"Akkkhh, ini sakit sekali. Kumohon tolong aku"
Ucap Jaera terbata, cengkramannya semakin kuat pada tangan Yoonki. Jaera terus memegangi perutnya yang terasa seperti dihujami tusukan pisau berkali-kali. Wajah pucatnya sudah dihiasi basahan keringat kesakitan.
"Bagaimana ini? Apa yang terjadi? Apa kau punya penyakit?"
Semua mata penumpang bus sudah tertuju pada mereka. Karna bus yang tadinya hening, menjadi gaduh karna suara kepanikan Yoonki.
"Hei, kenapa kau malah pipis disini? Jika kau memang kebelet buang air kecil, seharusnya kau tak usah pura-pura kesakitan seperti ini"
Ucap Yoonki datar, karna melihat air yang menetes ke lantai bus. Alih-alih menjawab ucapan pedas Yoonki, Jaera tetap saja merintih kesakitan memegangi perutnya, dan melepaskan cengkramannya pada tangan Yoonki.
Buukkk
Sontak saja Yoonki kaget, saat kepalanya dipukul cukup kuat dengan tangkai payung nenek-nenek yang duduk di seberangnya.
"Hei anak muda, kau bodoh atau idot? Jelas-jelas istrimu sudah hampir melahirkan malah kau maki. Itu jelas air ketubannya, dia tidak pipis bodoh"
Yoonki hanya memasang wajah cengo karna dia tidak percaya gadis disampingnya ini hamil dan akan melahirkan. Dan makian khas nenek-nenek malah semakin membuatnya blank.
"Tunggu apa lagi? Cepat suruh supirnya putar arah ke rumah sakit. Apa kau mau kehilangan istri dan anakmu karna terlambat mengantarkannya ke rumah sakit?"
Ucapan sang nenek sukses membuat Yoonki mengingat Eunri kembali. Yoonki masih saja memasang ekspresinya, sampai pukulan tangkai payung sang nenek kembali menyadarkannya. Ia melirik semua penumpang yang menatapnya. Mengerti akan tatapan Yoonki, seorang penumpang mulai bersuara.
"Ya, kami tidak apa-apa. Suruh saja supirnya putar arah. Keselamatan anak dan istrimu adalah paling penting. Kami tak masalah pulang sedikit terlambat"
Ucap salah satu penumpang mewakili yang lainnya. Dan mendapat anggukan persetujuan dari penumpang lainnya. Keadaan bus memang penuh, mengingat memang jam pulang kerja saat ini.
"Pak supir, bisa anda putar arah? Ini darurat, ada seseorang yang akan melahirkan" instruksi seorang penumpang yang duduk di belakang supir.
"Aku akan membayar lebih"
Yoonki berjalan ke arah depan dan menyodorkan beberapa lembar uang pada supirnya.
"Baiklah, duduk di tempat masing-masing. Serahkan padaku. Dalam waktu lima menit kita akan sampai di rumah sakit"
Sang supir memutar busnya tak sabaran, menarik gasnya dengan cepat. Kalian bisa bayangkan bagaimana bus ini sekarang. Melaju kencang di jalan raya, seperti sedang dikendarai seorang supir ugal-ugalan yang tengah mabuk.
"Cepat, bawa istrimu!"
Yoongi hanya bingung, kenapa harus ia yang terlibat dalam masalah ini, dan dianggap suami gadis ini. Yoongi mencoba membatu Jaera berdiri namun, Jaera sudah kehilangan kekuatannya untuk sekedar berdiri.
"Cepat gendong saja, istrimu tak ada waktu lagi. Dia sudah pendarahan"
Mendengar kata pendarahan, seketika Yoonki tersentak dan menoleh pada kedua kaki Jaera yang memang memakai baju dress berbahan kaos. Yoonki membuka jasnya dan menaruhnya diatas paha areum agar bisa menutupi paha dan kaki wanita itu. Langsung saja Yoonki mengalungkan kedua tangan Jaera pada lehernya dan menggendongnya dengan tergesa keluar dari bus.
"Semoga anak dan istrimu baik-baik saja. Kami akan berdoa dari sini" pekik supir bus sebelum pergi meninggalkan halaman rumah sakit.
Kedua tangan Jaera masih bertengger pada leher Yoonki, kepalanya sudah bersandar lemah pada dada bidang pria ini karna areum sudah hampir kehilangan kesadarannya.
"Bertahanlah" ucap Yoonki yang masih berlari tergesa menuju pintu rumah sakit.
"Suster, dokter tolong aku!" teriakan panik Yoonki menggema di lobi rumah sakit.
"Ada apa tuan?"
"Tolong, dia akan melahirkan dan sudah pendarahan"
Jaera langsung dibawa ke ruang persalinan oleh beberapa orang suster. Yoonki terduduk lemah di kursi luar ruangan ini. Rasa lelah mendera seluruh tubuhnya sekarang. Napasnya memburu, rasanya ia bahakan tak sempat bernapas saat berlari tadi. Yoonki mengangkat telponnya, yang memang sejak tadi berdering menganggu. Yoonki tau siapa yang menelpon, siapa lagi kalau bukan ibunya.
"Hallo ibu?"
"Dimana kau? Kenapa lama sekali?"
"Bisakah ibu ke rumah sakit. Ini gawat. Bawa Yoori sekalian jika dia masih rewel"
"Apa yang terjadi Yoonki. Kenapa kau di rumah sakit?"
"Nanti aku jelaskan, tak ada waktu eomma. Sekarang cepat kesini"
"Tuan, bisakah anda masuk ke ruang persalianan?" seorang suster keluar, dan menghentikan pembicaraan Yoonki dengan ibunya.
"Ibu kesini saja. Aku ada di ruang pesalinan"
"Ruang persalinan? Yoonki apa yang terjadi? Yoonki...? Yoonki...?" Yoonki memutuskan panggilan sepihak.
"Tuan istri anda sepertinya butuh dampingan anda"
"Tapi saya bukan..."
"Dukungan moril dari seorang suami sangat berpengaruh pada kelancaran persalinan seorang istri tuan"
Belum sempat Yoonki bersuara mengatakan kebenarannya, namun suster tersebut sudah lebih dulu menyela ucapannya. Dan lagi, kenapa semua ini mengingatkannya akan kesalahannya pada Eunri yang tak bisa ia dampingi saat melahirkan yoori dulu.
Yoonki masuk dan melihat wajah pucat Jaera yang sudah lemah terbaring di ranjang dan dokter beserta suster yang membantu persalinan sedang sibuk menyiapkan perlatan mereka. Dengan ragu Yoonki mendekati Jaera. Mengenggam tangan lemah itu sedikit ragu.
"Seharusnya bukan aku yang berada disini, tapi mereka tetap menyangka aku suamimu. Jadi bertahanlah, lahirkan anakmu dengan selamat. Jangan buat usahaku yang sudah sejauh ini sia-sia" bisik Yoonki pada Jaera.
"Ayo nyonya, dorong bayi sekuat tenaga"
Jaera yang lemah berusaha keras melakukannya. Wajah pucat dipenuhi keringat yang membasahi wajahnya, sungguh Yoonki yang tidak kuat melihatnya berteriak kesakitan. Yoonki mendadak limbung, entah memang pengaruh alkohonya atau memang ia tak kuat melihat seorang wanita yang berteriak kesakitan yang tengah berjuang melahirkan seorang bayi. Apa memang sesakit itu? Pikir Yoonki.
"Tuan kau baik-baik saja? Apa anda tidak kuat melihat istri anda?"
Tanya sang dokter yang melihat gelagat aneh Yoonki. Yoonki hanya menggeleng, dan menggenggam erat kembali tangan Jaera.
"Ayo kau pasti bisa!"
Hanya kalimat itu yang mampu Yoonki ucapkan sebagai penyemangat Jaera. Hingga tangisan bayi dan desahan lega dari dokter menggema di ruangan ini.
"Selamat tuan, nyonya anak anda laki-laki. Tampan seperti ayahnya"
"Kami akan memandikannya dulu dan memindahkannya ke inkubator karna bayinya lahir prematur"
"Siapa nama anda tuan? Kami butuh nama anda untuk tanda di papan nama bayinya nanti"
"Lee Yoonki"
"Dan istri anda?"