"Hati-hati!" katanya saat kami sampai di depan gerbang jurusanku.
Aku meraih tangannya, lalu menciumnya. "Kenapa? Turunlah. Nanti telat." tanyanya padaku yang masih diam di kursiku. Sekarang aku bingung, aku menginginkan sesuatu, tapi aku malu.
"Kenapa?"
"Emm... Peluk!" lirihku menatap matanya.
"Apa?"
"Peluk, boleh?" ulangku dengan volume yang lebih keras. Dan, lagi-lagi dia menampakkan killer smile-nya itu padaku. Membuatku tak kuasa, dan menghambur di pelukannya.
"Whenever you want! Aku suamimu kan?"
Tanganku mengalung erat di lehernya. Menyusupkan wajahku ke lehernya dan menghirupnya dalam. Katakan aku sudah gila. Ya, memang. Aku tidak tahu kenapa aku jadi begini. Yang jelas, saat ini aku sangat ingin berpelukan dengannya. Merasakan hangat tubuhnya, dan menghirup aroma tubuhnya.
"Sudah jam 07.51, turunlah. Nanti kau terlambat."
Aku menganguk. Merenggangkan pelukanku, menatap wajahnya, lalu mengecup pipinya. "Assalamu'alaikum." pamitku, lalu melepaskan pelukanku.