Binar melangkah memasuki kamar yang pengap itu. Tidak banyak cahaya yang menyinari, langkahnya terhenti tatkala melihat pria yang selalu memperlihatkan kelembutannya. Namun, sesekali selalu berbuat kasar padanya.
Akan tetapi, dia tidak bisa membenci Adnan meski sudah diperlakukan buruk olehnya. Binar sangat yakin jika Adnan bukanlah pria yang jahat.
"Apa yang terjadi padamu?" tanya Binar pada Adnan lalu Binar bertanya pada Candra dan Alan, "mengapa kalian mengikatnya?!"
Tidak ada dari mereka yang mau menjawab, rasa iba mulai tumbuh. Dia tidak tega melihat Adnan seperti ini, sebenarnya apa yang sudah terjadi padanya.
"Bawa dia keluar? Mengapa kau membawanya kemari, Candra?! Bukankah sudah kuperintahkan untuk tidak membawanya kemari!" Adnan berteriak setelah melihat Binar.
Adnan tidak suka jika Binar melihatnya dengan sorotan yang penuh rasa iba. Itu akan membuat dirinya semakin terlihat buruk di matanya dan membuatnya semakin ingin pergi dengan pria lain.
"Pergi! Cepat tinggalkan aku!!" pekik Adnan yang membuat setiap bulu kuduk berdiri.
Aura yang terpancar dari Adnan begitu kuat, serasa ingin menghabisi siapa saja yang ada di dekatnya.
Pekik Adnan semakin menjadi, itu membuat Alan memutuskan untuk memberinya obat penenang. Dia menyuruh Candra untuk membawa Binar keluar agar Adnan bisa beristirahat.
"Mari, Nona ikuti saya," ucap Candra sembari mempersilakan Binar untuk mengikutinya.
Binar tidak bisa berkata apa-apa untuk saat ini karena dia harus mengetahui dengan pasti apa yang sudah terjadi pada Adnan.
Candra melihat Binar yang tidak banyak bicara, dia beranggap pasti Binar merasa syok dengan apa yang baru saja dilihatnya. Sosok Adnan yang begitu menyedihkan.
Langkah kaki Candra terhenti tepat di sebuah ruangan. Di bukanya ruangan tersebut lalu dia mempersilakan Binar untuk masuk.
Binar memasuki sebuah ruangan, ini adalah kamar yang sangat berbeda dengan kamar yang digunakan oleh Adnan. Kamar yang penuh dengan cahaya dan tidak menimbulkan pengap.
"Nona, bisa beristirahat terlebih dahulu, jika Nona membutuhkan sesuatu beritahukan pada saya." Candra berkata dan menunggu jawaban dari Binar.
"Aku ingin tahu semuanya! Apa yang terjadi padanya? Mengapa kalian mengikatnya? Mengapa kamarnya begitu gelap? Mengapa kalian menguncinya dari luar?!" pertanyaan Binar bertubi-tubi dilayangkan pada Candra.
"It_," Sebelum Candra mengaktakan itu, Alan tiba di depan pintu.
"Aku akan ceritakan semuanya setelah makan malam dan sekarang lebih baik Nona beristirahat saja," ucap Alan sembari memanggil Candra untuk ikut dengannya.
Pintu kamarnya tertutup, Binar benar-benar butuh sebuah jawaban yang ada dalam hatinya. Dia sangat ingin tahu mengapa Adnan menjadi seperti ini.
Begitu menderitanya Adnan selama ini, mengapa dia tidak pernah mengatakan semuanya. Mengapa Adnan merahasiakan apa yang sudah terjadi padanya.
Apakah ini salah satu alasan yang dikatakan oleh Marcello jika Adnan bukan pria yang baik. Pikiran Binar kembali memikirkan semua perkataan Marcello.
Namun, dia menghempaskan semua itu, dia tidak akan terbawa oleh bujuk rayu Marcello. Sekarang yang harus dilakukan adalah mengetahui dengan pasti apa yang sudah terjadi pada Adnan.
Ponsel Binar berdering, dia mengambil ponselnya dari dalam tas. Melihat dari layar ponsel siapa yang menghubunginya. Tertera nama Arganta, dia langsung mengajar telepon.
Binar mengatakan maaf tidak bisa menemuinya karena ada hal yang harus diselesaikan. Dia pun menyuruh Arganta untuk tinggal di rumahnya.
Arganta pun tidak mempermasalahkan itu, dia yakin kakaknya memiliki hal yang sangat penting. Sehingga dia tidak menyuruh Binar untuk cepat-cepat menemuinya.
Mendengar apa yang diucapkan oleh Arganta, hati Binar merasa lega. Dia merasa bersyukur memiliki seorang adik yang begitu sangat mengerti akan dirinya dan tidak terlalu menuntut.
Arganta memutuskan sambungan teleponnya, dia memilih untuk beristirahat juga. Karena tubuhnya sudah merasa sangat lelah setelah penerbangan dari Indonesia ke Korea lalu dia melakukan perjalanan ke Jeju.
***
Makan malam pun sudah tiba, seorang pelayan diperintahkan oleh Alan untuk memanggil Binar di dalam kamarnya. Binar segera berjalan mengikuti langkah pelayan tersebut.
Terlihat di sebuah ruang makan, sudah tertata rapi meja dan kursi yang terlihat penuh dengan sejarah. Di sana sudah terlihat Candra dan juga Alan.
Candra membukakan kursi seraya menyuruh Binar untuk duduk di atasnya. Binar pun duduk lalu melihat di atas meja sudah tertata dengan rapi setiap menu makanan dan minuman.
Alan duduk tepat di seberang Binar, sedangkan Candra masih berdiri tegap di belakangnya. Dengan maksud untuk memberikan pelayanan pada nonanya.
"Duduklah, Candra!" perintah Binar.
"Tidak mengapa, Nona." Dia menjawab dengan penuh hormat.
Binar tahu jika Candra tidak akan menuruti perintahnya. Namun, dia tidak ingin mendengar sekali lagi Candra menolak perintahnya, lagi pula ini hanya duduk untuk menyantap makan malam saja.
"Duduk perintahku!" Binar kembali berkata dengan penekanan.
"Duduklah, dia bukan wanita yang gila akan kehormatan!" sambung Alan.
Alan merasa apa yang menjadi pilihan Adnan sudah tepat yaitu memilih Binar sebagai istrinya. Karena bisa terlihat sangat jelas jika Binar bukan wanita sembarangan. Dia memiliki karakter yang sangat kuat. Sekaligus pembangkang.
Sebab Alan tahu jika Binar beberapa kali pernah tidak menuruti perintah Adnan. Sehingga menimbulkan para musuh menyerangnya.
Candra menghela napasnya, dia tidak akan bisa membantahnya lagi. Dia pun akhirnya duduk tepat di sebelah Alan. Binar melihat kedua pria itu di hadapannya.
"Kita mulai saja makan malamnya," Binar berkata pada semua yang ada di ruang makan.
Binar sudah tidak sabar ingin segera menyelesaikan makan malam kali ini. Dia ingin mendengar penjelasan semuanya tentang Adnan.
Makan malam pun dimulai, tidak ada yang bicara saat makan malam. Mungkin ini semua sudah terbiasa dengan apa yang dilakukan oleh Adnan jika sedang makan malam.
Binar merasa jika makanan yang ada di hadapannya itu tidak membuatnya ingin menyantapnya. Dia masih saja terpikirkan oleh Adnan apakah sudah makan atau belum.
Namun, dia kembali berpikir mana mungkin Alan atau Candra tidak memberinya makan. Makan malam pun sudah selesai, Alan mengajak Binar menuju ruang santai.
Mereka sudah duduk di atas sofa, Binar sudah siap dengan hatinya untuk semua cerita yang akan di katakan oleh Alan.
"Kamu pasti sudah tahu sedikit cerita Adnan dari Candra, bukan?" Alan bertanya untuk memulai pembicaraan.
"Iya. Aku sudah tahu tetapi aku tidak menyangka akan melihat semua ini," jawab Binar.
"Aku dan Candra adalah teman sekaligus sahabat Adnan sedari kecil. Aku tahu dengan pasti perjalanan hidupnya," sambung Alan.
"Katakan semuanya padaku? Apa yang sudah terjadi hingga Adnan menjadi seperti ini?!" timpal Binar yang tidak mau berbasa-basi lagi.
"Sebenarnya yang harus mengatakan semua ini adalah Adnan tetapi kamu bisa lihat sendiri bagaimana keadaannya," kata Alan sembari menyandarkan tubuhnya.
Binar tidak berkata lagi yang dia inginkan adalah semua ceritanya. Alan pun mulai menceritakan semuanya sedari awal. Pertama kali dia bertemu dengan Adnan hingga menjadi sahabatnya.
Prangg! Saat Alan menceritakan semuanya, terdengar suara keributan. Seorang pelayan berlari ke arah Alan dan Candra dengan berlumuran darah.
Binar begitu terkejutnya dengan darah yang membasahi wajah pelayan wanita itu. Dia tidak tahu apa yang sudah terjadi.
"Apa yang sudah terjadi?!" tanya Alan.