"Hmm.. Apa yang ada di dalam kotak itu?" kata TukangSantet, penasaran dengan 2 kotak kayu yang sedang dibawa oleh Turi.
"Oh, ini adalah HP dan MP potion yang tadinya akan saya berikan kepada tuan Shiro." jawab Turi sambil menaruh kotak-kotak kayu tersebut di teras depan.
"Ohh.. Banyak sekali. Bagaimana kalian bisa mempunyai potion berkualitas tinggi sebanyak ini?" kata PenggaliKubur, memeriksa isi dari kotak kayu tersebut yang ternyata berisi puluhan potion grade A.
"Kami memproduksinya sendiri tuan." jawab Turi dengan wajah polos.
"Hah?" PenggaliKubur dan TukangSantet saling memandang satu sama lain karena tidak paham dengan perkataan NPC tua itu.
"Apa maksudmu dengan memproduksinya sendiri?" tanya TukangSantet.
"Kami mempunyai pabrik yang memproduksi HP dan MP potion. Salah satu pabrik potion terbesar yang ada di kerajaan Mataram." jawab Turi.
"Oh." TukangSantet dan PenggaliKubur tidak percaya jika potion yang mereka gunakan selama ini merupakan buatan dari para NPC. Mereka hanya bisa tertegun mendengar pengakuan Turi.
Karena merasa adanya keuntungan besar dari usaha pembuatan potion, TukangSantet pun mencoba untuk menggali informasi lebih jauh tentang cara pembuatan potion tersebut. "Lalu bagaimana cara kalian membuatnya? dan bagaimana kalian memasarkannya?"
"Untuk pembuatan HP potion, kami mengolah darah monster dengan beberapa rempah pilihan. Untuk pembuatan MP potion, kami menggunakan air gunung yang dimasak dengan beberapa rempah pilihan. Sedangkan untuk pemasarannya, kami mengandalkan prajurit kerajaan untuk membawanya ke ibukota." jawab Turi dengan penuh sopan santun.
"T-Tunggu.. Apa maksudmu? Darah?? Air??" kata TukangSantet tidak yakin dengan apa yang barusan ia dengar.
"Benar tuan. Kami meraciknya dengan bahan yang telah diajarkan oleh nenek moyang kami secara turun-temurun."
"Jadi selama ini kalian menjual darah monster dan air gunung kepada kami?!!" seru PenggaliKubur kesal. Ia merasa seperti telah ditipu oleh para NPC. Mereka menjual sesuatu yang biasanya ia biarkan berserakan setelah mengalahkan monster. Bagi PenggaliKubur dan Senshi lainnya, hal itu merupakan sesuatu yang remeh dan para NPC malah menjual bahan-bahan buangan tersebut dengan harga yang lebih mahal dari daging domba utuh.
Akan tetapi bagi para NPC, hasil penjualan dari potion yang mereka produksi tidaklah sebanding dengan resiko yang harus mereka terima. Mereka mempertaruhkan nyawa mereka mengumpulkan darah dari bangkai Monster yang berserakan di hutan, limbah yang dibiarkan membusuk oleh para Senshi. Walaupun nyawa menjadi taruhannya, akan tetapi mereka tetap melakukannya, karena sudah menjadi kewajiban bagi mereka untuk terus memproduksi potion tersebut.
Turi nampak ketakutan karena PenggaliKubur tiba-tiba nampak marah. Pria tua itu sama sekali tidak mengerti kenapa Senshi tersebut bisa Semarah itu.
Untung saja ada TukangSantet yang meredakan amarah PenggaliKubur. Dia sadar jika para NPC mempunyai kesulitan tersendiri untuk membuat potion-potion tersebut, jika tidak, mereka pasti tidak akan hidup dalam kemiskinan seperti saat ini.
.
.
Beberapa saat kemudian di kedalaman hutan Rahtawu.
Shiro terus berjalan menyusuri hutan menuju kearah timur. Terlihat beberapa jenis hewan malam yang berkeliaran di sekitarnya, akan tetapi sejauh mata memandang, sama sekali tidak terlihat satu ekorpun Monster yang dapat ia bunuh. Padahal beberapa waktu yang lalu saat masih berada di perbatasan hutan, Shiro sudah bertemu dengan beberapa jenis monster baru.
Karena merasa lelah berjalan, Shiro memanjat pohon besar untuk bisa sejenak beristirahat di atas pohon. Akan tetapi setibanya di atas, dia melihat cahaya terang yang berasal dari arah selatan yang tidak jauh dari tempatnya berada saat ini.
"Apa itu?" kata Shiro penasaran.
Dia bergegas melompat turun dan kemudian menghampiri sumber cahaya tersebut yang ia rasa adalah cahaya dari sebuah api unggun.
Setelah Shiro berada cukup dekat dengan sumber cahaya yang tadi ia lihat, terlihat ratusan tenda yang berdiri di area sekitarnya.
Dari balik kegelapan pohon, Shiro melihat beberapa orang yang kemungkinan adalah para Senshi yang terlihat sedang merancang sebuah strategi. Kelompok orang tersebut adalah para anggota aliansi Blackstone yang sedang beristirahat dari perburuan Monster.
Melihat adanya kelompok besar yang sedang berada di wilayah tersebut, Shiro pun memutuskan untuk pergi ke Utara, karena akan sangat menyulitkan baginya jika harus bersaing dengan kelompok sebesar itu.
"Siapa kau!" Baru saja ia mau pergi dari tempat itu, tiba-tiba muncul seorang ninja yang menyergapnya dari belakang.
Karena merasa ada yang sedang mengancamnya dari belakang, Shiro pun mengangkat kedua tangannya dan kemudian perlahan membalikkan badannya.
"Apa yang sedang kau lakukan disini?!" kata ninja tersebut yang ternyata adalah BluePanda.
"Oho.. Ninja?! Apa kau bisa kuchiyose dan bilang nin nin nin??" Shiro terkejut melihat seorang ninja yang sedang menodongkan pedang kearahnya. Akan tetapi bukannya panik, dia malah menggoda ninja tersebut.
"Hey! Apa kau tidak sadar dengan posisimu saat ini?!" sentak BluePanda menaikkan ujung pedangnya ke dagu Shiro.
"Cih! Ninja yang sangat kaku. Kau pasti bukan temannya Hatori. Aku kebetulan lewat dan melihat adanya nyala api, karena merasa penasaran, jadi aku mengintip mereka untuk memastikan. Apa aku sudah boleh pergi?" kata Shiro dengan masa bodoh.
BluePanda memandangi Shiro dari wajah sampai ke ujung kaki. Dari penampilan luar Shiro, ia merasa jika Shiro tidak akan menjadi ancaman bagi BlackStone. Karena yakin jika Shiro bukanlah seorang mata-mata, BluePanda pun menurunkan katananya. "Siapa kau ini? Kenapa kau berkeliaran seorang diri?"
"Yang pasti aku adalah seorang Senshi. Kalau aku boleh tahu, apa wilayah Utara hutan sudah kalian datangi? Sejak aku memasuki hutan dari sebelah barat, aku hampir sama sekali tidak bertemu dengan seekor Monster pun."
"Belum, kami baru saja membersihkan daerah di sekitar sini saja, tapi tentu saja tidak semuanya." jawab BluePanda sambil menyarungkan kembali katananya.
"Oh.. Kalau begitu terimakasih atas informasinya. Bye! Nin nin... Nin nin..." Dengan sedikit gaya, Shiro berjalan meninggalkan BluePanda.
"Hmm.. Aku tidak ingat jika ada Class Destroyer." gumam BluePanda lirih memandangi Shiro berjalan menjauh.
.
.
Di dalam istana kerajaan. Ruangan raja terlihat berantakan dengan berbagai jenis barang yang berserakan di sekitar. Suasana hati Raja Ali sangat kacau ketika ia menyadari jika putrinya Cindy belum juga pulang ke istana.
Di singgasananya, ia duduk dengan gelisah memandangi pintu masuk ruangan. Ia merasa tidak sabar untuk menunggu kabar dari para ROG yang sedang mencari keberadaan dari Putri Cindy.
Sedangkan di luar ruangan raja, tepat di samping pintu masuk. Terlihat Ain dan Han yang sedang menjaga pintu ruangan raja.
"Ain, bagaimana menurutmu? Apa tuan Putri benar-benar diculik?" tanya Han.
"Entahlah.. Tapi yang aku tahu pasti, saat ini tuan Putri pasti sedang baik-baik saja. Jika saja beliau memang benar-benar diculik, maka para penculik pasti tidak akan melukai tuan Putri sebelum mendapatkan tebusan." jawab Ain dengan cukup tenang.
"Sialan, si Yin! Sudah kubilang kepada gadis Undead itu untuk berhenti membiarkan tuan Putri kabur dari istana. Sekarang semuanya jadi kacau gara-gara dia!" keluh pria tua itu kesal.
Next Chapter : 45. SweetSugar