Hari ini nyonya Lee dan nenek Lee mengajak Jaera ke pusat perbelanjaan. Mereka menyuruh Jaera untuk memilih baju apa saja yang ia inginkan, karena mereka berkata baru hanya membelikan beberapa lembar saja.
Sungguh Jaera merasa tak enak pada mereka, Jaera yang notabenenya bukan siapa-siapa dan berstatus pekerja di rumah mereka di istimewa kan seperti ini. Dan bahkan belum seminggu tinggal di rumah mereka.
"Yang ini sudah cukup nyonya," Jaera hanya mengambil 2 lembar t-shirts dan 2 jeans.
"Astaga Jaera. Kau itu sudah jadi ibu, tak cocok memakai pakai remaja seperti ini. Meskipun umurmu masih tergolong remaja. Ingat statusmu sayang."
Jaera terharu saat nyonya Lee memanggilnya sayang. Kata yang tak pernah sekalipun Jaera dengar dari ibunyasendiri. Sungguh miris.
"Biar ibu dan nenek yang memilih kan untuk mu. Selera mu sungguh payah. Serahkan semuanya pada ibu."
"Oh ya, mulai sekarang panggil aku ibu dan panggil nenek. Tak ada nyonya-nyonyaan lagi. Memangnya kau aku gaji? Tidak kan?"
"Tapi nyonya..."
"Tak ada penolakan. Ibu. Panggil ibu," paksanya lagi.
Oh terimakasih Tuhan. Jaera merasa mempunyai keluarga baru sekarang. Yang mau menerimanya dengan segala keburukan masa lalu yang ia punya.
Kadang Jaera dibuat tertawa oleh tingkah ibu Lee dan nenek yang berdebat tentang baju pilihan mereka. Padahal Jaera yang akan memakai, tapi malah mereka yang ribet sendiri.
"Ibu, nenek. Sudah, ini saja sudah cukup," Jaera menghentikan aksi mereka. Bisa-bisa mereka membawa pulang semua isi mall ini pulang.
"Tidak ini baru baju, belum sepatu."
"Satu saja sudah cukup ibu."
"Tidak. Apa kata orang nanti jika istri Lee Yoonki memakai sepatu itu itu saja. Tidak, tidak. Itu tak akan terjadi. Serahkan semua pada ibu."
"Sudahlah kau tenang saja menggendong Yoori," timpal nenek Lee.
Yoori memang ikut bersama kami, dan Yonjae tinggal dengan pengasuh dirumah, karna udara luar masih belum cocok untuk Yonjae yang masih berumur hitungan hari.
"Tapi ibu, saya bukan istri tuan Yoonki. Aku yakin tuan Yoonki juga tak suka dengan itu." Elak Jaera. Karna mereka berdua selalu mengganggapnya begitu.
"Semua orang di perusahaan sudah tau jika kau istri Yoonki. Apa kau mau membuat Yoonki malu, dengan mengatakan kau bukan istri nya?
Jaera hanya diam. Ia sangat yakin, pria kulkas berjalan itu juga tak mau mendengarkan hal konyol ini.
"Mereka sudah terlanjur mempercayainya. Jadi kau hanya perlu berkata iya saja jika ada yang bertanya. Tidak sulit kan?"
'Tentu saja itu sangat sangat sulit nyonya Lee. Bagaimana jika anakmu tuan sedingin es itu mengamuk padaku,' batin Jaera.
Membayangkannya saja sudah membuat bulu kuduknya merinding.
"Ibu, nenek," teriak manja paripurna seorang wanita yang sangat cantik, tinggi, dan modis.
Jika dibandingkan dengan Jaera, ia akan jatuh ke dasar jurang terdalam dan wanita itu berada di gunung paling tinggi.
"Oh, Sunhee," sapa balik nyonya Lee. Sedangkan nenek Lee terlihat tak suka.
"Apa kabar Ibu, nenek?"
"Baik," ketus nenek Lee.
"Apa kalian sedang berbelanja?"
"Yah seperti yang kau lihat."
"Dia siapa ibu? Apa dia pengasuh Yoori yang baru?" Tanyanya menunjukku. Aku hanya sedikit membungkuk memberi salam padanya.
"Tidak. Dia istri Yoonki. Ibu baru Yoori," ketus nenek Lee lagi. Yang disambut wajah terkejut tak suka dari wanita yang bernama Sunhee ini.
"Jangan bercanda nek," dia seperti memaksa kan tawanya.
"Iya itu benar," yakin ibu Lee padanya. Sedangkan Jaera hanya melongo mendengar sandiwara mereka. Sebaiknya aku diam daripada salah bicara.
"Ibu sejak kapan Yoonki oppa menikah lagi? Dan bagaimana dengan pertunangan kami?"
'Oh jadi gadis ini calon tunangan pria itu. Cocok sih, tapi kenapa harus aku yang diakui istri nya yang tidak sebanding dengan wanita cantik ini,' batin Jaera berdumal.
"Tak lama setelah Eunri meninggal. Mereka menikah di London secara tertutup. Dan soal pertunangan mu dengan Yoonki..." ibu Lee menggantungkan kalimatnya.
"Bukankah Yoonki tak pernah mau. Dan seingat ku, aku dan halnya juga tak pernah mengiyakan nya"
Skakmat. Kurang lebih Jaera sudah mengerti situasi ini. Wanita menatap Jaera tak suka sama sekali. Dengan pandangan meremehkan, yang membuat Jaera hanya bisa menunduk.
"Tapi kenapa aku baru melihat nya sekarang?"
Jaera rasa gadis ini sangat menginginkan si Yoonki itu. Jika Jaera menjadi wanita ini, ia pastikan dirinya sudah terjun bebas di sungai dan mati mengenaskan di dasarnya mendengar ucapan ibu Lee yang membuatnya malu itu.
"Itu karna Jaera, harus menyelesaikan studinya dulu di London"
Jaera tidak bodoh dan buta saat gadis itu jelas jelas mengepalkan tangannya menahan emosi. Menatap tajam padanya, seolah ada api dendam yang berkobar di belakang kepalanya.
"Kalau begitu kami permisi dulu. Kami harus belanja perlengkapan bayi untuk anak kedua Yoonki"
"Yoori, say goodbye to aunty Sunhee" ibu Lee memegang tangan Yoori dan melambaikannya pada wanita yang sudah dikuasai emosi itu.
"Aku benar-benar tak suka gadis itu."