Icha segera berjalan cepat menjauh dari gery dan billa, tujuannya bukan kelas namun perpustakaan.
Belum juga kakinya sampai di perpustakaan, dia tak mampu menahan sesak di dadanya.
Dia jongkok sambil menutup kedua telinganya, menunduk menutupi air mata yg kini telah mengalir sempurna melewati kedua pipi mulusnya.
"Hiks.... Kenapa sakit? Aku ga boleh egois kan? Mereka teman dan sahabat aku sendiri."
"Hiks... Tapi sakit banget"
"Kamu jangan bodoh cha. Kalau lo suka gery, kejar nagapain lo deketin dia ke temen lo sendiri" suara tersebut mendengung di telinga icha.
"Jangan cha, kamu jangan egois. Kamu ga mau kan kalau kamu kehilangan gery, gara2 dia tau perasaan lo ini. Jangan buat semuanya menjadi rumit cha." terdengar suara lagi di telinga icha yg membuat icha semakin sakit.
Icha semakin erat menutup telinga dan menggeleng perlahan.
"Stop.... Diem kalian.... Hiks..... Hiks.... " lirih icha
Rosi yg baru keluar dari perpustakaan pun bingung saat melihat icha seperti itu.
Dia berlari menghampiri icha dan jongkok didepan icha.
"Kenapa cha? Kenapa nangis? Siapa yg sakitin lo?" khawatir rosi membelai rambut icha.
Icha hanya menggeleng tanpa mengangkat kepalanya.
"Bilang sama gua cha, berani banget mereka bikin lo nangis. Biar gua kasih pelajaran mereka"
Icha masih tak bergeming membuat rosi kalang kabut.
Rosi memegang tangan icha yg berada ditelinganya.
"Icha, jangan nangis. Bilang sama gua, lo jangan gini. Lo buat gua khawatir"
"Cha.... "
"Icha... "
Icha masih tak menanggapi panggilan rosi dan masih melanjutkan tangisannya.
"Lo ada kita cha buat cerita. Jangan pendam semuanya sendiri. Cerita cha lo kenapa, siapa yg jahatin lo" lirih rosi mencoba mengangkat dagu icha agar menatap wajahnya.
Saat icha menatapnya, rosi semakin sakit melihat icha.
Mata icha terlihat sangat terluka saat ini. Rosi menghapus air mata icha perlahan.
"Kenapa?" tanyanya
Icha menggeleng kemudian memeluk rosi tiba2.
Rosi terduduk mendapat pelukan dadakan dari icha, namun rosi hanya tersenyum.
Setidaknya kini icha bisa berbagi dengannya, dengan perlahan rosi mengusap punggung icha dari atas kebawah berharap icha sedikit tenang.
"Pulang ya cha, biar lo istirahat. Ga mungkin kan lo ke kelas kondisi seperti ini" icha menggeleng
"Gua panggilin gery ya?" tanya rosi yg dijawab gelengan oleh icha.
"Tumben banget dia ga mau sama gery. Kenapa dia sebenarnya" batin rosi bingung.
"Yaudah gua panggil Siska aja. Tapi lo pulang, biar kita yg izinin lo kalau lo sakit."
"Gua juga bakal bilang sama orang rumah kalau lo sakit, makanya lo pulang. Ya cha, gua ga bakal tega biarin lo dengan kondisi gini cha. Oke.kalau lo nolak gua panggil gery" icha yang awalnya menolak pun menyetujui daripada rosi memanggil gery.
"Yaudah biar Siska urus surat izin lo, gua anter lo pulang. Nanti kalau lo udah mau cerita, cerita sama gua. Jangan nangis ya cha, lo udah kayak adik kita. Kita ga mau lo terluka, apalagi sampe seperti ini oke cha" pinta rosi.
"Bener, kak gery pasti juga sama. Dia nganggep gua adiknya. Kenapa gua ngarep lebih sih. Gua ga boleh egois" batin icha yg kini semakin menjadi2 mengeluarkan air matanya membuat rosi bingung.
Duh icha mnderita bgt kayaknya.
pernah ga kalau alami yg dialami icha. Tunggu part selanjutnya ya