Suara dengkuran halus terdengar merdu di telinga Raja, setelah tadi dia harus berusaha sesabar mungkin untuk menenangkan Khaira kini wanita itu tertidur pulas dalam dekapannya. Jam sudah menunjukkan angka dua lewat disana, tapi Raja belum juga bisa terlelap mengikuti sang istri. Pikirannya melanglang buana ke satu sosok yang dengan lancangnya hadir di depan Khaira setelah peringatan bahkan kontrak kerja yang sempat akan terjalin namun Raja memilih untuk membatalkannya.
Raja tau mungkin pertemuan tadi sore adalah sebuah ketidak sengajaan yang di ciptakan oleh semesta. Tapi tetap saja pertemuan itu membuat istrinya ketakutan. Khaira dengan wajah takut, cemas serta putus asa adalah hal terakhir yang ingin Raja lihat. Namun hal terakhir itu harus tertangkap oleh netranya kini.
Dia memindahkan kepala Khaira yang ada di lengannya ke bantal milik wanita itu dengan pelan. Takut mengganggu tidurnya, satu hal yang sangat Raja syukuri malam ini yaitu istrinya tetap tertidur pulas meski dalam suasana hati yang buruk.
Raja melangkah dengan pelan untuk keluar kamar, dia ingin mengabari sang ibu di sana. Berbagi cerita dan meminta saran, apa langkah terbaik yang harus dia ambil.
"Assalamualaikum ibu. Ibu sehat kan?" Raja bertanya saat nada dering itu berubah menjadi suara wanita yang sangat di rindukannya. Raja berjalan menuju salah satu sofa yang terletak disana. Lalu merebahkan kepalanya di bantal sofa yang sudah disusunnya terlebih dahulu.
"Waalaikumsalam salam, ibu sehat. Kamu sendiri sehat? Menantu ibu gimana? Sehat juga kan. Kok kamu jarang ngabarin ibu sih," ada nada kesal di ujung kalimat membuat Raja tersenyum maklum. Dia memang salah karena terlalu sibuk hingga jarang menelpon kerumah.
"Alhamdulillah bu, aku sama Khaira juga sehat. Maaf bu aku lagi sibuk sampe jarang ngabarin ibu. Khaira juga mood nya lagi berubah-ubah, besok aku suruh dia buat telpon ibu."
"Ya gak papa, ibu cuma rindu sama menantu ibu. Wanita hamil memang begitu Raja, kamu harus banyak sabar. Yang penting kamu kontrol makannya sama vitamin. Biar anak cucu ibu sehat sama kuat di perut istrimu."
"Pasti bu, Raja lagi usaha biar makin sabar ngadepin tingkahnya Khaira. Raja ganggu ibu ya nelpon jam dua pagi gini."
"Ya enggak, ibu lagi masak buat bekal adek mu sama sahur ibu. Kamu kenapa gak tidur nanti Khaira nyariin."
"Gak bisa tidur bu, Raja lagi pusing," Raja mengerutkan keningnya lalu memijitnya sebentar. Kepalanya benar-benar sakit memikirkan Khaira.
"Kenapa? Ada masalah apa memangnya?" Ada nada khawatir yang tidak bisa di sembunyikan dari suara ibunya.
Rasanya Raja sangat ingin menceritakan semua kekhawatiran dan kegelisahan hatinya kepada sang ibu seperti niat awalnya tadi. Namun lidahnya kelu, dia takut hanya menambah beban pikiran wanita yang sudah menghadirkan nya itu. Bagaimana pun ini masalah keluarga mereka, dia sebagai kepala keluarga lah yang harus mencari jalan keluar.
Yumi yang tak lagi mendengar suara anaknya kembali memanggil suara sang putra. "Raja, kamu masih disana kan nak?"
Raja tersadar dari lamunannya, segera disahutinya suara sang ibu. "Iya bu. Raja gak papa, ibu kalau udah siap sahurnya langsung tidur bu. Nanti uang sementaranya Riyan, Raja kirim besok ya bu. Raja tutup dulu, assalamualaikum."
Setelah mendengar balasan dari Yumi, sambungan telpon terputus. Raja menatap sendu ponsel digenggamannya. Ada rasa rindu yang teramat besar di hatinya untuk sang ibu, sudah dua tahun dia belum bisa menginjakkan kaki di kampung halamannya itu. Dia menghela nafas berat, besok masih ada waktu untuk memikirkan semuanya. Matanya sudah tak bisa lagi di ajak kompromi, untuk itu detik pertama dia memejamkan. Detik itu juga kantuk datang menjemput.
***
Raja keluar dari mobil yang sudah ia parkir. Melangkah dengan pasti menuju pintu restoran, namun belum sempat tangannya menyentuh gagang pintu kaca tersebut. Seseorang lebih dahulu menyebut namanya. Raja membalikkan badan untuk menghadap orang tersebut, dia sempat terdiam melihat sosok Arji dengan berani datang menginjakkan kaki kerestauran nya. Dadanya bergemuruh, ada gejola kesal dan marah yang berusaha mati-matian dia tahan.
"Mau apa lagi anda datang kemari?" Raja menatap sengit orang di hadapannya. Sama sekali dia tak menutupi nada bicaranya yang terkesan dingin.
"Kita gak bisa bicara di sini. Gue butuh tempat privasi untuk bicara."
"Saya tidak ada waktu untuk mendengar semua omongan anda." Raja berbalik dan kembali melangkah namun suara Arji berhasil kembali menghentikan langkahnya.
"Khaira, gue bisa langsung temui dia sekarang kalau lo gak mau ngasih gue tempat privasi."
Raja langsung maju, tanpa aba-aba dia mendaratkan satu pukulan tepat ke tulang hidung Arji. Amarahnya memuncak mendengar omongan Arji. Merasa kurang, dia kembali melayangkan satu tinju ke rahang kokoh milik pria itu, membuat Arji jatuh seketika.
Sedangkan Arji, belum sempat dia melawan kepalan tangan Raja sudah kembali melayang ke ulu hatinya membuat ia kalah telak. Bahkan kini tubuh besar milik Raja sudah berada di atas Arji. "Stop!!, stop!"
Suara itu tak lagi Raja dengar, bahkan beberapa satpam yang melerai mereka harus merasakan manisnya bogeman Raja. Dia sudah tidak bisa di hentikan, amarah sedang menguasainya.
Melihat lawannya sudah terkapar lemah, barulah Raja menarik diri dari atas tubuh Arji. Dia tak lagi ingin melihat manusia yang membuatnya muak, karena setelah memastikan lawannya benar-benar kalah dan tak sadarkan diri di sana, Raja langsung melangkah ke masuk kedalam mobil. Dia memilih libur dan tidak akan kembali kerumah karena yakin Khaira akan takut jika melihat ekspresinya kini.
Dia memutar kemudi memasuki kawasan pantai, angin sejuk yang berhembus pasti bisa mendinginkan suasana hatinya. Segera Raja keluar dari mobil, dia melangkah menuju gulungan ombak yang berakhir di bibir pantai. Menekankan mata untuk menikmati hembusan angin yang menerpa wajahnya. Membuka mata itu perlahan dan benar, dia sudah bisa kembali menguasai mimik wajahnya agar tak sekeras tadi. Barulah dia melangkah keatas untuk menjauhi ombak dan berakhir dengan duduk di di karang yang berada tak jauh dari sana. Raja mengeluarkan satu bungkus rokok yang isinya masih utuh. Dia bukan pecandu rokok, tapi Raja butuh nikotin itu saat suasana hatinya sedang panas seperti saat ini.
*
Raja menginjakkan kaki saat matahari sudah menghilang digantikan bulan. Khaira terlihat berdiri di depan pintu menyambut kepulangannya. Tak ada dari ketakutan seperti semalam, yang ada hanya wajah cemberut menandakan wanitanya tengah kesal atau merajuk.
"Assalamualaikum, kenapa nunggu di luar magrib-magrib gini?" Raja mengecup sekilas kening Khaira lalu beralih keperut istirnya yang terlihat semakin membesar.
"Waalaikumsalam, kamu kok berangkatnya gak bangunin aku? Ini juga kok pulangnya telat?" Suara Khaira sudah mulai terdengar merengek di telinga Raja membuat pria itu cepat menarik Khaira masuk kedalam sebelum membalas ucapannya.
"Kamu masih tidur tadi mana tega aku bangunin. Ini juga pulang telat karena emang resto nya tadi gak bisa di tinggal lagi rame."
"Kalau gitu aku mau makan ikan kakap."
Mendengar hal itu Raja langsung tertawa. "Tunggu aku mandi dulu ya. Kamu juga langsung sholat udah azan itu."
***
Batam, 2 Januari 21.