Menantu yang buruk rupa ini pada akhirnya harus menemui mertuanya. Walaupun Qu Tan'er sangat jauh dari kata jelek, tapi dia cukup gelisah. Apa nanti dia harus diguyur air
"Cheng'er (panggilan untuk Pangeran Kedelapan) sudah datang." Di halaman Istana Yi Lan telah duduk seorang wanita yang cantik parasnya. Wanita itu sepertinya telah duduk cukup lama untuk menunggu kedatangan Mo Liancheng dan Qu Tan'er.
"Saya memberi hormat kepada Ibunda." ucap Mo Liancheng memberi hormat pada ibunya. Dia melangkah masuk dan melemparkan senyum tipis kepada Selir Lan.
"Saya Tan'er, memberi hormat kepada Ibunda." tutur Qu Tan'er yang ikut memberi hormat dengan menekuk sedikit lututnya. Dia menyapa wanita itu dengan cara yang pernah diajarkan oleh Jingxin dulu. Dia tidak heran jika wanita dengan kecantikan yang luar biasa seperti Selir Lan mampu melahirkan pria setampan Mo Liancheng.
"Ya, akhirnya kamu datang juga. Duduklah, ayo kita mengobrol. Cheng'er juga sudah lama sekali tidak datang menjenguk, sampai-sampai ibu sakit karena rindu." kata Selir Lan sambil tersenyum lembut dan tampak baik hati, dia tidak terlihat galak sedikitpun.
"Meskipun saya tidak datang menjenguk, Ibunda tetap melewati hari-hari dengan baik, kan?" tanya Mo Liancheng sambil tersenyum, dengan pelan mengibaskan jubahnya dan duduk. Hubungan Mo Liancheng dan Selir Lan terlihat harmonis, namun pada saat bersamaan ada perasaan aneh yang janggal.
"Lihat anak ini, ucapanmu terdengar seolah ibunda tidak mempedulikan kamu saja." ujar Selir Lan yang menatap Mo Liancheng tidak setuju. Pandangannya kemudian diarahkan ke Qu Tan'er. Dia kemudian tersenyum, lalu berkata, "Benar tidak, Tan'er? Ayo duduk di sini. Jangan berdiri terus. Sejak menikah dengan Pangeran Kedelapan, sampai sekarang saya belum sempat melihat wajahmu dengan jelas."
"Baik." Qu Tan'er menganggukkan kepalanya lalu duduk dengan anggun di sebelah kiri Selir Lan. Kebiasaan jeleknya ternyata memang belum berubah. Tapi dia berhasil duduk tanpa mengangkat gaun dan tersenyum tanpa memperlihatkan gigi. Kedua tangannya pun terletak manis di atas paha, lalu kepalanya ditundukkan sedikit. Raut wajah gadis itu seolah menunjukkan, 'Saya sedang menunggu instruksi.'
"Angkat kepalamu, saya ingin melihat wajahmu." pinta Selir Lan
"Baik."
"Hmm, kamu sungguh cantik. Wajahmu sangat manis dan enak dipandang. Setelah menikah dan masuk ke kediaman Pangeran Kedelapan, kamu harus ingat bahwa tempat tinggalmu sekarang tidak seperti rumahmu yang dulu. Segala hal harus dilakukan dengan ekstra hati-hati, kamu mengerti kan?"
"Baik, Tan'er akan mengingat ajaran Ibunda."
"Cheng'er punya banyak gundik dan selir, saking banyaknya, saya bahkan tidak tahu dengan jelas jumlah sebenarnya. Punya banyak istri merupakan hal yang wajar, namun kamu harus berhubungan baik dengan wanita-wanita itu, jangan sampai ada masalah ya."
"Baik, Tan'er mengerti." ucap Qu Tan'er. Dia mendengarkan setiap perkataan Selir Lan dengan serius. Tidak peduli apa yang dikatakan Selir Lan, jawabannya pasti mengandung kata "baik".
"Gelang giok ini adalah pemberian ibu kandung saya saat saya masuk istana. Sekarang gelang ini saya hadiahkan padamu. Mulai sekarang, kamu adalah istri Cheng'er. Saat masih hidup kamu adalah orang kediaman Pangeran Kedelapan, sampai mati bahkan jadi hantu pun kamu tetap orang kediaman Pangeran Kedelapan. Hal tersebut merupakan kenyataan yang mutlak dan tidak bisa dihindari." Selir Lan kemudian menarik tangan kecil Tan'er dan menyerahkan gelang giok turun temurun itu.
"Tidak..." Qu Tan'er terkejut dan bermaksud ingin menolak pemberian Selir Lan.
"Apanya yang tidak? Kamu adalah menantu saya, memberikan gelang seperti ini adalah hal yang biasa. Pakailah." tutur Selir Lan. Tanpa mempedulikan respon Qu Tan'er, dia memaksa memakaikan gelang giok itu ke tangan gadis itu.
"Terima kasih, Ibunda." kata Qu Tan'er sembali melihat gelang giok di tangannya. Sekilas wajahnya menyiratkan ekspresi tidak senang. Sebenarnya dia ingin menolak karena menggunakan perhiasan seperti ini, meskipun tidak berat, namun membuat hatinya tertekan… sangat tertekan setengah mati.
Apa maksudnya saat hidup aku adalah orang kediaman Pangeran Kedelapan, saat mati pun bahkan menjadi hantu selamanya adalah orang kediaman Pangeran Kedelapan? Perkataan Selir Lan tersebut cukup sadis dan juga cukup kejam. Apakah ucapannya merupakan sebuah peringatan? Apa yang sebenarnya ingin dikatakan Selir Lan kepada diriku? pikir Qu Tan'er dalam benaknya.