"Lepaskan aku!" Florence terus meronta dan menendang ke segala arah di dalam mobil. Ketakutan mengisi setiap tetes aliran darahnya.
"Tenanglah, Cantik. Berhentilah membuat keributan," ucap seorang lelaki. Ia duduk di kursi depan, berdampingan dengan si pengemudi. Suaranya terdengar berat. Ia membalikkan tubuh lalu mengarahkan pistol tepat di kepala Florence. Mulut pistol melekat di pelipis kiri wanita itu. Seketika bibir Florence terkatup rapat. Lelaki itu tertawa pelan.
"Kalian lihat? Mulut yang berisik dapat ditenangkan dengan mulut yang berisik pula."
"Hahahaha." Ia kembali tertawa. Kali ini lebih keras. Seakan melihat Florence ketakutan adalah hal yang lucu untuknya. Entah apa yang Ia tertawakan, kesehatan jiwanya nampaknya bermasalah.
"Bereskan dia!" ujarnya memberi perintah. Kedua lelaki yang menggiringnya masuk ke dalam mobil tadi bereaksi. Mereka mengambil botol kecil berwarna cokelat dari saku mereka dan menuangkan isinya ke sapu tangan.
Florence beringsut. Sebagai seorang dokter, Ia tahu pasti, itu adalah larutan Chloroform. Hanya beberapa tetes saja terhirup, cukup untuk membuatnya tidak sadarkan diri selama 4 sampai 7 jam.
Laki-laki yang berada di sebelah kiri Florence memegangi tangannya ke belakang punggung, sementara lelaki yang di sebelah kanannya, menempelkan sapu tangan itu ke mulut dan hidung Florence dengan kuat. Meski ia berontak, kebutuhan tubuhnya akan oksigen memaksa dirinya menghirup udara dari sapu tangan itu.
Semua terlihat berbayang, sepuluh detik kemudian, semuanya menghilang dalam pandangan Florence.
***
Florence memijat keningnya yang terasa berdenyut kuat. Seluruh tubuhnya terasa lemas. Florence perlahan membuka mata. Nanar matanya mengedarkan pandangannya ke sekeliling. Ia berbaring di atas kasur berbingkai kayu berwarna kuning kecoklatan. Florence mencoba mengenali tempat ini.
'Di mana aku?' pikiran itu berlarian di dalam kepala Florence.
Menurut perkiraan Florence, ruangan ini ukurannya tidak kurang dari 5 x 6 meter. Seluruhnya terbuat dari kayu. Beberapa hiasan terbuat dari tanduk Rusa dan lukisan abstrak menggantung cantik di dinding. Terdapat dua kursi dan sebuah meja yang juga terbuat dari kayu, tertata rapi di sudut ruangan.
Cahaya terang dari jendela kaca berbentuk lingkaran menarik perhatiannya. Florence menyeret tubuhnya yang lemah mendekati jendela. Ia terkejut saat melihat hamparan pegunungan yang indah di kelilingi hutan lebat. Dedaunan berwarna kuning kecokelatan dan berguguran. Saat ini akhir musim gugur, semua pepohonan mulai merangas dan hanya menyisakan dahan dan ranting-ranting pepohonan, tetapi pepohonan pinus masih menjulang tinggi dan hijau dengan dedaunannya.
Florence melihat sebuah UTV terparkir. Mirip ATV, tapi yang ini bisa dinaiki empat orang penumpang.
Tahulah Florence, bangunan ini cukup besar. Ia dapat melihatnya dari jendela, terdapat ruangan-ruangan lain. Sepertinya tempat ini sebuah rumah cukup besar atau villa di atas puncak pegunungan. Ada anak tangga tinggi di depan sana. Dia bisa memastikan rumah ini seperti rumah panggung dengan lantai yang tinggi dari tanah.
Seandainya Ia dalam keadaan yang berbeda dan bukan sedang diculik, Florence pasti akan berdecak kagum pada keindahan alam sekitarnya. Air laut berwarna hijau cerah yang diapit pengunungan bermuara dilautan lepas di ujung sana. Beberapa ekor angsa berenang di permukaan air. Sekelompok burung pemakan ikan sesekali mencelupkan paruh mereka dan kembali terbang dengan paruh yang telah terisi ikan.
"Di mana aku?" Florence bingung, jelas ia tidak mengetahui. Dirinya terbangun di tempat antah berantah yang terlihat indah.
Florence mengalihkan pandangan ke daun pintu yang berwarna kuning kecoklatan dan memiliki ukiran bermotif berlian. Suara derap langkah di atas lantai kayu menarik perhatiannya.
Daun pintu terbuka.
Sesosok lelaki muncul dari balik daun pintu. Ia memandangi Florence yang masih berdiri di depan jendela. Pandangan mata mereka bertemu. Lelaki itu tersenyum.
"Putri Tidur sudah bangun," ujarnya melihat ke arloji yang melingkari pergelangan tangannya.