Raka berjalan mondar – mandir di dalam kamarnya kedua tangan terkepal lalu bertolak pingang setelah melepaskan kepalannya.
Raka benar – benar memikirkan apa yang di katakan oleh Adit saudara satu – satunya yang sangat mengerti dirinya.
"Apa yang harusaku lakukan? Aku tak mau kau dimiliki orang lain, Khana. Tapi disisi lain, aku juga takut kau akan marah padaku." Gumam Raka lalu mengusap wajahnya kasar.
"Apa yang harus aku lakukan…. Apa??" Raka duduk di tepi ranjang sambil menunduk.
"Hai sampai kapan kamu mau berdiam diri di kamar? Apa kau tahu hari ini kamu ada kunjungan di rumah sakit tempat Khana bekerja, kamu jangan jadi orang pengecut dengan tak berani mengatakan dirimu yang sebenarnya pada Khana." Ucap Adit yang entah kapan Ia datang kembali ke kamar Raka.
"Sesungguhnya aku takut jika Khana marah padaku, karena aku pergi tak memberi tahu nya dan juga tak berpamitan dengan nya." Ucap Raka dengan nada penuh penyesalan.
"TidakItu usah kamu ragukan tentang hal itu, Khana berhak untuk marah, memangnya kamu siapa datang dan pergi semaumu sendiri, seolah Khana adalah pelabuhan yang bisa kau datangi lalu kau tinggalkan semaumu sendiri."
"lalu?"
"Temuilah dia. Katakan kalau kamu mencintainya." Adit duduk di sisi ranjang yang lain.
"Tidak, kamu ingat apa yang di katakan oleh kakek waktu itu?"
"Mengenai apa? Jika Khana akan dalam bahaya jika bersama mu? Dan kau percaya begitu saja?"
"berarti kamu tidak mempercayai kakek?"
"Raka, kita tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi sampai kakek mengatakan akan hal itu."
"Lalu mengapa kamu tidak menanyakannya, Adit?"
Adit menarik nafas panjang, "Kamu tahu statusku di keluarga ini, apa mungkin aku mengajukan pertanyaan itu pada kakek?"
Raka menoleh pada saudaranya itu, Adit adalah anak tiri dari pamannya, walau tak pernah membedakan tapi rupanya Adit cukup tahu diri dengan statusnya.
"Kakek tidak pernah membedakan mu denganku, Dit."
Adit menoleh lalu tersenyum, "Aku tahu, namun aku harus tahu siapa diriku, dan juga aku harus menjaga kesopanan pada mereka."
"Dit…"
"Raka, kamu jangan khawatir, apapun yang terjadi kita akan tetap bersaudara selamanya. Aku tak akan meninggalkanmu, kecuali kamu tak memerlukan aku lagi." Ucap Adit membuat Raka lalu mendekati Adit dan memeluk saudaranya itu.
"Kau saudara sekaligus teman terbaik yang aku miliki, bagai mana aku bisa tak membutuhkanmu. Jangan pernah meninggalkan aku walau itu aku yang menyuruhnya, aku yakin pada saat itu aku sedang emosi dan tak mengerti dengan apa yang sebenarnya aku rasakan."
"Ya, kita akan selalu sama – sama, Raka. Lalu sekarang apa kamu mau ke rumah sakit, menghadiri acara pertemuan rutin dengan karyawan?"
Raka melepaskan pelukannya pada Adit, lalu kembali duduk di samping Adit dengan lesu.
"Tidak. Biarkan aku menjaganya dari jauh, aku tak ingin sesuatu hal pun terjadi padanya."
Lagi – lagi Adit hanya mampu menarik nafas panjang, lalu mengangguk menyetujui apa yang di kehendaki oleh sepupunya itu.
"Baiklah, biar Anton yang datang, kalau kamu tak datang maka aku tak boleh datang." Jawab Adit.
"bagai mana dengan perusahaan kita di Medan?" Tanya Raka
"Semua berjalan baik, kamu harus meninjau perusahaan kita yang ada di Riau."
"memangnya kenapa?"
"Kemarin sempat terjadi kendala karena pasokan semen datang sangat terlambat sehingga para pekerja proyek terkendala dalam pekerjaan mereka."
"Bagai mana itu bisa terjadi?"
"Entahlah, aku sedang menyelidikinya. Sepertinya ada yang berbuat curang, atau mungkin ada yang bertindak jahat pada kita."
Raka mengangguk, "Bisa jadi, kamu harus benar – benar menyelidikinya."
"Baiklah, aku telpon Anton dulu."
"Ok."
Raka terdiam hanya menatap Adit yang keluar dari kamarnya. Raka memang jarang menampakkan diri di kantor manapun, Ia hanya menyuruh Adit dan Anton untuk mewakilinya dalam berbagai pertemuan, kecuali meeting dengan klien yang memang membutuhkan kedatangannya secara khusus.
Bukan tanpa alasan Ia melakukan hal itu. Semua karena Khana, misteri yang menyelimuti permasalahan antara Keluarga Khana dengan keluarganya sendiri. Ayah Khana ditemukan tewas bersama dengan kedua orang tuanya, beberapa tahun lalu. Hal ini pula yang melatar belakangi mengapa Raka terus menyembunyikan identitasnya.
Adit kembali masuk ke dalam kamar Raka, ditangannya membawa sebuah laptop dan beberapa berkas kemudian duduk di sofa di ikuti oleh Raka.
"Kita saksikan saja jalannya acara di rumah sakit, siapa tahu kamu dapat melepaskan rindu pada Khana walau hanya menatap wajahnya." Ujar Adit sambil tersenyum kecil menatap saudara sepupunya itu.
Raka menarik nafas panjang, lalu memandang laptop yang baru saja di nyalakan oleh Adit. Muncullah situasi yang terjadi saat ini di rumah sakit. acara tahunan yang sering di adakan oleh managemen Rumah sakit dengan menghadirkan pejabat tinggi rumah sakit serta pemilik dan investor. Walau selalu saja tanpa Raka dan Adit, hanya Anton sang asisten setia yang datang mewakili keduanya.
"Mereka itu para staf baru kah? Aku baru melihat mereka?" Tanya Raka memperhatikan setiap wajah yang baru saja datang ke dalam ruang pertemuan itu.
Adit mengikuti pandangan Raka pada laptop lalu mengangguk, "IYa, termasuk Khana Ia salah satu dokter baru dan berprestasi di rumah sakit kita, juga rumah sakit sebelumnya." Ujar Adit.
Raka terdiam dan wajahnya berubah murah saat melihat kehadiran Khana ke ruang pertemuan bersama seorang dokter muda yang tampan. Wajah Khana yang terlihat segar dan sumringah saat berbicara dengan kawan sejawat itu sontak membuat Raka menjadi cemburu setengah mati.
Adit yang menyadari perubahan wajah Raka hanya terkikik kecil.
"Kamu cemburu? Rasakan itu yang akan kamu rasakan setiap hari jika kau terlalu lama menunda waktu bertemu dengan Khana?" Kata Adit.
Raka menoleh pada Adit yang masih membekap mulutnya, "Kau menertawakanku?" Tany Raka.
"Kepengecutanmu pantas di ketawakan, kalian bisa backstreet di belakang kakek dan semua orang, kenapa tidak coba kamu lakukan?" Tanya Adit lagi.
"bagai mana jika apa yang di katakan oleh Kakek itu semua benar jika aku bisa membahayakan Khana? Aku akan menyesal sepanjang hidupku jika sampai itu terjadi."
"Kita akan mencoba selidiki, tapi jangan pernah menjauh ataupun bersembunyi lagi dari Khana."
"Adit, apa menurutmu Khana akan menerima cinta dari laki – laki itu jika benar laki – laki itu mencintai Khana?" Tanya Raka.
"Mungkin saja, Khana single kenapa tidak? Laki – laki itu tampan dan kalau tidak salah laki – laki itu adalah dokter bedah di rumah sakit."
"Apa Khana mencintaiku?"
"Mungkin, kalau kamu tak berusaha mana mungkin dia akan mencintaimu, mana mungkin dia akan tahu jika kamu mencintainya?"
Raka terdiam, matanya menatap wajah Khana yang masih setia mengobrol dengan laki – laki yang ternyata dokter bedah di rumah sakit itu.
"Aku akan menemui Khana." Ucap Raka membuat Adit terkejut namun kemudian tersenyum dan mengangguk.