"Kazumi? ... apa kau baik baik saja?", tanya Hina sembari menggoyangkan badan ku.
Aku yang tertidur di kursi pengemudi mobil ku ini pun terbangun dan membuka mataku perlahan.
"Hmm ... aku baik baik saja", jawab ku lemas.
"Kita di kasi tiga device gratis loh ...", ujar Hina lalu masuk ke mobil dan duduk di kursi samping kiri ku.
"Kazumi ... apa kau bener bener liat Renai?", tanya Takumi tak percaya sembari masuk ke mobil dan duduk di kursi belakang.
"Cih ... udah lah lupain aja ... gak bakal aku main game sialan itu lagi", ucap ku lalu menyalakan mesin mobil dan memakai sabuk pengaman.
"Aku sudah masukin device nya ke bagasi ... udah mendung juga ini", ucap Takumi masuk dan duduk di kursi belakang.
"Apa ... Renai benar benar hidup?", tanya ku dengan nada datar dan wajah sedih.
"Ka-kazumi ... aku bakal jelasin waktu sampe rumah mu ...", jawab Takumi.
"Jangan! ... biar aku aja yang jelasin, lagi pula rumah mu kan jauh sama rumah Kazumi kan?", kata Hina melarang Takumi ke rumah ku.
"Ohh ... oke lah ..., dan Kazumi apa kau masih bisa nyetir?", tanya Takumi.
"Hmm ... masih", ucap ku lalu kembali melajukan mobil ku keluar dari parkiran game center.
Dengan kecepatan hampir seratus kilometer per jam aku melajukan mobil ku di jalanan umum.
"Ka-kazumi ... apa ini gak terlalu ngebut?", tanya Hina dengan wajah yang sedikit cemas.
Aku tak menjawab nya, aku tetap fokus mengemudi dengan pikiran ku yang sedang kacau. Beberapa menit kemudian kami sampai di depan rumah Takumi.
"Makasih Kazumi ... dan Hina ... tolong jaga dia ya", ucap Takumi keluar dari mobil dan kembali menutup pintu, tak lupa ia mengambil device yang ada di bagasi mobil ku.
Aku kembali menginjak pedal gas dan melajukan mobil ku. Hujan pun mulai turun di tengah perjalanan kami berdua. Suasana di dalam mobil sangat sunyi. Tak satupun dari kami yang mengucapkan kata kata.
"Kazumi ... apa kau ingin bertemu dengan Renai lagi?", tanya Hina memecah keheningan.
"Hmm ... aku, aku hanya mau minta maaf pada nya karena aku tak bisa melindungi nya", jawab ku tetap fokus pada jalanan.
"Kau itu ... padahal kau sangat mencintai nya, tapi sampai saat terakhir pun kau tak menyatakan cinta mu kan?", ujar Hina.
Aku pun memberhentikan mobil di pinggir jalan. Aku tak mau konsentrasi ku terganggu karena percakapan ini.
"Hina ... apa kau tau Takumi suka sama kamu?", tanya ku.
"He? ... a-apa maksudmu?", kata Hina dengan pipi yang memerah.
"Saat Takumi terkena virus itu ...
kau yang menyadarkan nya bukan?", lanjut ku bertanya.
"Kau menghalangi ku untuk membunuh nya ... sebenar nya aku iri pada kalian", lanjut ku.
"Ka-Kazumi ...",
"Padahal aku sudah berusaha keras ... aku berusaha keras ... tapi aku gagal ... aku ketua yang paling payah ... aku tak bisa melindungi kalian ...", ucap ku dengan air mata yang mulai menetes.
"Kazumi ... sudah ..."
"Hmm ... maaf ...", ucap ku lalu mengusap air mataku.
"Apa nanti malam kau mau main bareng?", tanya Hina.
"He?!"
----------------------
Malam ini aku kembali duduk di ranjang ku dengan lampu kamar yang belum aku nyalakan. Device baru yang diberikan Game Master payah itu ada di samping ku. Aku juga sudah menginstal game [RE]START di komputer ku.
Apa ... aku akan kembali ke dunia itu? ... apa aku akan kembali?
Disaat yang sama smartphone ku berdering tanda pesan masuk.
{Kazumi kau tak perlu bermain hari ini, aku dan Hina tak akan bermain hari ini, kami khawatir kau besok bolos sekolah lagi}, pesan dari Takumi yang ku baca.
"Huff ... untung saja, aku belum siap untuk bertemu dengan nya lagi ...", ucap ku setelah menghela nafas ku.
Aku takut, aku tak akan bisa melindungi nya lagi ...
Maafkan aku Renai ...
Aku pun membereskan device yang berserakan di ranjang ku dan meletakan nya di atas meja belajar ku. Aku menutup pintu kamar dan kembali berbaring di atas ranjang ku.
Saat itu, memang aku yang mengalahkan manusia penyebar virus itu. Tapi, Takumi lah tokoh utama dalam cerita itu. Walau dia terkena virus itu, dia bisa lepas dengan mudah nya.
Cih ... kenapa mereka selalu beruntung ...
Ledakan itu ...
Saat itu ...