"Ternyata Tuan Mo. Apa Tuan bisa membantuku? Jika hari ini Tuan membantuku, lain kali aku pasti membalas budimu." kata Qu Tan'er sambil melihatnya dengan tatapan memohon, dia berbicara dengan nada lambat, seakan-akan sedang tidak terburu-buru. Padahal, saat ini dia sedang sangat terburu-buru. Jika Qu Tan'er tetap terjebak di sini, dia tidak perlu khawatir akan hidup atau mati setelah melompat. Namun, saat ini yang perlu dikhawatirkannya adalah apakah dia akan mati di dalam halaman rumah atau tidak.
"Jadi, masalah apa yang sangat penting?" ucap Mo Liancheng sembari tertawa pelan.
"Sebenarnya bukan masalah besar, hanya saja…"
"Kalau bukan masalah besar, maaf ya… aku tidak bisa membantu." kata Mo Liancheng lalu berbalik.
"Bukan, itu... hei kamu, tunggu…!" kata Qu Tan'er yang tegang, hampir saja dia mengeluarkan kata-kata kasar. Namun, dia menyadari keadaan genting yang tengah dihadapinya, jadi sebesar apapun amarahnya, dia harus menahan diri. Pria ini sudah sepantasnya mati! Apa matanya sudah buta? Apa dia tidak melihat kalau ada seorang gadis cantik sedang terjebak di atas tembok? batinnya.
Dengan cepat Qu Tan'er berkata, "Aku sudah cukup lama terjebak di atas tembok ini, apakah Tuan dapat membantuku untuk turun? Jika Tuan bisa membantuku, aku akan sangat berterima kasih."
"Tidak bisa."
"Kenapa?" tanya Qu Tan'er dengan nada tertegun.
"Pria dan wanita tidak boleh bersentuhan."
"Saat ini kan tidak ada orang, Tuan tidak perlu khawatir." kata Qu Tan'er. Sial, ternyata pria ini menyebalkan. Kalau dia masih tidak mau menolong, aku akan melompat dan menimpa pria itu sampai mati! batinnya.
Namun dilihat dari sikapnya, pria itu tampak sama seperti dirinya, lalu benar dugaan Qu Tan'er, pria ini hanya berpura-pura. Dia kembali menegaskan dugaannya saat melihat pria itu pada pandangan pertama.
"Hal ini melawan hati nuraniku." ujar Mo Liancheng sambil melipat kedua lengannya di depan dadanya. Dia seperti sedang melihat atraksi dan tidak berniat menolong.
"Kamu…" Hati nurani kepalamu, idiot, gumam Qu Tan'er dalam hati.
Tiba-tiba terdengar suara pelayan berkata, "Nona Keempat menghilang. Cepat… cepat cari Nona Keempat."
Qu Tan'er yang belum sempat membalas perkataan pria itu, tiba-tiba mendengar begitu banyak langkah kaki di belakangnya. Ditambah lagi, teriakan riuh para pelayan yang membuat dirinya semakin tegang. Dengan panik dia melihat Mo Liancheng, "Anu, tolong..." katanya.
"Ah! Nona keempat ada di sini! Semuanya cepat kemari, nona berusaha untuk melarikan diri lagi!" Teriak seorang pelayan melihat Qu Tan'er dan segera memanggil para pelayan yang lain.
"Sialan, orang-orang ini…" kata Qu Tan'er mengutuk dengan suara pelan. Dia mengalihkan pandangan pada Mo Liancheng, menatapnya bingung dan dengan suara lirih dia berkata, "Aku akan melompat ke bawah, tolong tangkap aku ya Tuan, agar…"
"Mengapa aku harus menangkapmu?"
"Eh?" Kalimat tersebut membuat Qu Tan'er tertegun.
Qu Tan'er tahu jelas, kalau pria tersebut tidak memiliki keharusan untuk menangkapnya. Tapi, dasar brengsek, dia adalah seorang pria dan aku adalah seorang gadis cantik! Pria normal mana yang tega melihat wanita cantik terjatuh dari atas tembok tinggi? batinnya.
Akhirnya... Qu Tan'er mempertaruhkan hidupnya! Dia menggertakkan gigi dan memperlihatkan sisi kewanitaannya sambil bersiap-siap melompat. "Tuan Mo tunggulah! Tolong tangkap aku dulu…" katanya.
"Tangkap…" Mo Liancheng belum selesai berbicara, namun Qu Tan'er sudah nekat melompat.
Hanya dalam sekejap mata, tanpa ragu sedikitpun Qu Tan'er mencari pijakan. Gerakannya begitu sempurna, seolah-olah dia sudah terlatih melakukan hal itu. Namun perkiraannya pada orang yang akan menangkapnya ternyata salah.
Sayang sekali… Nasi telah menjadi bubur.
Brak!
Qu Tan'er terjatuh kesakitan, dia meringkuk di tanah dan mulutnya pun penuh dengan tanah. Gadis itu tidak bisa bangun, bahkan dia tidak dapat berkata apa-apa lagi…. Karena saat Qu Tan'er melompat, Mo Liancheng justru sengaja menghindar ke samping.