Baru 2 hari setelah Shiro memainkan EEWAO dan dipaksa untuk tinggal di dunia Emross, akan tetapi sudah banyak sekali hal yang telah ia alami. Ia bertemu dengan berbagai macam Monster dan mampu menaikkan levelnya dengan cukup cepat. Padahal pada zaman EEWAO masih berupa game, menaikkan level adalah hal yang sangat sulit, karena minimnya jumlah Monster dan banyaknya pemain yang memainkan game tersebut. Akan tetapi setelah event besar terjadi, semuanya telah berubah.
Dahulu, para Senshi bisa menaikkan level dari karakter mereka dengan cara membunuh Monster dan menjalankan misi. Para NPC tidak bisa berkembang dan hanya memiliki kecerdasan dan kemampuan yang telah di setting untuk mereka.
Sedangkan saat ini di dunia baru, para Senshi hanya bisa mendapatkan XP dan menaikkan level mereka dengan membunuh Monster. Mereka sudah tidak lagi mendapatkan XP dari misi yang telah mereka selesaikan. Dan di dunia baru ini, para NPC bisa berkembang dan memiliki kecerdasan layaknya makhluk hidup pada umumnya.
Berbeda dengan para Senshi yang hanya dapat menaikkan level mereka dengan membunuh monster, para NPC juga mampu menaikkan level mereka dengan melakukan aktifitas harian seperti bekerja, berlatih, belajar dan lain sebagainya. Walaupun begitu perkembangan dari kebanyakan NPC sangatlah lambat, dan hanya beberapa dari mereka saja yang bisa berkembang dengan cepat dan mampu bersaing dengan para Senshi.
Setelah serangan Monster berakhir, para warga menyalakan api unggun di beberapa tempat untuk menerangi sudut desa.
Para warga yang dibantu oleh para prajurit kembali mengumpulkan mayat dari keluarga mereka. Sedangkan sebagian dari mereka terlihat sedang sibuk mengumpulkan bangkai Monster yang berserakan di penjuru desa dan membawanya ke pabrik misterius yang masih belum jelas kegunaannya.
"Hey.. Terimakasih telah membantu kita." TukangSantet menghampiri Shiro yang terlihat sedang berisantai di depan rumah Ana.
"Iya. Apa kau mau apel?" kata Shiro yang kemudian melemparkan sebuah apel besar kemerahan ke TukangSantet.
"Owh.. Terimakasih. Banyak sekali persediaanmu." TukangSantet menangkap apel tersebut dan kemudian duduk disamping Shiro.
"Para warga memberikannya kepadaku." jawab Shiro.
Beberapa saat kemudian, di sela-sela kesibukan para NPC, sang kapten kerajaan terlihat berjalan menghampiri Shiro dan TukangSantet yang sedang duduk di teras rumah kepala desa.
"Tuan.. Para warga telah memberitahu saya apa yang telah terjadi selama saya pergi. Saya mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada anda karena telah berjuang mati-matian menyelamatkan mereka."
"Jangan khawatirkan hal itu, aku hanya menjalankan misi darimu." jawab Shiro dengan cukup santai.
"Itu benar, tapi tidak salah lagi jika anda merupakan pahlawan yang telah menyelamatkan desa ini. Sang raja juga telah meminta saya untuk memberikan imbalan untuk anda. Mohon terimalah."
Shiro menerima 2 kantung penuh yang berisi 2.000 keping Gold, imbalan dari misi menjaga desa Bae. Dia telah dianggap sebagai pahlawan yang telah menyelamatkan desa Bae, tapi diantara ratusan mayat yang berserakan di penjuru desa, ada juga puluhan warga desa yang telah ia bunuh.
Shiro sedikit penasaran, kenapa sang kapten kerajaan sama sekali tidak menyinggung tentang para warga yang telah ia bunuh. Padahal ia sudah pasrah jika harus disalahkan oleh para warga karena telah membunuh keluarga mereka. Dia tidak menyangka jika Ana tetap diam dan menutupi perbuatannya tersebut.
Setelah menyerahkan bayaran Shiro, sang kapten pun pamit dan kembali membantu para warga. Shiro hanya termenung melihatnya pergi menjauh, Ia tidak sanggup untuk mengatakan yang sebenarnya kepada kapten itu.
Sambil memakan satu buah pisang yang besar dan panjang, TukangSantet yang dari tadi hanya terdiam pun mulai membuka pembicaraan.
"Aku dengar pagi ini mereka telah diserang kawanan Monkey Warrior."
"Benar... Dan sekarang mereka harus kembali menguburkan mayat baru lagi, menyedihkan sekali." jawab Shiro sambil mengupas kulit jeruk.
"Hmm.. Sawal adalah orang yang baik. Aku bisa mengetahuinya dari melihat raut wajah khawatirnya selama dalam perjalanan menuju kesini." kata TukangSantet pelan.
"Di dunia ini.. Bukan. Maksudku di dunia game ini ada banyak sekali orang baik. Lihatlah keluar, maka kau pasti akan menemukan mereka. Dan jika tidak.. Maka jadilah salah satu dari mereka."
"Hmm.. Mungkin kau benar. Manusia memang terlahir baik. Tidak peduli menjadi apa mereka nantinya.
"Lalu.. Siapa itu sawal?" kata Shiro memandangi TukangSantet dengan wajah datar.
"Eh? Prajurit tadi! Aku kira kau sudah tahu namanya." jawab TukangSantet sedikit kesal.
"Mereka mempunyai nama?" kata Shiro tersenyum kecut.
"Tentu saja. Karena saat ini mereka sudah seperti manusia pada umumnya."
Mendengar pertanyaan dari TukangSantet, sejenak Shiro pun menoleh kearah penyihir ganas tersebut dan kemudian memakan satu buah jeruk utuh sambil berkata, "Bukankah di dunia ini mereka memang seorang manusia? Sedangkan kita hanyalah sekumpulan alien yang menumpang singgah."
"Kau benar sekali..." kata TukangSantet lirih, lalu menoleh ke arah para warga yang masih sibuk mengumpulkan mayat.
"Sekarang aku mengerti arti dari pepatah, 'jangan menilai kotoran dari baunya.' Walaupun tampangmu menakutkan, ternyata hatimu sangat lembut seperti seorang lolicon." kata Shiro tersenyum kecut.
"Kau memujiku atau menghinaku?!" sentak TukangSantet jengkel.
Melihat Shiro dan TukangSantet yang sedang asyik mengobrol, PenggaliKubur pun menghampiri mereka berdua. "Apa yang sedang kalian bicarakan?"
"Hmm.. Setelah aku perhatikan dengan seksama, nama kalian terdengar tidak asing bagiku, apa kalian berasal dari Nusantara?" tanya Shiro memandangi tampilan status mereka berdua.
"Benar, apa kau juga berasal dari Nusantara?" jawab PenggaliKubur sambil duduk di samping TukangSantet.
"Iya, aku berasal dari pulau Java. Ternyata ada juga pemain Emross yang berasal dari Nusantara."
Tanpa terlebih dahulu meminta ijin kepada Shiro, PenggaliKubur dengan lahapnya langsung memakan buah-buahan yang ada di sekitar mereka.
"Tentu saja. Ada banyak sekali pemain Emross yang berasal dari Nusantara, bahkan Garuda Guild terkuat no. 2 merupakan aliansi dari para pemain Nusantara."
"Oho.. Lalu kenapa kalian tidak bergabung dengan mereka?" tanya Shiro sedikit tertarik dengan pembicaraan.
"Dulunya kami pernah bergabung dengan mereka, dan si TukangSantet adalah mantan dari salah satu komandan mereka. Akan tetapi karena memiliki perbedaan pendapat dengan pimpinan aliansi, kami pun memutuskan untuk keluar dari Garuda. Dan setelah event besar terjadi, kami pun memutuskan untuk membuat sebuah Guild yang hanya menampung Class Mage saja."
"Ehh? Bodoh sekali kalian ini. Lalu berapa banyak anggota aliansi yang kalian miliki sekarang?"
Karena PenggaliKubur sedang sibuk menghabiskan buah-buahan yang masih tersisa, Tukangsantet pun menajwab pertanyaan Shiro. "104 orang."
"Hmm.. Banyak juga. Apa ada perempuannya?" tanya Shiro dengan raut wajah penasaran.
"Tidak ada. Sangat susah sekali untuk merekrut pemain wanita jika Guildmu masih lemah. Jika saja kelasmu adalah Mage, aku pasti akan merekrutmu. Tapi Destroyer.. aku sama sekali tidak tahu jika ada kelas seperti itu." kata TukangSantet sedikit penasaran.
"Cih! Siapa juga yang ingin bergabung dengan aliansi yang hanya dihuni oleh para pria. Aku bukan homo!" jawab Shiro dengan raut wajah sinis.
Mendengar perkataan Shiro yang terdengar agak mengesalkan, dengan mulut yang masih penuh dengan buah, PenggaliKubur pun menyela pembicaraan mereka. "Hoi!! Dengan kata lain, kau sedang mengatakan jika kami adalah homo??"
"Benar." jawab Shiro dengan raut wajah malas yang kemudian menggigit pisang yang ia pegang.
karena terkejut dengan jawaban Shiro, PenggaliKubur memuntahkan buah-buahan yang masih ada di mulutnya. Sedangkan TukangSantet terkekeh seraya berkata, "Hah ha.. Jujur sekali kau jadi orang."