Chereads / Your Father is My Husband / Chapter 38 - Keteguhan Marcello

Chapter 38 - Keteguhan Marcello

"Istirahatlah, kau masih belum boleh banyak bergerak!" perintah Adnan pada Binar.

Binar tidak menyangka jika Adnan akan membawanya ke sebuah rumah. Dia tidak tahu jika Adnan memiliki rumah di pulau Jeju.

Dia merasa penasaran juga mengapa rumah yang ditempatinya di jaga oleh beberapa pengawal. Binar merasa benar-benar ada yang tidak beres dengan semua yang sudah terjadi.

"Mengapa rumah ini di jaga begitu ketat?" Binar bertanya pada Adnan yang sedang duduk sembari membuka laptopnya untuk melihat pekerjaan yang belum terselesaikan.

"Untuk menjagamu! Agar kau tidak kabur dengan seenaknya!" jawabnya dengan nada menyindir.

Mendengar itu Binar kesal, dia langsung merebahkan tubuhnya perlahan di atas tempat tidur. Dia tahu jika yang dikatakannya tidak semua benar karena dia yakin telah terjadi sesuatu yang sangat besar.

Adnan tersenyum memperhatikan Binar yang kesal tetapi dia terpaksa tidak mengatakan semuanya. Karena bagi dia belum saatnya Binar tahu, dia pun kembali melanjutkan pekerjaannya.

Terdengar suara ponsel berdering, Adnan mencari ponsel siapa yang berdering. Dia melihat ponselnya tidak ada yang menghubunginya. Itu artinya ponsel Binar yang berdering.

Dia beranjak dari duduknya lalu berjalan menuju nakas. Sebab ponsel Binar tergeletak di atas nakas, dia mengamati sebentar layar ponsel itu karena tertera nama Marcello.

"Ada apa dia menghubungi Binar?" gumam Adnan sembari mengambil ponsel Binar lalu berjalan menjauh dari Binar yang terlelap.

Adnan mengangkat telepon dari Marcello, dia hanya diam mendengarkan setiap ucapan Marcello yang membuat darahnya mendidih. Hatinya bergejolak mendengar itu, dia mengalahkan tangannya untuk menahan agar tidak mengeluarkan kata-kata.

Di lain sisi Marcello merasa heran mengapa Binar tidak mengatakan apa-apa. Hanya diam mendengarkan apa yang dikatakan olehnya karena biasanya jika mendapatkan telepon darinya Binar langsung menutup teleponnya.

"Ayah, apa ini kau?" tanya Marcello pada orang yang ada di seberang telepon.

Marcello mendengar suara Adnan yang menyuruhnya untuk berhenti mengangkangi Binar. Karena saat ini wanita yang dicintainya dulu sudah menjadi ibunya.

Namun, dia tidak mau dan tetap teguh dengan pendiriannya. Marcello mengatakan jika dirinya akan tetap mendapatkan kembali hatinya, meski dia akan bermasalah dengan ayah angkatnya itu.

Adnan sangat kesal dengan keteguhan hati Marcello, dia langsung menutup sambungan teleponnya. Tanpa mendengarkan kata-kata yang akan diucapkan oleh Marcello.

"Kau tidak mengenalku, Adnan Raymond! Aku akan merebut apa yang seharusnya menjadi milikku!" gumam Marcello lalu berjalan menuju kamarnya.

Di dalam kamarnya terlihat sangat jelas banyak foto-foto Binar yang baru saja dipajang olehnya. Sekarang dia sudah tidak akan menyembunyikan isi hatinya dari ayah angkatnya itu.

"Kau akan menjadi milikku lagi, Binar Chavali! Dan kau tidak mempunyai pilihan lain selain menjadi miliki!" kata Marcello sembari menyentuh foto Binar yang sedang tersenyum.

Ponsel Marcello berdering, dia mengambil ponsel yang tadi diletakan di atas nakas olehnya. Dia melihat layar ponsel, tertera nama Belva.

Dia mengabaikan panggilan suara dari Belva karena dia tidak ingin mendengar apa pun selagi dia menikmati wajah Binar yang sedang tersenyum lembut dalam bingkai yang terlihat sangat indah.

Namun, dering ponselnya terus saja menyala dan itu tetap dari Belva. Meski Marcello tidak ingin berurusan dengan wanita itu lagi, akhirnya dia mengangkat telepon dari Belva.

"Hallo," ucapnya.

Dia mendengarkan apa yang dikatakan oleh Belva dengan tidak peduli apa yang dikatakannya. Rasanya dia ingin menutup teleponnya tetapi itu tidak dilakukan.

Terdengar teriakan Belva, itu membuat Marcello terkejut lalu dia bertanya keberadaan Belva saat ini. Belva mengatakan jika dirinya sedang ada di hotel Jeju. Dia ingin Marcello menemuinya di Jeju.

Marcello pun menyetujuinya karena dia pun bisa melihat Binar yang ada di sana. Meski dia tahu jika Adnan tidak akan suka dengan kehadirannya. Namun, semuanya sudah terlanjur dan dia akan benar-benar merebut Binar dari tangan Adnan.

Dia menutup sambungan teleponnya lalu merapikan barang yang akan dibawanya. Dalam benaknya sudah tidak sabar ingin bertemu dengan Binar tetapi sebelum itu dia harus menemui Belva.

***

Setibanya di Jeju, Marcello langsung menemui Belva di sebuah hotel. Dia mengetuk pintu kamar di mana Belva berada.

Pintu kamar terbuka, terlihat Belva yang sedang memasang wajah sedih. Tanpa mengucapkan sepatah kata dia langsung memeluk Marcello.

"Akhirnya kau datang," kata Belva lirih dan terdengar kesedihan.

"Ada apa denganmu?" tanya Marcello yang masih berpelukan dengan Belva.

Belva melepaskan pelukannya lalu menatap Marcello dengan lekat. Dia memperlihatkan kakinya yang terlilit perban. Menandakan jika kakinya terluka.

"Siapa yang melakukan semua ini?" Marcello kembali bertanya.

"Kita bicara di dalam saja," timpal Belva.

Marcello mengangguk, dia melihat Belva yang berjalan kesakitan. Tanpa mengucapkan sepatah kata dia menggendongnya lalu berjalan mendekati sofa.

Belva tersenyum lembut melihat perlakuan Marcello padanya. Sekarang yang diinginkannya adalah memiliki pria ini seutuhnya.

Rasa ingin memiliki itu semakin kuat selama beberapa bulan ini. Dia tidak tahu jika apa yang diinginkannya adalah hal yang tidak mungkin terjadi.

Marcello mendudukkan Belva dengan lembut di atas sofa. Dia merasa tidak tega melihat wanita itu merasa kesakitan. Karena dia telah menganggap Belva seperti sahabatnya sendiri.

Dia belum mengetahui permasalahan antara Binar dan Belva. Entah apa yang akan dilakukan olehnya jika mengetahui permasalahan itu.

"Katakan apa yang terjadi?" Marcello kembali bertanya pada Belva.

Belva terdiam, dia mengingat kembali apa yang sudah dilakukan oleh pria yang selama beberapa hari ini menemaninya di Jeju.

Air matanya menetes membasahi pipi, melihat itu dengan refleks Marcello menghapusnya dengan lembut. Perlakuan ini salah jika dia memang benar-benar masih mencintai Binar.

"Dia yang melakukan semua ini padaku," ungkap Belva dengan nada sedih pada Marcello.

Tangisnya menyeruak sembari menceritakan semua peristiwa yang membuatnya mendapatkan luka di kakinya. Ternyata pria yang selama beberapa hari ini bersamanya memiliki kegilaan yang membuat dirinya muak.

Marcello kembali refleks memeluk Belva, niatnya adalah untuk menenangkan wanita yang terlihat menderita.

Belva merasa senang, dari ujung bibirnya muncul senyum kemenangan. Dia merasa jika dirinya bisa membuat pria yang dulunya sangat mencintai Binar menjadi sangat mencintainya.

Secara perlahan Marcello melepaskan pelukannya lalu dia menatap Belva dengan lekat. Mata mereka saling beradu.

Belva yang tidak tahan dengan tatapan pria yang ada di hadapannya itu langsung mencium bibir Marcello. Dia tidak tahan ingin memiliki pria itu dan bermain untuk memenuhi hasratnya.

Mata Marcello terbelalak dengan serangan Belva, dia tidak menyangka jika sahabat dari wanita yang sangat dicintainya itu akan melakukan semua ini. Dia pun langsung mendorong perlahan tubuh Belva, dia kembali menatap Belva seraya ingin tahu apa yang dilakukannya.

"Mengapa kau melakukan ini? Bukankah kau tahu aku sangat mencintai Binar," katanya Marcello dengan tegas tetapi masih ada perasaan untuk menjaga hati Belva.

"Binar ... Apakah hanya dia wanita yang kau cintai? Meski kau tahu jika dia sudah menjadi istri dari ayahmu!" timpal Belva yang kesal dengan Marcello yang menyebut nama Binar.

Belva pun menitikkan air mata palsunya dan itu berhasil membuat Marcello kembali luluh. Entah mengapa dia selalu tidak bisa melihat wanita menangis di hadapannya.