"Bagai mana Dit, apa kamu sudah berhasil menemukan titik terang?" Tanya Raka saat mereka berada di ruangan kantor Raka.
Adit mengeleng, "Sepertinya ini bukan persoalan yang biasa, kasus hilangnya kak Razi bisa tersimpan rapi hingga tak dapat di gali. Aku hanya dapat informasi jika kak Razi telah ditemukan beberapa tahun lalu dan saat ini kembali aktif lagi berdinas. Itu saja."
"Apa yang harus kita lakukan sekarang?"
Raka menyugar rambut tebalnya, Ia begitu penasaran dan juga di buat pusing dengan persoalan keluarganya yang berhubungan erat dengan keluarga gadis yang ia cintai, yaitu Khana.
"Kamu harus tetap menemui Khana, mungkin dengan begitu kita bisa lebih mudah menyelidiki, maksudku paling tidak kita sudah mendapatkan Khana, walau kamu harus berhati – hati tidak boleh sembarangan bergerak, aku yakin kakek tidak akan membiarkan kita berkeliaran begitu saja." Ucap Adit dengan wajah serius menatap Raka.
"Kamu tidak akan cemburu?" Goda Raka pada Adit. Raka tahu jika Adit masih menyimpan nama Khana di dalam hatinya namun saudaranya itu terlalu rapi dalam menyembunyikan perasaannya.
"Aku akan merebutnya dari mu jika sampai di terluka sedikit saja." Ucap Adit tegas.
Raka terkekeh, "OK. Aku tak akan membiarkan Khana terluka sedikit pun."
"Aku pegang janjimu, lalu sekarang bagai mana cara kita bertemu dengan Khana?"
Keduanya terdiam memikirkan dengan cermat cara terbaik bisa menemui Khana dengan aman.
"Aku tahu caranya!" Kata mereka berdua dengan kompak.
"Apa?" Tanya Raka.
"Kamu saja dulu."
"Aku akan menemui Khana di rumah sakit, seperti biasa aku akan menyelinap ke ruang kerja Khana untuk CCTV aku percayakan padamu."
Adit bersedekap dan tubuhnya I asandarkan pada kursi tepat dihadapan Raka yang hanya terhalang meja kaca tebal dan besar.
"Aku setuju, aku tadi hendak mengutarakan hal yang sama dengan mu, baiklah kapan kau akan menemui Khana aku akan atur seperti biasa."
"Bagai mana kalau nanati malam?"
"Percaya diri sekali kamu Ka? Memangnya kamu tahu nanti malam Ia dinas malam atau tidak?"
"Oya, cepat cari tahu kapan dia dinas malam."
"Hm."
Adit lalu segera merogoh ponselnya dan bertanya pada orang kepercayaannya yang bertugas di rumah sakit menanyakan tentang jadwal Khana dinas malam.
Beberapa saat kemudian Adit tersenyum lebar lalu mengirimkan jadwal Khana di rumah sakit ke ponsel Raka.
"Tebakanmu benar, Khana berdinas nanti malam."
"Apa akau bilang, Feeling ku selalu tepat." Ucap Raka sambil menepuk dadanya bangga.
"Oke Oke aku percaya."
*****
Khana terbaring nyaman di kamarnya hanya ponsel pintarnya yang menemani gadis itu berkirim kabar dengan teman sejawatnya atau dengan dua sahabat karibnya yaitu Alexa dan Ajeng.
"Na, kamu masih setia sama Raka?" Tanya Ajeng melalui sambungan ponsel pintar mereka.
"Maksud kamu? Aku ga pernah jadian sama Rak lho, masa sih aku setia."
"Tapi kamu sayang sama dia, Na. nyatanya kamu masih ngejomblo sampai sekarang, kenapa coba kalau bukan karena Raka, kamu masih ingat dia kan?" Tembak Ajeng tepat sasaran.
"Ya aku penasaran aja, selama ini dia pergi kemana, aku sama dia kan gede bareng, terus kita lama berpisah, lalu bertemu kemudian berpisah lagi tanpa kabar berita. Aku khawatir aja sama dia."
"Kamu khawatir sama Raka sampai bela – belain jadi dokter karena kamu tahu Raka sering sakit kan?"
"Kamu selalu tahu sih, jeng hahahahaa…"
"Aku ini sahabat kamu lho…"
"Siapa juga yang bilang kalo kamu itu babysitter aku.."
"Na, Bagai mana jika kamu bertemu dengan Raka dan juga Adit secara bersamaan?"
Khana nampak berpikir sejenak…
"Nah bingung kan?"
"Raka dan Adit mereka seolah tak bisa dipisahkan, Adit adalah saudara Raka, dan satu – satunya yang membuat Raka nyaman."
"Kamu masih ada rasa sama Adit?"
"Enggak lah.."
"Biasa aja dong jawabanya bu dokter, jangan ngegas gitu."
TOK
TOK
TOK
"Khana.." Panggil Bunda dari balik pintu kamar.
"Ya Bunda sebentar."
"Udah dulu ya Jeng, Bunda manggil."
"Ok, sampai ketemu hari minggu nanti."
"Inshaallah.."
"Assalamualaikum, Na."
"Waalaikumsalam."
Khana segera merapikan rambut panjangnya kemudian menyambar jilbab instant yang tergeletak diatas kursi depan meja rias.
"Ya Bun, ada apa?" Tanya Khana setelah membuka pintu kamar dan terlihat wanita yang melahirkannya sedang tersenyum padanya.
"Temani bunda belanja Yuk, stok di dapur sudah habis."
"Ow, Ok. Khana ganti baju dulu ya Bunda."
"Ya, Bunda tunggu di depan."
Khana segera masuk kembali ke dalam kamarnya, mengganti baju tidurnya dengan kaos putih panjang hingga pertengahan paha, dan celana levis panjang dan tak lupa jilbab instant yang terlihat santai namun nampak cantik di pakai oleh Khana.
"Ayo Bunda."
"Kamu yang bawa mobil ya, Pak Tarno kan lagi antar kakak kamu pulang ke rumah dinas nya."
"Ok."
Kedua wanita berhijab itu segera masuk ke dalam mobil dan Khana pun segera melajukan mobilnya menuju ke mall yang tak begitu jauh dari rumahnya.
"Yuk kita turun Bun. Khana sekalian belanja deh bun, keperluan Khana."
"Ya, sekalian belanjaan bunda bayarin ya…"
"Iya bunda sayang…. Apa sih yang enggak buat bunda."
"Bunda bercanda Lho, Uang bunda masih banyak kok."
"Ga papa bun, Uang bunda simpan aja. Khana habis gajian."
"Alhamdulilah, padahal beneran lho, bunda tadi Cuma becanda."
"Ga apa – apa Bunda."
Keduanya berjalan beriringan berjalan menuju ke supermarket yang ada di dalam area mall, Khana mengambil trolly belanja lalu segera saja mengisi trolly nya dengan belanjaan miliknya beserta sang bunda.
"Na.."
"Ya Bun."
"Perasaan Bunda barusan melihat Raka deh." Ucap Bunda sambil clingak clinguk mencari sosok yang mirip dengan tetangga yang sudah seperti saudara itu di masa lalu.
"Ah! Itu perasaan bunda aja kali bun."
"Beneran lho Na…"
"Bunda terlalu kangen sama Raka."
"Begitu ya,"
"Iya kali, sudah lah bun ayo kita belanja lagi."
Dengan langkah enggan Bunda masih melihat ke segala sisi mencari sosok yang Ia harapkan akan benar muncul di hadapannya.
'Aku salah kenapa dulu ga cerita terus terang pada Raka.' Batin Bunda lalu kembali mengambil barang – barang dari dalam rak dan di masukkan ke dalam trolly yang di dorong oleh Khana.
'Maafin Raka bun, Raka kangen sama bunda… Tunggu waktu yang tepat bun, Raka pasti akan menemui Bunda.' Batin Raka yang masih bersembunyi di balik Rak yang berjajar rapi di swalayan.
"Ka,"
"Bunda Dit."
"Aku juga lihat, kita balik kantor yuk… aku takut anak buah kakek ngikutin kita, nanti di kira kita sengaja mau ketemu mereka." Ujar Adit sambil menyentuh pundak Raka. Sedangkan tatapan raka masih saja tertuju pada dua sosok perempuan yang sangat Ia sayang.
"Ok." Jawab Raka, lalu keduanya dengan santai melangkah hendak meninggalkan supermarket milik kakek yang sengaja mereke kunjungi untuk memastikan secara langsung keadaan supermarket, tapi justru secara tidak sengaja bertemu dengan orang yang sangat mereka rindukan.
"Adit, Raka!"