Chereads / Aku dan Suamiku / Chapter 24 - Part 15 Dia dan Selingkuhannya

Chapter 24 - Part 15 Dia dan Selingkuhannya

"Sudah kenalannya?" tanya Elang si tukang selingkuh padaku.

 

Kenapa? Merasa terganggu terganggu sesi selingkuhnya? Tentu saja hal itu aku tanyakan dalam hati. Aku masih berusaha menjaga kesopanan.

 

Kubalas pertanyaanya dengan senyuman kilat.

 

"Kamu mau pesan apa?"

 

Hah! Kamu? Sok manis sekali. Sejak kapan dia mengkamukan aku? Mau cari muka di depan selingkuhannya? Buat apa?

 

"Samakan saja." jawabku malas.

 

"Mbak!" panggil Elang pada seorang pelayan. "Medium Beef steak sama lemon tea-nya dua."

 

"Ada lagi, Bapak?" tanya pelayan itu.

 

"Kalian mau tambah lagi?"

 

Wanita itu menggeleng. "Cukup." katanya.

 

"Salsa mau es krim?"

 

"Tidak, Paman. Nanti Salsa jadi gendut." Ya Tuhan, gadis sekecil ini sudah memperhatikan berat badannya. Pasti ajaran dari ibunya. Mengingat tubuh ibunya yang ramping tanpa lemak dalam balutan dress ketatnya. Dia sama sekali tidak terlihat seperti wanita yang telah melahirkan.

 

"Baiklah. Cukup mbak, itu saja."

 

Sempat hening sesaat hingga wanita itu membuka pembicaraan. "Salsa sudah kenalan sama tantenya?"

 

"Sudah, Mama."

 

"Apa kau tak berniat mengenalkanku padanya?" tanya wanita itu pada Elang si tukang selingkuh.

"Kenapa harus? Salsa saja kenalan sendiri." jawab si Elang mata keranjang. "Iya kan, Sayang?" tanyanya pada Salsa.

 

"Iya, Paman." Ah, anak ini manis sekali. Sayang, ibunya tukang selingkuh!

 

"Dasar! Selalu begitu!" wanita itu menggerutu. Setelah itu, dia melemparkan seulas senyuman padaku.

 

Aku tersihir seketika. Senyumnya sungguh meneduh-kan. Dan seketika mendinginkan hatiku yang hampir mendidih. Dia cantik sekali. Bahkan lebih cantik dari Sha, yang menurutku adalah perempuan tercantik yang aku kenal. Wanita ini, seperti versi dewasanya. Cantik yang anggun, dewasa, pokoknya cantik deh. Aku bingung bagaimana menggambarkannya.

 

Ah, kenapa aku jadi memujinya? Padahal dia berpotensi besar sebagai selingkuhan suamiku.

 

"Baiklah kalau begitu. Karena Elang tidak mau mengenalkanku padamu, jadi kita bisa berkenalan sendiri, bukan?" tangannya terulur, tak lupa disertai senyumnya yang mengembang secerah bunga matahari yang sedang mekar di siang hari.

 

"Aku Nigella. Kamu bisa memanggilku Ella."

 

"Hannah." balasku singkat.

 

"Ah, pasti Elang belum pernah cerita tentangku kan? Aku tahu sekali bagaimana sifatnya." Ya ya, dan aku tak tahu apapun tentangnya. "Dia pasti malas menceritakanku pada-mu. Dia itu orangnya sangat membosankan. Kamu harus ekstra sabar untuk menghadapinya."

 

Aku diam, dengan malas mendengarkannya. Kenapa pesanannya belum datang juga?

 

"Oh. Aku jadi lupa. Jadi Elang itu—"

 

"Pesanannya datang." potongku. Entah kenapa aku sedikit tidak siap mendengar pengakuannya.

Elang itu apa? Selingkuhannya? Calon Ayah baru untuk anaknya? Calon suaminya? Lalu dia mau minta izin dariku untuk jadi istri kedua?

 

Hah! Yang benar saja!

 

"Jadi, Elang itu—"

 

"Tidak bisakah kita makan dulu? Saya sudah lapar." potongku lagi.

 

"Hannah, tidak sopan!"

 

Ya, bela saja terus selingkuhanmu itu!

 

"Tak apa. Mungkin istrimu sudah kelaparan. Ini sudah malamkan?"

 

"Hmm... Makan yang banyak." aku meneguk ludah, saat tangan besar Elang mengusap kepalaku. Hatiku berdesir sekilas. Tubuhku menghangat.

 

Sialan sekali! Kenapa tubuhku harus bereaksi seperti ini? Ingat, Hannah! Dia itu tukang selingkuh! Dan selingkuhan-nya ada di depan matanya saat ini!

 

Aku makan dalam keheningan. Mereka sesekali masih bisa mengobrol masalah pekerjaan, atau bahkan tentang sekolah Salsa. Seolah, Salsa adalah anak mereka berdua. Dan aku, adalah sebagai obat nyamuk yang tiap detiknya digerogoti api membara dan mengeluarkan asap penggang-gu bagi semua orang.

 

Sial!

 

"Kamu tidak bisa makan steak ya?" Entah mengapa, aku mendengar pernyataan ini sebagai sebuah penghinaan. Aku merasa dipermalukan di depan umum.

 

"Ini. Makanlah!" Dia meletakkan sepiring steak yang telah dipotongnya di depanku. Aku sedikit terharu dengan perhatiannya. Ternyata dia cukup perhatian. Pipiku ikut memanas mendapat perhatiannya.

 

"Ouh, so sweet-nya."

 

"Dia makan lama sekali. Akan memalulan kalau sampai restonya tutup dan dia belum selesai makan."

Hampir saja aku membelah piringku sendiri. Kesim-pulannya, aku menarik semua kata pujianku untuknya. Dasar tukang selingkuh!!

 

"Ck. Jangan masukkan ke hati ya, Han. Elang memang begitu. Tidak peka. Apalagi romantis."

Aku hanya tersenyum kecut menanggapinya. Mau apa lagi? Aku tidak tahu apapun tentangnya. Terserah deh dia mau apa.

 

"Dari kecil memang begitu dia."

 

"Apa sih Nig!"

 

"Makanya jadi orang yang peka sedikit, Lang. Kasihan kan Hannah. Belajar romantis makanya."

"Dia biasa saja kok."

 

"Itukan katamu!"

 

"Sudahlah, kau terlau berlebihan."

 

"'Ah, susah memang bicara denganmu."

 

Sementara mereka bernostalgia, aku dan Salsa makan malam dengan baik. Sesekali Mamanya itu membenahi makanan Salsa. Meski baru berumur 3 tahun, dia sudah pandai sekali makan sendiri. Tubuhnya juga lebih tenggi daripada anak seusianya.

 

"Oh Ya Tuhan! Hannah!" aku menoleh saat namaku disebut. "Aku bahkan belum mengenalkan diriku kan? Dan aku yakin Elang tidak mau repot-repot mengenalkanku padamu kan?" Aku melanjutkan makanku sambil mende-ngarkannya. Bodo amatlah ya. Aku sudah capek.

 

"Begitu juga denganmu yang pasti tidak akan bertanya pada Elang. Ah, kalian ini sama saja. Suami istri itu, harus saling komunikasi. Jangan cuma diam-diaman, terus kucing-kucingan."

 

Sebenarnya dia mau bisara apa sih? Aku biarkan saja. Daripada aku kena tegur karena dianggap tidak sopan.

 

"Jadi," akhirnya speech-nya sudah berujung pada kesimpulan juga. "aku ini sekretarisnya Elang."

 

"Uhhukk."

 

"Ck. Hati-hati kalau makan. Minum ini."

 

"Uhhukk. Uhukk… Ehmm. Ehkkkhm..."

 

"Pelan-pelan."

 

"Uluuh, begitu tidak mau dibilang so sweet?"

 

"So sweet apa, Ma?"

 

"So sweet itu manis sayang. Seperti Paman dan Tante ini."

 

"Es krim juga so sweet?"

 

"Pintar anak Mama."

 

Daging yang baru saja aku masukkan mulut, tiba-tiba langsung masuk ke tenggorokanku. Membuat jalan napasku tersumbat, karena tidak siap.

 

Apa tadi yang dia bilang? Sekretarisnya? Berarti selama ini Elang tukang selingkuh itu bersamanya 12 jam lebih? Hampir 24 jam? Lalu, yang kemarin sakit itu wanita ini? Dan dia mengabaikanku begitu saja? Tanpa memberi kabar.

 

Whaaah… Benar dugaanku. Dia benar tukang seling-kuh! Awas saja nanti!

 

"Sudah?" tanya Elang si tukang selingkuh. Aku meng-angguk malas. So sweet apanya? Yang ada aku mau muntah. Dasar muka kadal!

 

"Oh iya, Hannah. Aku belum selesai lho tadi?" Wanita itu kembali bersuara.

 

"Apa lagi?!" tanyaku sedikit membentak. Aku sudah jengkel level lima. "Apa yang belum selesai?! Kamu mau minta izin untuk menikah sama dia? Buat apa?! Lagi pula ada atau tidak izin dariku, kalian sudah selingkuh kan? Tenang saja, aku tidak akan menghalangimu. Ambil saja dia! Aku tidak perduli! Aku tidak butuh!"

 

Kulihat mereka berdua terdiam mendengarku. "Kenapa diam? Keget rencancana kalian terbaca olehku, hah?! Jangan kira aku ini bodoh ya? Dan bisa kalian bodohi sesukanya!"

 

Aku berdiri, mengambil segelas air putih milikku yang masih penuh. Menengguknya sedikit untuk membasahi tenggorokanku yg kering. "Dasar tukang selingkuh!" lalu, aku menyiramkannya di atas kepala calon mantan suamiku. "Aku menunggu surat cerai darimu!"

 

Setelah itu, aku meninggalkan mereka. Mungkin saat ini kami menjadi bahan tontonan. Tapi apa perduliku. Bukan aku yang selingkuh kan? Biar mereka yang malu. Tekadku sudah bulat. Aku mau bebas darinya. Pernikahan ini tak ada gunanya sama sekali. Percuma lima tahun ini aku menjaga hatiku untuknya. Sedang dia dengan mudahnya selingkuh di belakangku.

 

Hah! Aku baru sadar kalau aku terlalu naif! Terlalu bodoh!

 

Sial! Sial!

 

"Hannah!" kurasakan seseorang menarik tanganku. Dan, aku tahu benar siapa dia.

 

"Apa lagi! Aku lelah! Aku mau pulang!"

 

"Kau salah paham! Dengar dulu penjelasanku."

 

"Hah! Drama lagi? Apa? Kau mau bilang kalau dia adik perempuanmu? Sepupumu? Atau temanmu? Aah... Teman selingkuh yang pas. Begitu?"

 

"Aku harus benar-benar menghukummu setelah ini."

 

"Atas dasar apa? Apa hakmu, hah!"

 

"Karena aku suamimu!"

 

"Ya. Suami tukang selingkuh! Lepas!"

 

"Dengar dulu penjelasanku!"

 

"Aku tidak butuh! Pernikahan kita memang tidak berjalan sebagaimana mestinya kan? Jadi, ceraikan aku secepatnya. Lalu kau bebas kalau mau menikahinya. Tidak perlu izin dariku."

 

"Ya Tuhan! Dengarkan dulu penjelasanku!!"

 

"Lepas!"

 

"AKU TIDAK AKAN MELEPASMU SEBELUM KAU MENDENGARKANKU!!!"

 

"FINE!! JELASKAN SEKARANG!!!"

 

"Maaf Bapak, ibu anda telah membuat keributan di tempat ini. Dan hal itu mengganggu kenyamanan pengunjung lain. Maka dari itu, kami memohon kepada Bapak dan Ibu untuk meninggalkan tempat kami. Dan mungkin Bapak dan Ibu bisa menyelesaikannya di tempat yang lebih privat."

 

Kepalaku menoleh seketika mendengar suara interupsi itu. Dadaku masih kembang kempis menahan gejolak emosi yang belum reda. Dan saat itu pula, kurasakan wajahku memanas. Semua orang telah memperhatikanku. Tepatnya aku dan Elang yang tukang selingkuh.

 

"Ikut aku!"

 

"Tidak mau! Lepas!"

 

"Maaf, istri saya hanya salah paham. Permisi."

 

"Lepas!"

 

Tanpa meminta persetujuanku, Elang tukang seling-kuh itu menarikku paksa meninggalkan restoran. Aku yang berteriak dan meronta, tidak digubrisnya sama sekali.

 

"Lepaskan! Aaaarghhh! Turun! Turunkan aku!"