"Sayang, apa besok aku boleh berjalan-jalan?" tanya Binar pada Adnan yang masih berdiri di balkon sembari menghisap sebatang rokok.
Adnan tidak menjawab dari pertanyaan Binar, dia hanya terpaku dengan langit yang gelap sembari menghisap rokoknya. Dia kembali teringat akan sikap Marcello yang masih berusaha untuk selalu dekat dengan istrinya.
"Adnan Raymond," bisik Binar yang berniat menggoda Adnan.
Dia tidak tahu mengapa dirinya melakukan itu, dengan cepat Binar mundur beberapa langkah. Karena dia tahu apa yang dilakukannya akan menyebabkan Adnan menyerangnya.
"Binar Chavali—kau benar-benar sudah mulai berani!" katanya sembari menyeringai.
Adnan mematikan rokoknya, dengan senyum tipis dia berjalan perlahan mendekati Binar yang sudah berada tiga langkah di depannya. Saat Binar hendak melangkah mundur tetapi tidak bisa, tubuhnya menubruk dinding sehingga dia terhenti.
"Apa yang akan kau lakukan?" tangan Binar dengan nada menyelidiki pada Adnan.
"Kau yang memulai semua ini maka kau yang harus bertanggungjawab, Sayang!" jawabnya dengan nada lirih tetapi ada sedikit penekanan dari kata yang keluar dari bibir Adnan.
Tatapannya begitu tajam dan fokus pada mata Binar, seraya tidak ingin melepaskan mangsa yang sudah tidak bisa lari ke mana-mana. Sedangkan Binar saat ini memikirkan bagaimana caranya untuk lepas dari jerat Adnan yang hendak melahapnya.
"Siapa yang memulai? Kau saja yang tidak mendengar apa yang aku tanyakan!" kilah Binar sembari memalingkan wajahnya.
Adnan tersenyum, dia berpikir kucing liarnya ini sudah mulai berulah. Tangannya menyentuh dagu Binar lalu menggerakkan tangannya sehingga wajah Binar kembali berhadapan dengannya.
Mereka saling menatap, secara perlahan Adnan mendekatkan wajahnya sudah terniat salah hatinya untuk mengecup bibir wanita yang sudah menggodanya itu. Namun, semuanya diurungkan dengan cepat kedua angannya menyentuh bagian pinggang Binar lalu menggelitiknya.
Binar terkejut dengan apa yang dilakukan oleh Adnan, rasa geli akibat gelitik Adnan membuatnya tertawa. Dia berusaha untuk lari darinya tetapi tidak bisa karena suaminya itu selalu berhasil menangkapnya.
"Hentikan ini, Adnan! Apa kau ingin membuatku mati tertawa!" ucap Binar sembari tertawa.
"Aku tidak akan menghentikannya sebelum kau mengatakan Aku membutuhkanmu, Sayang!" timpal Adnan sembari terus menggelitiki Binar.
"Baik ... Baik aku akan mengatakannya—hentikan dulu tanganmu itu!" Binar menjawab karena sudah tidak tahan dengan gelitik Adnan.
Binar menari napas, mengatur ritme pernapasannya kembali agar bisa bernapas dengan normal. Dia menghapus air mata yang keluar karena sedari tadi tertawa terus-menerus.
Dia mengatur posisi tubuhnya, sedikit menjauh dari tubuh Adnan. Dalam benaknya berkata tidak semudah itu Adnan mendapatkan keinginannya karena dia akan lari darinya.
"Sayang, aku sangat ... Sangat ... Sangat membu—," Sebelum melanjutkan kata membutuhkan Binar berjalan mundur lalu berbalik dan lari menuju kamar mandi.
Dia berteriak dan mengatakan, "Aku tidak membutuhkanmu!"
Adnan keselamatan dengan tingkah Binar, dia pun berlari mengejarnya tetapi usahanya gagal kali ini. Sebab binar sudah berhasil masuk kedalam kamar mandi.
"Sayang, keluarlah!" perintah Adnan sembari mengetuk pintu kamar mandi.
Binar tidak mau membuka pintu kamar mandi sebab dia tahu jika Adnan akan menghukumnya. Adnan pun menghentikan mengetuk pintu kamar mandi, dia memberikan kesempatan untuk Binar berada di dalam kamar mandi.
Ponsel Adnan berdering, dia langsung berjalan menuju nakas dan mengambil ponsel yang ada di atas nakas. Dia melihat nomor siapa yang menghubunginya, tertera nama Marcello.
"Ada apa lagi dia menghubungi aku?!" gumamnya sembari mengangkat telepon.
Dia pun hanya mendengarkan apa yang dikatakan oleh Marcello, tidak sedikit saja menimpali perkataannya. Entah mengapa dirinya merasa jika akan terjadi sesuatu yang membuatnya harus memilih.
Marcello memutuskan sambungan teleponnya, Adnan berniat menyimpan ponselnya. Namun, diurungkan lalu mengirim pesan pada Candra, dia bertanya apa yang sudah dilakukan oleh Marcello.
Pesan diterima oleh Candra dan dia langsung menghubungi Adnan lalu mengatakan jika Marcello sedang melakukan kerja sama dalam sebuah bisnis baru baginya. Dan partner dari Marcello adalah sahabat Binar yaitu Bianca Chastine.
Hanya itu saja informasi yang di dapat oleh Candra dan semua yang dikatakan olehnya sama persis dengan yang dikatakan oleh Marcello. Namun, Marcello tidak mengatakan dengan siapa dia bekerja sama.
Adnan menutup sambungan teleponnya lalu menyimpannya kembali di atas nakas. Dia merebahkan tubuhnya di atas tempat tidur, lalu memejamkan kedua matanya.
Dia berpikir kembali apa yang akan dilakukan oleh Marcello kali ini dengan bisnis barunya. Adnan merasa khawatir karena Marcello sama sekali tidak berpengalaman dalam bisnis barunya ini.
Meski dia sedikit kesal dengan Marcello karena selalu ingin mendekati Binar, bagaimanapun dia tetaplah putra angkat-angkat. Dia sudah menganggap Marcello seperti adik kandungnya sendiri, itulah sebabnya dia menjadikannya sebagai anak angkatnya.
Binar yang sedari tadi berada di dalam kamar mandi memutuskan untuk membersihkan dirinya. Dia merasa ada yang aneh dengan dirinya, rupanya dia kedatangan tamu yang setiap bulannya selalu singgah.
Setelah selesai membersihkan diri, Binar berniat keluar dari kamar mandi tetapi masih ragu. Sebab dia teringat akan Adnan yang menurutnya masih kesal terhadapnya. Dia menempelkan telinganya di pintu untuk mendengarkan apa yang sedang dilakukan oleh Adnan.
Namun, dia tidak mendengar suara apa pun, dia berpikir mungkin Adnan keluar dari kamar bersama Candra atau sudah terlelap. Binar memberanikan diri membuka pintu kamar mandi secara perlahan. Agar tidak menimbulkan suara yang akan mempengaruhi Adnan.
Dia mengintip terlebih dahulu, tidak terlihat Adnan lalu membuka pintu kamar mandi selebar mungkin. Binar keluar dari kamar mandi dengan kedua matanya menyapu seluruh ruangan kamar guna mencari keberadaan Adnan.
Binar melihat Adnan yang sudah terlelap di atas tempat tidur tetapi dia masih menggunakan kemeja yang sedari siang digunakannya. Dia berniat untuk mencari tahu apakah Adnan benar-benar sudah tertidur atau hanya pura-pura.
Dia berjalan perlahan mendekat pada Adnan yang berada di tempat tidur, setelah berada di dekatnya. Binar mencondongkan tubuhnya melihat dengan saksama apakah pria itu benar-benar sudah terlelap atau hanya sandiwara saja.
Adnan menyadari jika Binar sedang menatapnya dengan lekat, dalam benaknya berkata jika wanitanya ini selalu saja membuatnya tidak bisa menahan hasratnya. Dia masih menutup kedua matanya dan ingin mengetahui apa yang hendak dilakukan oleh istrinya ini.
"Apa kau akan melihatku terus, Sayang?" tanya Adnan sembari membuka matanya lalu menarik tangan Binar sehingga terjerembap di atas tubuhnya.
Sebelum mendengar apa jawaban Binar dengan cepat Adnan mengubah posisi tubuhnya. Sehingga sekarang yang berada di bawahnya adalah tubuh Binar, dia menatap dengan lembut wajah Binar yang sudah terlihat sangat segar.
Adnan langsung mengecup Binar dengan lembut, perlahan tangannya juga mulai melepaskan handuk yang menempel di tubuh Binar. Dia tidak ingin bermain-main saat ini, kecupan lembut itu membuat Binar hanyut dan mengikutinya.
Binar tersadar saat tangan Adnan mulai menyentuh lembut area sensitifnya yang terletak di bawah. Dia ingat jika dirinya sedang datang bulan, dengan cepat tangannya menghentikan pergerakan tangan Adnan.
Adnan menghentikan kecupannya lalu menatap Binar seraya bertanya mengapa menghentikannya. Binar mengerti apa arti dari tatapan Adnan itu, dia ragu apakah akan mengatakannya atau tidak.
"Mengapa?!" tanya Adnan.
"Kau harus menunggu selama seminggu," jawab Binar lirih.
Adnan langsung menghempaskan tubuhnya tepat di samping Binar, dia mengerti dengan jawaban itu. Dan dia harus menunggu selama satu minggu untuk memenuhi hasratnya.