Chereads / From the pass / Chapter 11 - Pertemuan Raka dan Khana

Chapter 11 - Pertemuan Raka dan Khana

"Khana.."

Khana yang baru saja masuk ke dalam ruang istirahatnya tersentak kaget saat mendengar seseorang memanggil namanya, dan Ia mencoba mengingat suara itu. Suara yang Ia rindukan. Kedua mata Khana mengedar keseluruh penjuru ruangan, lalu berhenti pada sosok yang tengah berbaring miring di atas ranjang yang selalu ia gunakan untuk istirahat.

Kedua matanya terkunci pada sosok tampan yang sedang bangun dari posisinya, lalu duduk di atas tempat tidur dan merentangkan tangannya menghadap Khana.

"Raka." Khana menyebut nama yang selalu tersimpan di dalam hatinya, laki – laki yang tiba – tiba saja pergi dari hadapannya tanpa kabar apapun dan tanpa penjelasan apapun.

Raka tersenyum bahkan Ia mati – matian menahan air matanya untuk tidak menetes.

"kemarilah."

Bak terkena sihir, Khana berjalan mendekat pada Raka lalu masuk ke dalam pelukan laki – laki itu.

"Ini benar – benar kamu kan? Aku ga mimpi kan?" Ucap Khana dengan suara bergetar lalu air matanya menetes dan mulai membasahi kemeja yang di gunakan oleh Raka.

Raka tersenyum, walau air matanya pun sama tak bisa lagi Ia bendung.

"Iya, ini aku Khana. Maaf aku meninggalkanmu."

"Kamu jahat, Ka. Kamu kemana aja. Aku kangen."

Raka mengeratkan pelukannya pada Khana, "Maaf."

"Aku juga kangen sama kamu."

Khana mengurai pelukannya, kedua matanya bertatapan dengan mata indah milik Raka yang ternyata sama – sama mengalirkan Kristal bening melalui sudut matanya.

"Cengeng." Kata Khana lalu mengusap sisa air mata mata, Begitu dengan pemuda itu yang telah lebih dulu mengusap lembut sisa air mata di kedua pipi gadis yang bertahta di hatinya.

"Aku sayang sama kamu, Na." Ucap Raka tiba – tiba.

Khana tersenyum kecil, "Kamu apa – apa in sih Ka."

"Maaf karena telah pergi meninggalkanmu, tapi memang kata – kata itu yang selalu ingin aku ucapkan padamu. Aku takut waktu ku habis sebelum aku sempat mengucapkan kata – kata itu."

"Kamu ngomong apa sih Ka?"

"Berjanjilah padaku, apapun yang terjadi kamu hanya akan percaya padaku." Raka membingkai wajah Khana dan mengunci tatapan Khana agar hanya terpusat padanya saja.

"Aku ga ngerti deh, kamu datang – datang setelah bertahun – tahun langsung ngomong gitu."

"Pokoknya kamu dengar kataku. Oya Apa bunda baik – baik saja?"

Raka mencoba mengalihkan pikiran Khana supaya tak lagi memikirkan apa yang tadi Ia katakan.

"Bunda baik. Kamu kemana aja sih, Ka? Bunda ikut nyariin tau ga?" Raka mengangkat tubuh Khana supaya bisa duduk di sampingnya.

"Aku ga kemana – mana, hampir setiap hari aku melihatmu, baik di kampus atau pun di rumah sakit, tadinya aku mengira kamu akan benci sama aku karena aku telah meninggalkanmu begitu saja, tapi nyatanya aku justru membuatmu menangis. Maafkan aku."

"Terus kenapa kamu ga nemuin aku? Kamu jahat ih!"

"Ya Allah Khana sayang, sekali lagi aku minta maaf, tapi ada sesuatu hal yang membuat aku harus menjauh dari mu." Ucap Raka sambil membelai kepala Khana yang tertutup jilbab berwarna putih.

"Tapi kenapa?"

"Alum bisa menceritakan sama kamu sekarang, kita tunggu Adit datang ya."

"Adit?" Wajah Khana terlihat terkejut, bagai mana bisa Ia bertemu dengan mantan pacarnya yang super nyebelin gitu main putusin aja tanpa ada masalah di antara mereka.

"Kenapa?"

Khana mengeleng.

"Kamu masih ada rasa sama Adit?" Tanya Raka dengan lembut walau ada rasa cemburu saat Ia mengatakan itu pada Khana.

Khana mengeleng, "Dia sudah menjadi masa lalu."

"Tapi kamu tak pernah berpacaran lagi setelah kamu putus dari Adit."

Khana menatap wajah tampan Raka lekat. "Karena kamu meninggalkan aku."

Raka menunduk, sejak kecil Raka selalu mengatakan pada Khana jika Ia akan menikahi gadis itu, bahwa dia satu – satunya yang akan Ia jadikan kekasih.

"Maaf, aku tak akan meninggalkanmu lagi."

"Janji?" Khana mengarahkan satu kelingkingnya di hadapan Raka, tanpa ragu Raka menautkan kelingking mereka dengan senyuman yang mengembang.

"Aku janji."

Tok

Tok

Tok

"Siapa?" Tanya Khana lalu berjalan kea rah pintu sedangkan Raka telah bersiap bersembunyi di belakang tirai yang menutupi ranjang yang mereka duduki.

"Ini aku, Adit."

Khana menatap Raka, setelah Raka mengangguk Ia lalu berjalan ke arah pintu dan segera membukanya.

"Adit."

"Hai Na.." Sapa Adit cangung pada mantan kekasihnya ini.

"Kenapa baru datang?" Raka menegur Adit yang hanya cengegesan lalu mendekat pada Raka yang duduk di atas ranjang kecil. Sedangkan Khana lalu menutup rapat pintu ruangannya.

"Maaf, aku harus menyelesaikan sesuatu lebih dulu." Jawab Adit lalu pandangannya beralih pada Khana yang kini duduk di kursi kerjanya.

"Kamu apa kabar, Na?" Tanya Adit yang benar – benar merasa cangung saat ini, jujur di hatinya Ia masih menyimpan rasa untuk gadis yang juga di cintai oleh sepupunya itu.

"Alhamdulilah baik, jadi kalian?"

"Adit sepupuku." Jawab Raka.

"Se_pupu?"

Keduanya mengangguk, "Iya, maaf aku baru memberi tahumu."

"Aku kira kalian selama ini hanya teman, dan kata sepupu hanya bercandaan saja, habisnya kalian ga ada mirip – mirip nya."

Raka dan Adit saling bertatapan, "Memang bukan sepupu kandung."

"Aku tak mengerti."

"Adit itu anak tiri dan Om ku." Jawab Raka.

"Oh!"

"Ya begitulah."

"Tadi kamu bilang mau cerita sama aku kalau Adit sudah datang. Mau cerita apa?"

Lagi – lagi Raka dan Adit saling menoleh dan bertatapan. Mereka sebenarnya bingung harusmenceritakan dari mana, karena semua ini masih begitu rumit dan minim informasi pendukung.

"Na, bagai mana jika ayahmu masih hidup?" Tanya Raka.

Khana menyatukan kedua alisnya tak mengerti mengapa tiba – tiba mereka mengatakan itu padanya.

"Apa – apain sih kamu, Ka? Aku lihat sendiri mayat ayahku di dalam peti mati, lalu di masukkan ke dalam kuburan. Bagai mana dia masih bisa hidup? Kalian mengada – ada deh." Dada Khana berdetak kencang, Ia melihat sendiri mayat ayah nya di dalam peti mati, lalu bagai mana sekarang mereka bisa mengatakan bahwa ayahnya masih hidup?'

"Kan hanya seandainya, Na. Aku dilarang kakek menemuimu selama ini, karena Ia takut membahayakan nyawamu dan Bunda."

Khana memijit pelipisnya yang mulai penig. Apa lagi ini? Khana tak henti – hentinya berpikir tentang apa yang sebenarnya terjadi.

"Sekarang coba katakan padaku, apa penyebab ayahmu meninggal?" Tanya Raka yang lagi – lagi membuat Khana pusing memikirkannya.

"Mereka mengatakan jika penyakit jantung ayahku kambuh."

"Dan kamu sudah cek? Apa kamu percaya? Apa ayah mu selama ini punya sakit jantung?"

Khana menunduk lalu menunduk menopang kepalanya yang mulai berdenyut, lalu mengingat saat serah terima jenazah ayahnya.

"Sayangnya aku tak memeriksa hal itu, hanya Bunda yang melihat hasil rekam medis ayah, serta lapaoran kematiannya."

"Tunggu! Aku ingat sesuatu."