.
"Baba, Aku hanay bisa mendoakanmu agar Kau sadar jika tameng kekuasaan hanya bisa membuatmu tertidur tan membuatmu terjerat ke lembah yang lebih dalam. Aku tak ingin keserakahan menggelora di dadamu. Aakqu ingin Kau tetap menjadi Ayahku yang dulu, jauh sebelum Anne meninggal." Yusuf mencoba menahan rasa sedihnya karena mengingat Almarhumah Ibundanya.
"Yusuf, Kau tak usah khawatir. Ketmakan dan keserakahan akan kekuasaan itu hanya milik orang yang lemah, itu sama sekali bukan bagian dari diriku. Kau fokus saja dengan pekerjaanmu dan mengenai pernikahanmu. Aku ingin Kau segera menikah."
"Baba, tak perlu repot- repot memikirkan kapan Aku menikah. Aku akan membawa wanita yang akan menjadi istriku kelak jika sudah siap."
"Yusuf, Aku tak sabar ingin menggendong cucu darimu. Aku harap Kau segera menemukan Wanita yang cocok dan tentu saja pantas menjadi menantu di Keluarga Gul."
Yusuf mengangguk mengerti.
Ia pun mengangguk setuju dengan apa yang dikatakan Sang Ayah jika akan mengenalkan Wanita yang akan diperistrinya.
Yusuf memang sangat idealis dan memiliki prinsip hidup yang sangat keras dan tegas. Ia memiliki trauma masa lalu yang amat menggores luka hatinya yang hingga kini belum sembuh. Ia harus terus menahan rasa sakit akan trauma yang mendalam di hidupnya tersebut.
**
Dilraba sedang berada di markas besar NATO di daerak Besiktas. Ia perlu memasukkan data- data yang Ia dapatkan dari aktivitas cyber intellegence-nya.
Ia sedang mencari seorang Penulis yang sedang menjadi target dari NATO yang bernama Maxim Petrov. Pacar dari Maxim yang bernama Irina Mukhametov merupakan teman dari Dilraba dimana Irina pernah tingggal di Xinjiang, keluarga Irina berasal dari Alexeyevskoye, Rusia dimana menjadi tempat tinggal sebagian besar orang- orang suku Tatar. Irina kini berprofesi sebagai Model ternama dan merupakan salah satu dari Victoria's Secret angel.
Dilraba menghubungi teman masa kecilnya tersebut untuk mendapatkan petunjuk dimana keberadaan Maxim yang diduga tergabung ke jaringan teroris QUDS.
Dilraba pun berhasil menghubungi Irina.
Dilraba: [Irina, syukurlah Kau masih mengenaliku.]
Irina: [Yasemin, Aku tak mungkin melupakanmu dengan mudah. Kita pernah menjadi teman dekat selama empat tahun sebelum Aku pindah lagi ke Rusia]
Dilraba: [Irina, Aku ingins ekali bertemu denganmu. Aku sudah lama ingin mengajakmu bertemu]
Irina: [Aku tak yakin punya waktu untuk bertemu denganmu dalam waktu dekat. Aku ada fashion show di beberapa negara satu bulan ini sehingga akan terus berpindah dari satu negara ke negara lain.]
Dilraba: [Baiklah, Aku akan menonton fashion show mu. Aku perlu menemuimu secepat mungkin, Irina.]
Irina: [Baiklah kalau Kau bersedia menghampiri dimana Aaku akan melaksanakan fashion show. Akan kulihat schedule ku dulu mana yang paling renggang dalam waktu dekat.]
Dilraba: [Terima kasih Irina.]
Dilraba sangat senang karena bisa mendapatkan kesempatan untuk bertemu dengan Irina. Kini Ia memberikan kabar kepada Zhandos Aibassof mengenai apa yang didapatnya.
Dilraba menelpon Zhandos.
"Dilraba, apa yang Kau dapatkan?"
"Ini Aku baru membuat janji dengan Irina. Minggu depan Aku akan terbang ke New York untuk menemui Iirina, pacar dari Maxim Petrov."
"Bagus sekali. Kita tak boleh melewatkan satu kesempatan pun untuk mendapatkan info mengenai Maxim."
"Zhandos, Kau sendiri sudah pergi dari Kazhakastan kan?"
"Iya, benar. Sekarang sedanqg tak aman disini. Identitasku bisa terbongkar jika Aku tetap disini."
"Kau harus berkamuflase menjadi orang yang berorientasi seksual straight disana, pasti sangat tak nyaman?"
"Betul, Dilraba. Aku sangat muak dengan pemerintah Kazakh yang sangat mendiskriminasi kaumku."
Dilraba terdiam sejenak. "Zhandos, Kau tahu kan... Aku bukan seorang yang mendukung prilaku LGBT karena bagaimanapun di kepercayaanku, LGBT itu dosa."
"Dilra, ayolah... Sampai kapan Kau menjadi homophobic? Ini 2018 loh..."
Dilraba menarik nafas panjang. "Aaku bukan homophobic seperti yang kau tuduhkan ya! Aku hanya tak setuju dan pemahamanku mengenai LGBT itu menurut pada ajaran agamaku."
"Maksudnya Kau mau bilang, Kau homophobic dengan toleransi yang tinggi kan?" Zhandos terus menekan Dilraba seakan- akan ingin menekan kepribadian Dilraba.
"Aku tak peduli dengan apapun yang Kau katakan! Kau hanya akan menjadikan ini debat kusir di hadapanku dan Aku menjadi orang yang sangat bodoh!" ujar Dilraba sembari menarik nafas panjang lagi.
Dilraba sebenarnya kesal sekali dengan segala serangan Zhandos yang menganggapnya sebagai orang yang homophopia karena Ia memang tidak menyetujui dengan LGBT.
"Baiklah Dilraku... Aku tahu, Kau tak akan pernah menang jika berhadapan mulut denganku! Aku akhiri saja diskusi ini. Jangan lupa ya, misi Kita mencari tahu keberadaan Maxim Petrov. Ingat ya, semua ini bergantung padamu! Identitas palsumu sebagai taruhannya! Karena Dilraba yang asli mungkin akan menghantuimu jika Kau sampai gagal menjalankan misi Kita lewat penyamaranmu!" Zhandos menekan Dilraba terus menerus.
Dilraba hanya mengiyakan saja apa yang dikatakan Zhandos.
Dilraba pun membaringkan badannya ke tempat tidur yang empuk yang menjadi ruangan pribadinya di kantor tersebut.
Ia sedang memikirkan sesuatu, yaitu mengenai Dilla. Ia yakin jika Ji Inwoo yang kini dekat dengan Dilla memiliki niat tersembunyi.
Dilraba pun membaringkan diri ke sebelah kanan sehingga menghadapkan dirinya ke buffer berwarqna hijau di ruangan tersebut. Ia pun menemukan ide.
Ia bangun dari tempat tidurnya dan mendekati buffet hijau tersebut. Ia membuka buffet yang terdiri dari beberapa laci tersebut.
Laci pertama di dalam buffet tersebut berisi alat- alat P3K.
Ia melihat ke dalam Kotak P3K tersebut dimana ada foto name tag dari seorang suster yang dulu pernah menolongnya saat di Kazakhastan. Suster tersebut adalah Kakak kandung dari Dilraba asli yang kini Ia pinjam identitasnya.
Batinnya. Kayana, maafkan Aku, Aku harus melakukan ini pada adikmu. Kali ini, Aku perlu sesuatu yang mungkin pertaruhannya adalah nyawa adikmu. Kalau Kau tak bisa memaafkanku, Aaku terima, biar kubayar semuanya nanti di Hari Penghakiman.
Dilraba pun menundukan wajahnya tak kuasa menahan sedihnya namun tetap berusaha tegar.
**
Ibu Thalita, Nyonya Cansu Ibragimov memberikan kejutan untuk Thalita.
"Thalit, hari ini Anne akan menghantarkan banyak barang untuk Mertuamu, Anne telah menyiapkan hala- hal yang sangat istimea untuk Mertuamu.
Cansu mengemas sekarung gandum dan buah- buahan yang ditaruh di dalam plastik. Lalu ada juga kain entah dari mana Ibunya dapat.
Thalita tentu terkejut.
"Anne, apa- apaan ini?"
"Ayo kita ke Rumah Furkan! Ini Aku bungkus semuanya khusus untuk Calon Mertuamu!"
Thalita hanya geleng- geleng saja melihat bingkisan- bingkisan tersebut.
**