Binar berpikir setelah makan siang Adnan akan kembali ke perusahaannya tetapi tidak. Dia masih saja duduk di atas sofa dengan beberapa dokumen yang baru saja dibawa oleh Candra. Dengan santainya Adnan mengerjakan semua pekerjaannya di ruang kerja Binar.
"Mengapa kau tidak mengerjakan semuanya di kantormu saja sih?!" ujar Binar.
"Suka-suka aku!" jawab Adnan singkat.
"Ka—," Binar berkata tetapi sebelum melanjutkan kata-katanya Adnan sudah menimpalinya, "lanjutkan saja pekerjaanmu!"
Binar menghela napasnya sembari melanjutkan pekerjaannya, meski dia tidak biasa jika bekerja ada seseorang yang selalu memperhatikan dirinya. Namun, dia juga tidak bisa berbuat apa-apa karena sangat sulit menyuruh Adnan pergi.
Prang! Terdengar suara Bengawan pecah belah yang berhubungan ke lantai, itu membuat Binar terkejut lalu dia melihat apa yang sudah terjadi melalui kaca di kantornya.
Dia melihat seorang pria yang sangat arogan sedang berdebat dengan seorang wanita. Mereka tidak peduli dengan sekitar yang terganggu dengan perdebatannya.
Menurut Binar ini sudah keterlaluan, dia pun bergegas keluar mendekati mereka yang masih berdebat. Dia melihat Ga Eun yang berjalan dari pantry dan mereka pun berjalan bersama mendekati pasangan yang sedang berdebat hebat.
"Tuan, sebaiknya Anda lanjutkan saja perdebatan ini di luar! Apa Anda tidak melihat sudah mengganggu kenyamanan pengunjung lainnya," ujar Binar dengan hormat meski dia kesal dengan sikap pria yang membuat keributan di cafe-nya.
Pria itu tidak terima jika ada yang mengganggunya padahal dia sudah mengganggu kenyamanan orang lain. Dia menatap Binar dengan tatapan marah karena sudah membuatnya semakin kesal.
"Dasar kau wanita sialan! Pergi sana jangan ganggu aku memberi pelajaran pada wanita murahan ini!" bentak pria itu pada Binar.
Binar sudah bersikap sabar menghadapinya pria ini tetapi pria ini tidak tahu diri. Dia masih saja membentak wanita yang ada di hadapannya dan wanita itu juga tidak terima dengan ucapan pasangannya itu.
"Kau selalu mengatakan seperti ini—padahal kau sendiri sudah bermesraan di atas ranjang dengan wanita lain!" teriak wanita itu, terlihat kekesalan dan rasa kecewa dari sorot matanya.
Plak!
Pria itu menampar wajah wanita yang sudah berani berteriak padanya, binar sudah tidak tahan dengan sikap pria itu. Menganiaya seorang wanita hanya karena sudah mengetahui kebusukan dirinya.
Tanpa mengucapkan sepatah kata Binar menarik dasi pria tersebut lalu menyeretnya keluar dari cafe.
"Ingat jangan pernah kau menginjakkan kakimu di cafe ini lagi!" ujar Binar lalu dia berjalan memasuki cafe.
Dia tidak menyadari jika pria yang sudah diusir olehnya kembali masuk, pria itu berniat untuk memeluk Binar dengan sebatang balok kayu yang diambil di luar cafe.
Bug!
Terdengar hantaman benda tumpul, Binar langsung berbalik. Dia melihat Adnan yang sudah ada di belakangnya untuk melindungi. Candra langsung bergerak cepat menangkap pria itu lalu menyuruh Ga Eun untuk menghubungi polisi. Ga Eun dengan cepat mengambil ponselnya lalu menghubungi polisi.
Binar masih terpaku, pukulan yang dilayangkan pria itu sangat keras yang mengakibatkan lengan Adnan terluka dan mengeluarkan darah. Adnan berbalik dia menatap Binar, melihat apakah dia terluka atau tidak.
"Apa kau terluka?" tanya Adnan pada Binar.
Binar tersadar lalu berkata, "Kita ke rumah sakit ya!"
Dia langsung menarik lengan Adnan menuju mobil, Candra mengikuti tuan dan nonanya. Sebelum itu dia mengikat erat pria yang sudah menyerang Adnan dengan tali.
"Jaga dia sampai polisi tiba!" perintah Adnan pada Ga Eun.
Ga Eun mengangguk, dia menjaga pria yang kurang ajar ini. Sedangkan wanita yang sedari tadi berdebat duduk di atas kursi, dia merasa menyesal karena perdebatannya ada korban yang terluka.
"Kau tidak pergi Nona?" tanya Ga Eun pada wanita itu.
"Tidak—aku akan menunggu polisi dan melakukan pelaporan atas tindakan kekerasan!" jawabnya dengan tenang.
Di sisi lain, Binar yang sedang menuju rumah sakit terlihat khawatir karena darah segar masih saja mengalir dari lengan Adnan. Dia merasa bersalah juga karena melindungi dirinya Adnan jadi terluka, andai saja dia bisa lebih waspada mungkin tidak akan terjadi seperti ini.
"Kau tidak perlu khawatir, ini hanya luka kecil." Adnan berujar.
"Luka kecil bagaimana? Lihat darah masih saja keluar dari lenganku itu!" jawab Binar dengan nada tinggi karena kesal Adnan berkata itu hanya luka kecil.
Adnan tersenyum, dia tidak menyangka kucing liarnya akan bersikap manis seperti ini. Dan akan mengkhawatirkan dirinya yang sedang terluka, memang benar baginya luka ini sangat kecil setelah pengalaman yang di rasakan ya semenjak dia remaja.
Mobil terhenti di sebuah rumah sakit, Binar langsung menyuruh perawat untuk melakukan pengobatan pada luka Adnan. Dengan cepat seorang perawat pun membawa Adnan untuk ditangani.
Adnan membukakan jasnya, dia meminta Binar untuk ikut juga. Perawat pun mengizinkannya karena terlihat tidak terlalu berbahaya. Dengan perlahan luka Adnan dibersihkan terlebih dahulu. Setelah itu dilihat apakah lukanya perlu dijahit atau tidak.
"Tuan, sepertinya luka Anda cukup dalam—saya akan menjahitnya." Perawat itu berkata sembari beranjak lalu berjalan ke suatu meja untuk menyiapkan peralatan yang diperlukan.
"Tuh 'kan apa aku bilang ini bukan luka kecil," ucap Binar pada Adnan.
"Sudah hentikan—jangan marahi aku terus!" Adnan berkata sembari mencubit hidung Binar.
Binar menepis tangan Adnan yang mencubit hidungnya, dia tidak suka jika ada yang mencubit atau menyentuh hidungnya. Karena dia selalu teringat akan kenangan yang begitu indah dan menyakitkan baginya.
"Apa Anda perlu anastesi?" tanya perawat pada Adnan.
"Tidak—lakukan saja sekarang!" jawab Adnan dengan santai.
Binar terkejut, mengapa Adnan tidak ingin dianastesi bukannya itu akan terasa sakit. Mungkin Adnan ingin bersikap cool di hadapan Binar, itulah yang ada di dalam benak Binar saat ini.
Namun, Binar yang merasa tidak tega melihat semua itu, hingga dia menggenggam telapak tangan Adnan begitu kuat. Andan yang merasakannya hanya bisa tersenyum, dia tidak menyangka wanita sangat sepertinya akan bersikap seperti ini.
Perawat pun selesai menjahit luka Adnan lalu membalutnya dengan kain kasa. Dia pun mengatakan lukanya masih basah, jadi tidak boleh terkena air dulu selama beberapa hari. Dan Adnan harus memeriksakan lukanya dalam jangka waktu dua hari berikutnya.
Adnan menyuruh Candra untuk mengurus semuanya, tentang biaya dan obat yang harus di konsumsi olehnya. Sedangkan dia akan menunggu di dalam mobil bersama dengan Binar.
Sewaktu menunggu Candra di dalam mobil, sopir pun memutuskan untuk keluar sesaat karena dia melihat tanda dari Adnan untuk keluar. Binar hanya duduk sembari melihat layar ponselnya, dia sedang berkirim pesan dengan Ga Eun.
Binar bertanya pada Ga Eun bagaimana keadaan cafe dan pria yang sudah berani menyerang Adnan. Ga Eun mengatakan dalam pesannya, jika cafe tidak ada masalah sedangkan pria yang sudah menyerang Adnan sudah di bawa oleh polisi. Semuanya sudah diurus, sehingga Ga Eun mengatakan pada binar untuk tidak perlu khawatir.
Sekarang yang harus dilakukan oleh Binar adalah mengurus Adnan yang sudah terluka karena melindunginya. Adnan merasa kesal karena kembali diabaikan oleh Binar yang sibuk memainkan ponselnya.
"Apa kau merasa tidak bersalah, Sayang?" bisik Adnan sembari mengambil ponsel Binar.
Binar memalingkan wajahnya hingga mereka berdua saling menatap, wajah mereka sangat dekat sehingga napas dari keduanya bisa terasa di wajah keduanya. Embusan napas Adnan membuat Binar merasa salah tingkah, dengan cepat dia memalingkan wajahnya.
Adnan terkekeh melihat sikap binar seperti itu, dia semakin ingin menggoda istrinya itu. Namun, dia menghentikan tawanya setelah Candra memasuki mobil begitu pula dengan sopir.
Dalam benak Adnan masih banyak waktu untuk menggoda kucing liar ini dan dia tidak akan melepaskannya sebelum puas bermain dengannya. Meski dia memohon untuk dilepaskan atau mencakar pun dia tidak akan melepaskannya. Dan malam ini niat nakalnya akan dilakukan.