Hari semakin malam, Binar yang saat ini masih berada di apartemennya sedang merapikan beberapa barang yang hendak dibawanya ke rumah Adnan. Sebenarnya dia ingin tinggal di apartemennya ini tetapi dia tidak bisa membantah keinginan Adnan. Karena sudah sesuai dengan perjanjian mereka sebelum menikah.
Binar menatap Adnan yang sedang tertidur dibatas tempat tidur, dia tidak menyangka jika akan ada seorang pria yang tidur di sana dalam waktu dekat ini. Dan dia juga tidak menyangka akan menikah dengan pria yang berbeda jauh umurnya.
Dia melangkah mendekati Adnan karena ada yang aneh dengannya, dia memegang kening Adnan. Suhu tubuhnya cukup tinggi, Binar bergegas mengambil air es untuk mengompres Adnan. Dia teringat pesan perawat jika Adnan akan mengalami demam karena lukanya.
Setelah mengompres keningnya, dia berjalan menuju meja di mana obat-obat yang harus dikonsumsi oleh Adnan tersimpan rapi. Binar membaca satu per satu obat untuk mencari obat demam yang akan diberikan pada Adnan.
Binar menemukan obat peredam demam, dia bergegas berjalan menuju pantry guna mengambil air minum lalu kembali masuk kedalam kamar. Dia mendekati Adnan dan membangunkannya untuk menyuruhnya meminum obat pereda demam.
Adnan terbangun lalu meminum obat yang diberikan oleh Binar, dia pun tertidur kembali setelah meminum obat dari tangan Binar. Melihat Adnan yang sudah terlelap, membuat kedua mata Binar pun merasakan kantuk yang begitu kuat. Akhirnya dia pun terlelap di samping Adnan.
Keesokan harinya.
Suara alarm ponsel Adnan bergetar dan itu membangunkannya, dia baru tersadar jika kepala Binar tepat berada di dalam dekapannya. Dengan tersenyum, dia mengubah posisi tidurnya hingga bisa menatap wanita yang sedang terlelap dalam dekapannya.
Dia begitu menginginkan Binar, dia akan bersabar untuk menghadapi istrinya yang seperti kucing liar. Yang tidak bisa dikekang dan begitu tidak menyukai jika ada seorang wanita yang dianiaya oleh seorang pria kurang ajar.
Adnan kembali teringat akan pertemuannya yang pertama kali, dia tidak menyangka jika pertemuan itu adalah awal dari semuanya. Mungkin semua ini sudah menjadi takdirnya menjadi suami dari Binar Chavali. Meski butuh waktu untuk mendapatkan hatinya, dia akan selalu berusaha untuk mengikat hati Binar dengan hatinya.
Tangan Andan menyentuh rambut Binar yang menutupi wajahnya, dia menyibakkan rambut itu dengan lembut. Dan itu membuat Binar membuka kedua matanya lalu menutupnya lagi. Seketika matanya terbelalak karena tersadar di hadapannya ada Adnan.
"Selamat pagi, Sayang." Adnan berkata sembari mengecup kening Binar dengan lembut dan mata Binar masih terbelalak.
Rasa terkejut Binar membuat Adnan semakin ingin menggodanya, dia tidak menyangka kucing liarnya bisa terlihat sangat lucu sekali. Sehingga tidak rela untuk melepaskannya.
Adnan mengecup mata kanan lalu mata kiri Binar agar matanya tidak terbelalak terus. Dia terkekeh-kekeh lalu mengatakan padanya jangan membelalakkan matanya terus nanti bisa keluar semua bola matanya.
Wajah Binar mendadak memerah bak seorang bayi yang baru saja lahir, dia langsung mengubah posisinya menjadi membelakangi Adnan untuk menutupi rasa malunya. Ini kali pertama ada seorang pria yang melakukan ini padanya.
"Aku tidak menyangka kau memiliki rasa malu juga?" bisik Adnan sembari mendekap tubuh Binar dengan lembut.
Binar tidak bisa berkata apa-apa, dia masih belum bisa mengatur degup jantungnya yang tidak beraturan. Dalam benaknya mengapa bisa merasakan hal seperti ini, padahal dia tidak mencintai atau menyukai Adnan.
Dekapan Adnan begitu membuat Binar merasa berbeda, ditambah dengan deru napasnya yang menerpa tengkuk leher Binar. Membuat wanita ini kegelian dan berusaha untuk melepaskan diri.
Namun, Adnan tidak akan melepaskannya karena belum puas menggoda kucing liarnya. Meski sang kucing liar menggeliat berusaha untuk melepaskan diri, dia tidak akan meninggalkannya.
"Jika kau menggeliat terus—jangan salahkan aku jika menerkammu!" Adnan berkata dengan lirih.
"Aku belum siap," kata Binar dengan parau terlihat jelas jika dia baru saja bangun dari tidurnya.
Adnan membalikkan tubuhnya, menatapnya dengan lekat meski tidak menggunakan make-up Binar lebih cantik. Dia menyukai wajah yang tanpa polesan sedikit pun apalagi ditambah pada saat bangun tidur di pagi hari.
Bibir Andan semakin mendekat pada bibir Binar, dia tak kuasa menahan dirinya untuk menikmati setiap inci dari bibirnya. Binar menghentikan bibir Adnan dengan tiga jarinya karena dia merasa tidak percaya diri melakukan itu di saat dia baru bangun tidur.
Binar butuh ke kamar mandi untuk menggosok gigi dan mencuci muka, Adnan mengerti yang dimaksud Binar. Namun, dia tidak peduli dengan keadaan Binar yang baru terbangun dari tidurnya.
"Izinkan aku membersihkan diri. Ya?" Binar berucap dengan malu-malu.
Adnan beranjak dari tempat tidur lalu dia menggendong Binar dengan lembut dan membawanya masuk ke dalam kamar mandi. Dia menurunkan Binar dengan perlahan, menatapnya sesaat lalu memegang dagunya seraya ingin melahap bibirnya yang tadi belum didapatkan.
"Tunggu," ujar Binar sembari berjalan menuju wastafel untuk mengambil sikat gigi dan pasta gigi.
Dia memberikan sikat gigi yang sudah diolesi pasta gigi pada Adnan, itu artinya mereka hari membersihkan mulut mereka terlebih dahulu. Adnan terkekeh dia seperti berhadapan dengan seorang dokter gigi yang cinta kebersihan mulutnya.
Adnan berusaha menghentikan tawanya lalu menyikat giginya tepat di samping Binar. Sedangkan Binar sedang berusaha untuk mengatur degup jantungnya yang sedari tadi masih tidak beraturan.
Menyikat gigi sudah selesai, sekarang tidak ada lagi alasan bagi Binar untuk menolak keinginan Adnan. Namun, dia merasa ada yang aneh dengan dirinya, rasanya adanya yang selalu singgah setiap bulan.
Sedangkan Adnan sudah tidak bisa menahan lagi, dia langsung mengecup bibirnya dengan lembut. Bermain di sana dengan begitu menggelora, sehingga membuat Binar menikmatinya.
Kecupan kali ini berbeda dengan yang pertama, kecupannya semakin lembut, sehingga Binar merasa jika dirinya sama sekali tidak pandai dalam permainan ini.
Adnan melepaskan kecupannya, dia melihat Binar yang hampir kehabisan napas karena ulahnya. Dalam hatinya berkata, jika wanita ini sama sekali tidak pandai dalam permainan ini.
"Ini bukan yang pertama untukmu bukan?" tanya Adnan dengan nada lirih.
Mata Binar melebar, dia tidak menyangka jika Adnan akan mengatakan itu. Ini adalah kali kedua permainan yang dilakukan Adnan padanya. "Tidak," jawab Binar dengan tergagap.
Mendengar suara Binar yang tergagap dan deru napasnya yang belum stabil membuat Adnan semakin ingin melahap istrinya ini. Dia senang jika hanya dia yang bisa merasakan semua yang ada di istrinya itu. Dengan arti istrinya itu belum terjamah oleh pria lain.
"Tidak mengapa kalau kau belum pandai karena aku akan mengajarimu dengan sangat lembut," Lirih Adnan sembari mendekap Binar dan akan memberikan pelajaran baginya.