Chereads / Khaira's Story (on going) / Chapter 20 - Gara-gara bakso

Chapter 20 - Gara-gara bakso

"Assalamualaikum." Dua kali Raja mengucapkan salam, belum juga Khaira membalas membuat pria itu mengernyitkan dahinya. Setelah melepas sepatu serta kaus kaki, dengan cepat Raja melangkah masuk ke dalam. Ingin memastikan bahwa istrinya itu baik-baik saja, sebab biasanya Khaira akan menyambutnya dengan girang saat dia sudah menginjakkan kaki. Tapi kali ini kemana Khaira?

Melewati ruang tengah, Khaira tidak ada disana, beralih ke dapur. Di sana pun kosong, lalu kakinya melangkah ke halaman belakang, mana tau istrinya sedang bersantai disana. Nyatanya tempat itu pun kosong. Terakhir Raja berjalan ke kamar, mungkin saja Khaira tengah tidur.

Tapi, di sana pun Khaira tak tampak, Raja semakin gelisah takut hal buruk terjadi. Segera dia mengeliarkan ponselnya dan mencari minta Khaira yang memang tertera paling atas. Dering ke empat tidak juga di angkat, membuat Raja semakin cemas takut istrinya itu kenapa-napa.

Hingga panggilan ke sekian tidak juga Khaira angkat, bukan lagi cemas. Tapi panik, sebab Khaira sangat jarang atau bahkan tidak pernah keluar sejauh itu. Entah kemana dia pergi tapi satu yang Raja harap, semoga dia baik-baik saja dan lekas pulang. Tidak ingin menunggu lama Raja segera keluar dari kamar dan meraup kunci mobil yang tadi dia letak di samping tv.

Saat akan menghidupkan mesin mobil, suara pagar yang di dorong mengalihkan fokusnya. Di sana, Khaira sedang menutup kembali pagar yang dia dorong sambil menenteng kantong plastik hijau. Dengan cepat Raja keluar dari mobil dan berjalan menghampiri istrinya.

"Kamu dari mana Ra?" Raja berucap dengan nada cemas yang kentara.

Khaira mengerjap polos, seakan tidak menyadari raut kekhawatiran yang terpancar di wajah sang suami. Dengan senyum secerah matahari dia mengangkat kantong plastik yang sedari tadi dia jinjing.

"Tadi aku kepengen makan, bakso yang. Udah nggak tahan kalau harus nunggu kamu. Jadi aku beli sendiri. Aku beli dua kok, satunya buat kamu."

Penjelasan Khaira membuat Raja lemas, dengan cepat di tariknya Khaira untuk dia peluk, menyalurkan rasa khawatir, takut, dan kesalnya. "Lain kali kabarin aku Ra, terus kalau kamu mau sesuatu bilang aja sama aku, pasti aku beliin secepat yang Aku bisa. Terus tadi kamu naik apa? Beli nya juga jauh nggak?"

"Nggak jauh, beliknya di pertigaan depan, ya naik gojek mana sanggup aku jalan sejauh itu."

"Besok-besok, telpon aku aja kalau kamu butuh sesuatu, aku pasti usahain buat kamu. Yaudah ayo masuk, udah mau maghrib."

Sesaat setelah sampai di dalam rumah, Khaira segera menuju dapur. Rasa tak sabar sudah meliputi dirinya untuk segera mencicipi semangkuk bakso yang sudah ia idam-idamkan. Tak tanggung-tanggung, Khaira menuangkan hampir semua sambal yang ada di plastik kecil itu.

Belum sempat dia menyeruput kuah bakso, Raja lebih dulu menarik mangkok serta sendok yang dia pegang. "Ih, kok di tarik sih. Itu punya kamu udah aku tuangin," Khaira berseru kesal. Bagaimana tidak, saat bayangan yang tadi terus menghantui tinggal sedikit lagi terwujud, harus pupus.

Raja tidak membalas, dia hanya menaruh mangkok jatahnya ke hadapan Khaira dan memakan bakso milik Khaira dengan santai.

"Raja!" Seru Khaira kesal, sebab Raja mengabaikannya dan asik mengunyah bakso yang tadi dia idam-idamkan.

Raja yang tadi masih santai mengunyah menghentikan kunyahannya saat Khaira memanggil namanya. Catat, namanya!

Setelah menikah mereka sudah berjanji untuk tidak memanggil nama, tidak lebih tepatnya Khaira. Raja meminta Khaira untuk tidak lagi menyebut namanya tanpa embel-embel, ya meskipun mereka seumuran, tapi tetap saja itu tidak sopan mengingat Raja bukan lagi sahabatnya melainkan suaminya.

"Kamu nggak inget seminggu lalu BAB terus karna makan sambal berlebihan?" Tanya Raja dengan ekspresi datar.

"Ya kan itu udah aku kasih kecap juga."

"Meskipun udah, tapi ini tetap pedas Khaira. Makan yang itu aja udah aku takarin sambalnya."

Khaira menatap Raja dengan kesal, lalu bangkit dari sana menuju kamar. Selera makannya sudah hilang begitu melihat bakso kesayangannya lenyap di makan Raja. Raja yang melihat Khaira bangkit menghela nafas. Semenjak hamil, Khaira sangat mudah merajuk. Dan jika sudah begitu, makan akan sulit membujuknya.

Tidak menunggu lama, setelah mendengar suara pintu yang di tutup dengan kencang, Raja segera bangkit menyusul Khaira. Di bukannya pintu itu dengan pelan, suara isakan Khaira sudah sudah menggema di kamar mereka. Walaupun pelan tapi tetap saja terdengar keras di telinga Raja.

"Sayang," panggul Raja lembut sembari mengusap rambut Khaira. "Aku cuma nggak mau kamu sakit perut, mana tega aku liat kamu begitu. Udah dong jangan nangis."

Belum ada sahutan, suara tangis Khaira masih menggema. "Ra." Panggil pria itu lagi.

"Udah dong nangisnya, nanti kamu sesak nafas."

Khaira masih asik dalam tangisnya mengabaikan Raja disana. "Yaudah kamu boleh makan sambal, tapi satu sendok aja." Raja memulai negosiasinya, berharap Khaira akan luluh.

Khaira tetap tidak berbalik, tapi suara tangisnya sudah tidak terdengar lagi. Hal itu membuat Raja tersenyum, Khaira sangat cengeng, tapi entah mengapa itu terlihat menggemaskan di matanya

"Aku mau nya satu setengah sendok," balas Khaira dengan suara serak.

"Nggak, apaan satu sendok aja aku nggak rela."

Mendengar itu Khaira siap menumpahkan air matanya kembali. Namun dengan sigap Raja mengangguk, jika Khaira kembali menangis maka akan semakin sulit membujuknya.

"Tapi aku udah nggak kepengen bakso."

"Terus kamu mau apa?"

"Aku mau jalan-jalan, ke mau mall."

Dengan sigap Raja mengangguk, lebih baik ke sana dari pada melihat istrinya memakan cabe banyak-banyak.

"Habis maghrib ya perginya," ujar Raja.

"Terserah. Aku mau bakso tadi."

Dasar plin-plan.

******

Jadi ini masih bab yang manis-manis ya karena Khaira sudah banyak menderita saatnya kita menikmati moment manis mereka.

Batam, 15 September 20.