Chereads / Kisah Cinta Vega / Chapter 4 - Altair

Chapter 4 - Altair

SEMINGGU KEMUDIAN:

.

Pagi itu jalanan macet sekali dan Vega tahu ia akan terlambat ke kuliah Miss Perfect. Ia benar-benar panik, minggu lalu ia absen karena tidak tahu jadwal, kalau hari ini ia terlambat bisa-bisa malah tidak diijinkan masuk.

Ia melirik jam tangannya dengan cemas, oh Tuhan... sudah hampir jam 8, dan ia masih jauh dari tujuan. Ia mencoba melihat dari jendela bis kota yang dinaikinya untuk melihat seberapa jauh kemacetan itu berlangsung.

Oh, God ... tak ada harapan. Akan lebih baik baginya jika turun dari bis dan berlari ke kampus.

Akhirnya Vega nekat. Ia turun dari bis yang belum juga bergerak dari tempatnya dan siap-siap berlari, namun tiba-tiba matanya yang tajam melihat sebuah motor melaju kencang melewati kemacetan dan pikirannya segera bergerak cepat.

Ia melihat stiker Fakultas Sastra di tempel di bagian depan motor dan yakin kalau pengendaranya pastilah menuju arah yang sama, segera ia menghadang motor itu.

Sang pengendara kelihatan kaget setengah mati.

"Maafff... maaf sekali ... Aku boleh nebeng sampai kampus, nggak? Dari tadi macetnya sangat parah, padahal aku tidak boleh terlambat masuk kuliah jam 8 ini... Please?!" kata Vega memelas. Pemuda itu melihatnya sambil mengerutkan kening, kemudian mengangguk.

Buru-buru Vega naik dan motor itu kembali melesat ke arah kampus.

"Jurusan apa?" Tanya pemuda itu dalam perjalanan.

"Sastra Inggris. Kalau kamu?"

"Aku Sejarah."

"Oh... tingkat berapa?"

"Tingkat 2."

"Aku baru masuk... hehe, jadi masih dalam penyesuaian. Namaku Vega."

Pemuda itu terdiam sesaat, seperti memusatkan perhatian pada jalanan, baru kemudian menyebutkan namanya. "Namaku Altair."

Deg!

Vega tersentak. Dadanya seketika berdebar-debar. Tiba-tiba ia pun kehilangan kata-kata. Astaga... jangan-jangan ini adalah Altair yang sama dengan yang selama ini dicarinya... Pemuda yang selalu membuatnya penasaran. Aduuh...

"Kamu... kenapa dikasih nama Altair?" tanya Vega kemudian setelah terdiam agak lama.

"Aku nggak tahu." Jawab pemuda itu acuh, "Apalah artinya sebuah nama?"

"Tapi..."

"Kita sudah sampai, selamat kuliah."

Percakapan itu pun berakhirlah karena mereka sudah tiba di kampus, dan Vega tiba-tiba ingat bahwa ia tak boleh terlambat ke kelas Miss Perfect. Ia mengucapkan terima-kasih lalu berlari pergi ke kelasnya.

Altair menatap punggung gadis itu sampai menghilang, lalu mendesah pelan dan membuka helmnya.

Di kelas, Vega sulit berkonsentrasi. Pikirannya melayang-layang pada Altair yang tadi secara tak sengaja ditemuinya. Ia bingung, apakah benar itu Altair yang dicarinya, atau hanya kebetulan memiliki nama yang sama.

Dan sialnya... ia juga tak tahu bagaimana wajahnya. Tadi ia tak sempat melihat bagaimana wajah Altair karena belum sempat melepas helmnya. Aduuh pusing...

Kuliah berikutnya lebih menyenangkan. Rune datang membawa beberapa bahan listening yang lucu. Mereka mendengarkan cerita-cerita menarik dari headphones. Dan seperti biasa Vega yang paling berhasil dalam mata kuliah ini.

Rune tampak sangat dingin hari ini, walaupun bahan yang dibawanya lucu ia tidak tampak tersenyum, ia juga tidak memuji ketika Vega menceritakan kembali salah satu bahan hampir 100 persen akurat.

"Aku sudah tahu kenapa si Rune itu jadi dingin seperti sekarang ini..." kata Sandy siang itu di kantin. Semua mendengarkannya dengan penuh perhatian. "Dia disakiti oleh perempuan."

"Ah, sok tahu. Emangnya kau dengar tentang itu dari mana?" tanya Rara penasaran.

"Aku dengar dari kakak kelas, ya. Sudah rahasia umum, dulu waktu kuliah Rune pacaran dengan sahabatnya sendiri di kampus. Mereka itu sama-sama pintar, dan kemana-mana selalu bareng... sudah seperti Romeo dan Juliet-nya Sastra, deh..."

"Terus... apa yang terjadi?"

"Gadis itu pergi melanjutkan kuliah S2 keluar negeri, dan memutuskan tidak pernah kembali lagi ke Indonesia. Dia bertemu laki-laki bule di sana. Padahal Rune sudah menunggu dia selama dua tahun. Gila nggak..?"

"Berarti Rune sangat mencintai gadis itu, makanya luka yang timbul terlalu dalam dan sulit untuk sembuh," komentar Vega pelan. "Kasihan Rune..."

"Kalo kamu sekasihan itu sama dia, kamu saja yang pacaran sama dia, Ga... Siapa tahu dia bisa berubah jadi lebih baik sikapnya kepada kita.. hehe..." ujar Rio sambil menyikut Vega. Mereka semua tertawa.

Tiba-tiba Sandy yang duduk menghadap pintu masuk berhenti tertawa dan mendehem. Vega sadar pasti ada seseorang yang penting masuk ke dalam kantin. Ia tersenyum melihat Sandy memonyongkan bibir dan membentuk kata Felicity. Vega segera maklum. Dasar cowok, pikirnya.

"Felicity... aku nggak bisa menemani kamu ke show nanti malam. Teman-temanku mau membicarakan rencana pentas minggu depan."

Suara dari laki-laki itu tiba-tiba membuat Vega terkesiap. Ia ingat sekali itu adalah suara pemuda yang tadi pagi memboncengnya naik motor sehingga tidak terlambat ke kuliah Miss Perfect.

Suara Altair..!

Ia menoleh ke sebelah kanannya dan melihat di meja sebelah sana Felicity duduk dengan seorang pemuda berwajah pucat namun benar-benar tampan. Rambutnya acak-acakan agak panjang, dan matanya yang terlihat malas mengerjap-ngerjap karena kantuk. Di telinga kirinya tersemat anting yang membuat penampilannya typical bad boy yang sangat keren.

Inilah Altair yang tadi pagi ia temui.

"Itu kan Danlap (Komandan Lapangan) Ospek kemarin..." bisik Rara kepada teman-temannya. Matanya langsung terlihat berbinar-binar. "Ternyata kalau dia lagi nggak teriak-teriak marahin mahasiswa baru, suaranya bagus banget ya..."

Rio menyentil bahu Rara, "Kamu naksir?"

"Ya iyalah... aku dan ratusan cewek Sastra lainnya," sergah Rara. "Aku kan normal, Rio. Yang nggak normal tuh kalau aku naksir Felicity."

Vega terkesima mendengar bahwa Altair adalah Komandan Lapangan Ospek yang lalu. Berarti pemuda itu cukup berpengaruh di kampus. Ia bertanya-tanya apakah nama Altair yang dimilikinya hanya suatu kebetulan, atau itu memang Altair-nya....

"Kalian manggung di mana?" tanya Felicity.

Vega tidak mendengar jawabannya karena suara Altair menjadi pelan. Sepertinya ia tidak ingin orang lain mendengar jawabannya. Felicity terlihat mengangguk-angguk dan tidak bertanya lagi.

Altair kemudian pamit dan pergi dari kantin. Beberapa gadis cantik tampak mendatangi Felicity dan ikut makan siang bersamanya. Vega membatin, Felicity terlihat seperti ratu lebah dengan dayang-dayang yang mengelilinginya. Gadis itu tampak cantik sekali.