Chereads / I Love You, Goodbye / Chapter 32 - 32. Open House

Chapter 32 - 32. Open House

Hari ini adalah Hari Idul Fitri. Hari yang dinantikan oleh umat Islam setelah penantian sebulan.

Di kediaman Furkan dibuka open house untuk orang- orang yang ingin berkunjung.

Selesai Sholat Eid di Masjid Buyuk Mediciye, para Pria langsung pulang ke rumah. Sholat Eid ini memang hanya didatangi oleh Pria saja, sedangkan para Wanita menunggu di rumah saja.

Furkan dan Ayahnya pun pulang ke rumah.

Hari kedua lebaran baru mereka akan mengunjungi Zubeyde di Konya.

Namun hari ini mereka menghabiskan lebaran di rumah sembari menerima tamu yang ingin berkunjung.

Rumah Keluarga Atagul sendiri memiliki penjagaan yang super ketat dan yang bertamu pun bukanlah orang sembarangan.

Dilraba mengunjungi Kediaman Keluarga Atagul atas inisiatif dirinya sendiri. Ia sebenarnya sangat kecewa Furkan tak mengundangnya open house Idul Fitri di rumahnya, Hari yang seharusnya diraakan bersama ini harusnya menjadi ajang Ia diperkenalkan oleh Furkan ke keluarganya.

Sedangkan Dilla nampak sudah sangat rapi mengenakan dress berwarna pn berpita di tengah. Ia memadukannya dengan hijab pasmina berwarna dusty pink yang membuatnay tampak sangat kalem.

"Kau cantik sekali Dilla... mau kemana?"

Dilla gugup ingin menjawab. "A.. Aku... ada open house Eid di rumah seorang Teman."

"O..."

"Kau bagaimana? Kau juga sangat rapi? Tumben kau menggunakan gamis dan mau mengenakan hijab juga!"

Dilraba juga bingung. "A.... Aku juga sama ada open house Eid di rumah teman. Memagnya Kau saja yang punya acara open house!" balasnya tersenyum lebar.

Dila mengangguk. "Kalau gitu ku pergi duluan ya Dilraba..."

"Baiklah, hati- hati..."

Dilla pun pergi dengan langkah yang terburu- buru dari apartemen Dilraba.

Dilraba pun melanjutkan dandannya. Ia berencana mengenakan hijab dengan hanya menutupi sebagian kepalanya.

**

Thalita berkumpul dengan keluarga Ibunya di Rumah.

Ayah tirinya yang bernama Sulcuk Coskun sudah pulang dari Qatar. Ia akan berada di Turki sampai dua minggu ke depan.

"Thalita, ayo ambil pumpkin dessertnya. Ini sangatlah enak. Ibumu hanya akan membuatnya jika hari Eid saja. Padahal ini sangat enak!" protes Sulcuk.

Dilan dan Zeynep hanya sibuk saja dengan gadget mereka selama d meja makan.

"Dilan.... Zeynep.. kalian ini semua sedang berbincang bincang kalian masih saja berkutat dengan HP kalian."

Zeynep menaruh gadgetnya. "Baba, Aku pegang HP ya karena ada urusn pekerjaan."

"Aku juga... ada urusan kuliah!" Dilan ikut- ikutan.

Sulcuk hanya geleng- geleng.

"Sayang.... biarkan saja Dilan dan Zeynep, mereka bukan anak kecil yang bisa diperingatkan seperti itu lagi!" bela Chansu.

"Tapi tetap saja..."

Dilan dan Zeynep hanya diam saja.

Thalita pun berusaha mencairkan suasana.

"Anne, Baba... Ada sesuatu yang saya bicarakan."

"Apa itu?"

"Aku mau pulang ke Jakarta minggu depan."

Chansu terkejut. "Apa? Aku tak salah dengar kan?"

"Baba baru bertemu beberapa hari, kau sudah mau kembali ke Indonesia?" Sulcuk juga ikut terkejut.

Thalita mengangguk. "Aku minta maaf jika dirasa mendadak.

"Thalita, kau baru saja bekerja disini, mana kau kan bekerja di Perusahaan ternama disini. Ku harus tahu betapa sangat disayangkan kalau kau pulang ke Indonesia sekarang." Chansu menasihati.

"Maafka Aku Anne... iya Aku sudah memikirkannya dengan masak- masak. Aku rasa hal terbaik adalah Aku harus kembali ke Indonesia."

"Kau ada masalah apa memangnya? Di tempat kerjamu?" tanya Sulcuk ingin tahu.

Thalita meggeleng. "Tidak... Tidak ada hubungannya..."

"Thalita, Ayahmu sudah memutuskan menikah lagi, Dia tak perlu lagi anak perempuan yang harus ditunggunya tiap hari, buat apa kau kembali ke Jakarta?" tanya Chansu.

"Anne.... jangan bicara seperti itu! Ayah akan tetap merindukanku." Batin Thalita. Ia sebenarnya jika semenjak kabar perikahan sang Ayah, Ayahnya semakin menjauhinya.

"Hari ini kau memang sudah menelpon Ayahmu?" tanya Chansu.

"Belum tapi kami sudah mengirim pesan WA. Lagipula Ayahku sibuk sekali akhir- akhir ini." Ujarku membela Ayahku.

Begitu setelah selesai jamuan makan. Thalita pun bergagas menelpon Ayahnya. Ia menggunakan fasilitas video call.

Tak lama teleponnya diangkat.

"Babbeh..." Thalita dada- dada ke arah camera handphonenya.

Sang Ayah menyapa balik Thalita. "Assalamualaikum..."

"Waalaykum salam Beh...."

"Taqoballahu minna waminkum "

"taqabbal ya kariim. Maafin aye yah Beh... Aye selama ini banyak salah sama Babeh..."

"Babeh juga selama ini belum jadi Babeh yang baik Tha... maafin Babeh juga ya Tha...."

"Iye Be... Aye selalu maafin kok. Babeh, sehat kan tapi?"

"Alhamdulillah sehat banget ni Ta..."

Batin Thalita. Kalau gue tanay soal pernikahan Babeh sekarnag berasa gue ga punya sopan- santun apa ya sama orang tua?"

"Lu gimana Ta? Betah banget kayany liburan di Turki. Ga balik lama juga gapapa kok Ta... kalo lo emang betah!" celetuk sang Ayah.

Batin Thalita lagi. Babeh serius? Dia udah ga mengharpakan kedatangan gue lagi ke rumah?"

"Ta... Lu napa bengong?"

Thalita menggeleng. "Abdul mana Beh?"

"Ada noh... keluarga pacarnya tadi abis dari sini!"

"Yaampun Abdul... masih kecil juga... Beh, Aye ga bakal setuju pokoknya kalo Abdul sampe nikah muda ya!"

"Babeh juga enggak kok Ta!"

Thalita pun mengakhiri pecakapannya dengan Sang Ayah.

Thalita sudah bulat akan niatnya balik ke Jakarta minggu depan apapun yang terjadi. Ia akan berusaha menerima pernikahan Ayahnya dengan wanita yang masih sangat muda walaupun berat rasanya.

**

Dilraba sudah tiba di kediaman keluarga Atagul.

Dilraba memang sengaja tak memberitahu Furkan jika Ia akan ke rumha Furkan.

Ia pun berusaha masuk ke gerbang rumah Atagul.

"Pak, izinkan Saya masuk.. Saya adalah salah satu tamu spesial bagi Tuan Furkan."

"Kau Siapa?" Sang Security berdiri tak bergeming di depan gerbang.

Semua yang akan masuk harus ada bukti jika mereka diundang ke Kediaman Keluarga Atagul pada acara Open House hari itu.

"Saya teman dekatnya Tuan Furkan."

"Teman dekat? Lalalu ku diundang tidak?"

"Saya sengaja ingin memberi suprise ke Tuan Furkan dan datang kemari dadakan."

Dilraba berusaha berargumen dengan sang Security terus menerus. Ia memohon agar sang Security mengijinkannya masuk.

"Pak... Saya mohon..."

"Nona, Anda lebih baik cepat pergi dari sini!" usir Sang Security.

Di saat Dilraba tengah putus asa.

Seseorang akan masuk ke dalam kediaman Rumah ATAGUL. Ternyata ada rombongan 3 mobil sekaligus yang datang.

Dilraba pun minggir dari gerbaqng karena memberi jalan mobil- mobil tersebut untuk bisa masuk.

Mobil pertama masuk, dilanjutkan seterusnya.

Lalu saatv mobil ketiga akan masuk. Pria yang menyetir mobil tersebut membuka jendela mobilnya dan memperhatikan Dilraba.

"Kau bukankah Dilraba?"

Dilraba mengenal Pria tersebut. "Tuan Yusuf?"

"Sedang apa Kau disini?"

"A... Aku mau masuk..."

"Ya sudah Ayo masuk!"

"Tapi Tuan Yusuf wanita ini..." Sang Security berusaha melarangnya.

"Pak, Dilraban ini teman dari Furkan Abi juga teman saya... Saya yang tanggung jawab jika terjadi apa- apa!" ujar Yusuf.

Sang Security pun tak berkutik.

"Ayo masul Dilraba!" ajak Yusuf.

Dilraba pun mengangguk senang.

Ia pun duduk di kursi depan di sebelah Yusuf.

"Terimakasi ya Tuan Yusuf!!"

"Sudah kubilang panggil saja Aku Yusuf jangan pakai Tuan!"

"Baiklah Yusuf."

"Kau datang kemari memangnya benar tanpa undangan Furkan Abi?" tanya Yusuf penasaran.

"Tidak!" jawab Dilraba tegas. "Namun aku ingin memberikannya kejutan. Aku ingin Keluarga Tuan Furkan tahu jika wanita yang dicintai oleh Tuan Furkan itu aku, bagaimanapun Tuan Furkan tak boleh menikah dengan wanita yang hanya sebatas dijodohkan saja." Ia tersenyum simpul penuh arti.

Yusuf pun telah memarkirkan mobilnya. Mereka keluar dari mobil dan masuk ke rumah yang lebih cocok disebut istana tersebut karena bentuknya memang seperti istana.

Ia pun masuk berdua dengan Yusuf.

Ini pertama kalinya Dilraba masuk ke rumah Furkan.

Batin Dilraba. Aku tak akan melepaskan Tuan Furkan, Dia adalah milikku. Aku akan menjadi seorang istri dari seorang miliarder, aku tak akan menyerah begitu saja.

Tak lama, mereka pun tiba di ruang tengah dari rumah yang sangat megah tersebut.

Sedang ada ramai- ramai.

Dilraba pun penasaran, Ia makin berjalan mendekat.

Betapa syoknya Dilraba ketika Ia berjalan medekat.

"Ti... Tidak mungkin..."

**