Setelah menempuh waktu beberapa jam akhirnya Binar dan Adnan tiba di Jeju. Adnan yang harus mengurus masalah terlebih dahulu menyuruh Binar untuk menunggunya di kamar hotel.
Untuk menghilangkan rasa bosan, dia memutuskan untuk keluar dari hotel dan berjalan-jalan di pulau Jeju. Dia mengambil ponselnya lalu melihat-lihat tempat wisata di pulau Jeju.
Namun, rencananya diurungkan sebab Adnan menghubunginya dan mengatakan untuk tidak pergi dari kamar hotel. Binar mendengar suara Adnan yang begitu risau, sehingga dia menuruti apa yang diperintahkan olehnya.
Sebenarnya dia ingin tahu mengapa Adnan tidak mengizinkannya keluar dari kamar hotel. Akan tetapi, dua tidak terus bertanya karena dia tidak ingin membuat masalah bagi suaminya.
Binar mulai berpikir mengapa Adnan berubah menjadi sedikit posesif, bukankah dulu dia tidak pernah melarang dirinya untuk pergi ke mana saja yang diinginkannya. Dia menghela napas panjang lalu merebahkan tubuhnya di atas tempat tidur. Menunggu adalah hal yang sangat membosankan baginya. Tidak terasa kedua matanya mulai berat, dia pun memejamkan matanya karena rasa kantuk sudah tidak tertahankan.
Entah sudah berapa lama binar tertidur, hari sudah mulai gelap. Adnan yang sudah selesai dengan pekerjaannya bergegas menuju kamar hotel, dia merasa bersalah karena sudah menyuruh Binar untuk tidak ke mana-mana.
Adnan membuka pintu kamar hotel secara perlahan, dilihatnya kamar begitu gelap. Dia berpikir jika Binar tidak ada di dalam, hatinya sudah mulai gusar mengapa istrinya tidak menuruti apa yang diperintahkan olehnya.
Dia pun menyalakan lampu kamar, matanya terbelalak saat melihat seorang wanita sedang terlelap di atas tempat tidur. Senyum lembut timbul di ujung kedua bibir Adnan. Dia berjalan perlahan mendekat ke tempat tidur, lalu duduk tepat di samping Binar yang masih tertidur.
Adnan mengambil ponselnya lalu mengirim pesan pada Candra untuk menyiapkan makan malam dan mengirimkannya ke kamar. Sebab dia yakin jika Binar belum makan sama sekali. Mengapa dia bisa berpikir seperti itu karena di atas meja sama sekali tidak terdapat sisa makanan yang sudah disantap.
Dibelainya dengan lembut kepala Binar, disibakkannya rambut yang menutupi wajahnya. Terlihat seorang wanita yang sangat tidak memiliki rasa kewaspadaan, dia berpikir bagaimana jika ada musuh yang mendekatinya.
"Kau sudah pulang?" tanya Binar yang terbangun karena belaian lembut Adnan.
Adnan mengangguk lalu dia kembali membelai lembut pucuk kepala Binar, rasanya ingin sekali memeluknya dengan erat dan tidak membiarkannya bangun begitu saja. Itulah yang ada dalam benaknya saat ini.
Terdengar suara ketukan pintu, Adnan beranjak dari duduknya lalu berjalan menuju pintu kamar. Dia membuka pintu kamar, terlihat dua orang pelayan dan Candra. Mereka membawa beberapa menu makanan yang dipesan Adnan tadi.
Adnan pun menyuruh mereka untuk masuk kedalam kamar, kedua pelayan menata rapi makanan yang sudah siap di atas meja lalu mereka pamit undur diri. Sedangkan Candra masih tetap berada di dalam kamar, dia menunggu dengan sabar jika suatu saat Adnan membutuhkan bantuannya.
"Ikutlah makan dengan kami!" kata Binar sembari beranjak dari tempat tidur lalu berjalan menuju kamar mandi.
Binar berniat untuk membasuh wajahnya agar terlihat segar sebab dia baru saja bangun. Dia tidak ingin terlihat seperti wanita yang baru bangun tidur padahal kenyataannya memang seperti itu. Setelah selesai membasuh wajahnya dia terlihat segar lalu berjalan keluar.
Candra masih saja berdiri tegap dan binar tidak menyukai itu, dia terlihat seperti seorang pengawal baginya. Sebenarnya Binar tahu jika Candra bukan hanya sebagai asisten saja melainkan sahabat suaminya.
"Apa kau tidak duduk? Aku baru tahu jika kau kakak akan terus berdiri tegap!" ujar Binar seraya mengatakan jika dia menyuruh Candra untuk duduk.
Adnan terkekeh mendengar Binar mengatakan itu, dia juga ingin tahu apa yang akan dikatakan atau dilakukan oleh Candra setelah mendengar itu. Sebab baru kali ini ada seseorang yang memerintahkan dirinya untuk duduk selain diriku.
"Ji—," Sebelum Candra melanjutkan kata jika dengan cepat Binar memerintahkan Candra untuk duduk. Dia tidak ingin ada bantahan kali ini sebab malam ini dia ingin melihat Candra sebagai sahabat Adnan.
Candra menatap Adnan yang masih terkekeh karena ulah istrinya yang menyuruh Candra duduk. Namun, Candra berusaha untuk sahabat menghadapi kedua orang yang ada di hadapannya itu.
Binar menatap dengan sorot mata yang tajam, dia kesal sekali mengapa Candra sangat sulit sekali untuk duduk. Dia berpikir apakah ada luka di pantatnya sehingga dia tidak berani duduk.
"Apa ada luka di pantatmu?! Sehingga kau sangat sulit untuk duduk!" ucap Binar dengan nada menyelidiki.
Seketika tawa Adnan menyeruak, dia tidak tahan lagi menahan tawa atas setiap perkataan Binar. Tawanya itu membuat Candra semakin kesal, dia tidak bisa menahan amarahnya.
"Hentikan tawamu itu, Adnan!" tukas Candra pada Adnan yang masih terbahak-bahak.
"Sayang, kau benar di pantatnya ada bisul yang sangat besar. Sehingga dia tidak mau duduk!" timpal Adnan sembari kembali terkekeh.
"Benarkah, Candra?!" tanya Binar seraya tak percaya apa yang dipikirkannya itu benar.
"Sial kau Adnan! Kau membuat Binar percaya akan ucapanmu itu!" tukas Candra yang sudah tidak bisa menahan amarahnya.
Adnan semakin terkekeh-kekeh melihat Candra semakin geram, sudah lama dia tidak menggoda sahabatnya itu. Karena selama ini Candra selalu menjalankan peranannya sebagai seorang asisten bukan sebagai sahabat.
Akhirnya Candra duduk satu meja dengan Binar dan Adnan, dia sudah tidak ingin berdebat lagi dengan dua manusia yang bisa membuatnya kehilangan kesabaran. Jika sudah mulai berkelakar.
Binar berpikir apakah untuk membuat Candra duduk bersama harus menggodanya seperti ini atau harus membuatnya kehilangan kesabaran. Dia menghela napas dan berkata dalam hatinya begitu sulit untuk membuat Candra mematuhi perintahnya.
"Mengapa kau menghela napas, Sayang?" tanya Adam yang melihat binar menghela napas.
"Sungguh sulit membuat Candra menuruti perintahku! Apakah aku harus membuatnya geram terlebih dahulu?" balasku.
Adnan kembali terkekeh karena perkataan Binar, entah mengapa setiap kata yang keluar dari mulut Binar selaku membuatnya tergelak. Sedangkan Candra hanya bisa diam sembari menahan amarah karena gelak tawa Adnan.
"Hentikan tawamu itu, Sayang! Kau membuat sahabatmu itu marah!" kata Binar sembari mulai memilih menu makanan yang akan disantapnya.
Adnan pun menghentikan tawanya lalu dia mengatakan untuk segera menyantap makanan yang sudah tersedia. Mereka pun mulai menyantap makan malam tanpa banyak bicara dan kelakar.
"Apa ada yang kau perlukan lagi?!" tanya Candra pada Adnan setelah selesai menyantap makan malam.
"Tidak! Suruh saja para pelayan untuk merapikan tempat ini sebelum aku beristirahat!" jawab Adnan sembari beranjak dari duduknya lalu berjalan menuju balkon untuk menghisap sebatang rokok.
Candra pun beranjak dari duduknya lalu menekan sebuah tombol di dekat sofa. Tidak berapa lama ada yang mengetuk pintu kamar, dia pun berjalan mendekat pintu lalu membukanya. Ada dua orang pelayan yang sudah berdiri tegap.
Pelayan itu pun langsung diperintahkan oleh Candra untuk merapikan semuanya. Setelah semuanya rapi para pelayan itu pun pamit untuk undur diri, melihat semuanya sudah rapi. Candra pun pamit untuk kembali ke kamarnya untuk menyelesaikan semua pekerjaan yang belum terselesaikan lalu beristirahat.