Suasana hati Qu Tan'er awalnya baik-baik saja saat tidak membahas Mo Liancheng. Tapi sekali membahas pria itu, emosinya langsung naik. Sejak hari pertama Qu Tan'er berpetualang dari masa depan ke masa kerajaan Dong Yue, baru kali ini dia bertemu dengan pria seperti Mo Liancheng. Dia berpikir, bukannya para pria harus bersikap jantan? Meskipun tidak memiliki sopan santun, mereka pasti bisa menjadi sedikit lembut jika melihat wanita secantik dirinya. Tapi Mo Liancheng malah menghindar ke samping dan sengaja membuatnya terjatuh. Parahnya lagi, Mo Liancheng bahkan tidak membantunya berdiri. Sungguh sulit dipercaya.
Jingxin yang baru kembali dari luar dan bertanya, "Nona mencoba kabur lagi?"
"Kalau bisa kabur, aku akan kabur. Aku tidak bisa tinggal di sini selamanya."
"Tapi, Anda bilang Pangeran Kedelapan…"
"Justru karena Pangeran datang, Nyonya Besar tidak akan mengawasiku dengan ketat. Sayang sekali kalau kesempatan emas itu tidak digunakan."
"Apa Nona sudah bertemu dengan Pangeran Kedelapan?"
"Sudah." kata Qu Tan'er sambil menganggukkan kepalanya.
"Bagaimana wajahnya?" tanya Jingxin sambil menatap Qu Tan'er lekat-lekat, dia tidak yakin dengan apa yang dikatakan nonanya.
"Wajahnya? Hmm… Biar aku pikirkan sebentar. Dia memiliki sepasang mata, hidung dan mulut seperti manusia biasa." ujar Qu Tan'er dengan malas-malasan. Sebenarnya, hari ini dia tidak melihat Pangeran Kedelapan sama sekali. Lagi pula, masih banyak kesempatan untuk melihat wajahnya, jadi tidak ada yang perlu dikhawatirkan.
"Nona, Anda…"
"Kalau kamu penasaran, tanya saja orangnya sendiri."
Saat itu, seorang gadis muda berpakaian warna ungu masuk ke dalam tempat tinggal Qu Tan'er, wajahnya cantik dan penampilannya sangat elegan. Dia tertawa seakan-akan tahu apa yang sedang dibicarakan Qu Tan'er dan Jingxin.
"Huh? Yuela, hanya kamu yang bisa mengerti perasaanku." kata Qu Tan'er sambil menghela napas lega.
Su Yuela adalah teman pertama Qu Tan'er dalam dua tahun ini. Pernah suatu kali saat dia gagal melarikan diri, Su Yuela lah yang menyelamatkannya. Sedangkan Jingxin adalah pelayannya dari kecil, hubungan mereka sudah dekat seperti kakak adik.
"Kabarnya, Tuan Qu sedang mempersiapkan pernikahan kalian." ujar Su Yuela.
"Ya sudahlah, aku akan menikah saja dulu, lalu tinggal mencari cara untuk melarikan diri." kata Qu Tan'er mulai terlihat murung. Dia teringat percakapannya dengan si tua Qu pada suatu malam, ayahnya dengan sangat jelas menjadikan Qu Tan'er sebagai bidak catur. Setelah dipikirkan, jika wajahnya tidak cantik bagaikan dewi, anak selir seperti dirinya tidak mungkin bisa dinikahkan dengan seorang pangeran.
Su Yuela duduk di kursi sebelah Qu Tan'er dan melanjutkan perkataannya dengan wajah serius. "Tan'er, di kediaman Qu saja kamu tidak bisa melarikan diri, apalagi di kediaman pangeran? Jangankan kabur, setiap perkataan dan perbuatanmu saja akan selalu diawasi. Kecuali kalau Pangeran Kedelapan menceraikanmu, kalau tidak…"
"Terima kasih." kata Qu Tan'er, namun dia sama sekali tidak mendengarkan perkataan Su Yuela dengan serius. Namun saat di kalimat terakhir, dia mendengar kata 'cerai' dengan sangat jelas. Dan lagi... Hmm, menceraikannya? Ide yang cukup bagus! batinnya.
"Tan'er… Kenapa kamu harus kabur sih? Kamu tahu tidak, berapa banyak wanita yang bermimpi untuk menjadi istri pangeran? Kamu tidak perlu takut pada siapapun lagi jika punya status tinggi. Sampai saat itu…"
Namun, Qu Tan'er langsung memotong perkataan Su Yuela, "Sudahlah Yuela. Kehidupan yang tenang dan damai, itu baru bisa dinamakan hidup. Lagi pula, para wanita di istana harus bersaing satu sama lain dan saling memperebutkan suami, apa hidup seperti itu tidak melelahkan?"