Chereads / Mafia's Little Angel / Chapter 3 - Kebaikan Sang Pembunuh (Part 3)

Chapter 3 - Kebaikan Sang Pembunuh (Part 3)

"Sepertinya bagus. Aku akan memasukkannya juga."

Angeline terus saja berganti baju, mengikuti arahan yang diberikan oleh ketiga perempuan berseragam sama yang terlihat sibuk memilih pasang demi pasang pakaian.

"Menurutku ini juga."

"Yang ini juga terlihat bagus."

"Sepertinya apapun yang dikenakan oleh nona ini akan terlihat bagus, bahkan lebih indah."

"Aku setuju, kalau dia menjadi model mungkin akan menghasilkan banyak uang."

"Victoria's Secret."

Dua dari tiga wanita yang berdebat di depan ruang ganti itu terdiam sejenak.

"VS? Apakah model baju-baju sensual mereka akan cocok dikenakan nona berwajah polos ini?" ucap salah satu dari mereka yang membuat ketiganya tersenyum lebar penuh arti.

"Apa kalian juga memikirkan apa yang sedang kupikirkan?" tanya seorang yang membuat ketiganya mengangguk antusias.

Ketiganya pun berjalan dengan cepat--setengah berlari--ke bagian tempat yang khusus memajang pakaian-pakaian sensual. Dari lingerie, pakaian renang, hingga model pakaian dalam yang biasa dikenakan oleh pemeran film-film khusus dewasa.

Angel pun membulatkan maatanya selebar mungkin saat melihat tumpukan pakaian-pakaian yang menurutnya kurang senonoh untuk dipakai itu. "Haruskah aku mengenakannya juga?"

"Tentu saja, priamu pasti akan sangat senang."

Mendengar hal itu membuat Angeline tersedak. "Tu-tunggu dulu. Maksud kalian David?"

"Ada apa denganku?"

Suara yang lumayan berat dan terkesan tegas itu membuat keempat wanita termasuk Angel yang berada di depan ruang ganti menoleh.

David terdiam sejenak melihat model-model pakaian yang dibawa oleh ketiga perempuan berseragam sama itu. "Apa ini?"

"Ini adalah model-model terbaru, terlaris, terpanas dan--"

"Buang semua sampah itu. Totalkan saja apa yang sudah kalian pilihkan sebelumnya dan kemasi dengan baik. Aku aku akan mengirim orang untuk mengambilnya." titah David yang langsung mendapat anggukan patuh dari ketiga wanita berseragam, sementara Angeline berjalan mengikuti langkah David.

"Apa kau akan terus berjalan di belakangku seperti itu?"

Angeline tetap berjalan di belakang David.

"Ouch ... " keluh Angeline saat kepalanya membentur punggung keras David yang berhenti secara tiba-tiba.

David berbalik, membuat Angeline mengadah untuk menatap balik mata tajam yang dingin itu. Sorot matanya begitu menakutkan, namun entah mengapa, tatapan yang dingin dan mengintimidasi itu membawa kehangatan yang aneh dalam tubuhnya.

"Sakit?" tanya David yang hanya mendapatkan gelengan pelan dari Angeline. "Jika sakit, katakan saja. Jika penasaran, tanyakan saja. Jika ingin sesuatu, minta saja. Mulai sekarang, aku tidak ingin kau bersikap tertutup terus kepadaku."

Apakah wajar orang yang masih tergolong asing mengatakan hal itu? Ribuan pertanyaan terus saja bermunculan dalam benak Angeline. Namun gadis itu masih saja bungkam, membuat David menghela nafas berat.

Tidak ada percakapan yang terjadi di antara mereka berdua hingga tiba kembali di apartment mewah milik David. David masuk duluan ke kamar mandi untuk membersihkan tubuhnya dari debu perkotaan, sementara itu Angeline melepaskan pakaian yang dikenakannya satu persatu hingga tak bersisa.

Gadis itu terdiam sejenak menatap pantulan dirinya di cermin, dengan malu-malu menutupi bagian-bagian tubuhnya yang tidak ingin dilihat oleh orang lain. Tangan kiri berusaha menutupi dua gundukan daging indah di bagian dadanya, tangan kanan berada tepat di depan bagian yang berhimpit di pangkal pahanya. Sementara matanya menatap kosong ke bawah.

Setelah membulatkan tekad, Angeline mematikan lampu kamar David dan berbaring telentang di satu-satunya ranjang yang ada di dalam ruangan itu.

Angeline menutup matanya, jantungnya berdegup tak karuan membayangkan apa yang sebentar lagi akan terjadi.

Suara pintu kamar mandi yang membuka semakin mengeraskan detak jantungnya. David yang keluar hanya mengenakan handuk merasa heran dengan keadaan kamarnya yang begitu gelap. "Angel?"

Gadis itu tak menjawab, membuat David menyalakan lampu. Lelaki itu terdiam saat melihat Angeline berbaring telentang di atas ranjang dalam keadaan telanjang bulat. David pun berjalan mendekatinya secara perlahan.

Semakin dekat suara langkah kaki David, semakin membuat Angeline tak kuasa menahan rasa gugupnya. Sampai akhirnya David berada tepat di atas tubuh indah Angeline yang terekspos tanpa sehelai benangpun yang menghalangi.

Dengan perlahan David mendekatkan wajahnya pada Angeline. Gadis itu bisa merasakan napas David yang berhembus di wajahnya. Angeline yakin, bibirnya dan bibir David akan bertemu dalam waktu yang tidak lama lagi.

Namun hal aneh yang dirasakan Angeline membuatnya membuka mata secara perlahan.

Wajah mereka sudah sangat dekat, namun David masih saja tidak melakukan apapun.

Kini Angeline telah membuka mata sepenuhnya, mendapati wajah adonis khas seorang David Stockholm yang berada tepat di depan matanya.

"Apa yang kau pikirkan?" tanya David yang masih berada di atas tubuh Angeline.

"Bukannya kau menginginkan hal ini?" jawab Angeline dengan ekspresi polosnya, membuat David semakin sulit untuk tetap tidak menyentuh makhluk indah yang saat ini sedang berbaring di bawah tubuhnya.

"Apa yang membuatmu berpikir seperti itu?"

"Apa yang membuatku berpikir seperti ini?" tanya balik Angeline, sedangkan David masih menunggu jawaban yang dia inginkan. "Bukannya sudah jelas? Kau menghabiskan jutaan dollar hanya demi seseorang sepertiku? Aku melakukan ini bukan karena uang yang telah kau habiskan, tapi untuk membalas kebaikanmu yang telah menyelamatkanku pada malam itu."

"Apa kau yakin mau menyerahkan tubuhmu hanya karena hal itu?"

"Tidak ada lagi yang bisa kutawarkan sebagai balas budiku padamu. Dan setelah ini semua berakhir, kau boleh mengusirku. Aku akan berjuang sendiri untuk hidup. Aku tidak akan mengganggu hidupmu lebih dari ini."

David pun beranjak dari atas tubuh Angeline dan berjalan meninggalkan gadis itu, meninggalkannya dengan sejuta pertanyaaan.

Langkah David pun terhenti saat mendengar isak tangis dari gadis yang masih terbaring telanjang di atas ranjangnya.

David pun berbalik, mendapati Angel memegang lutut sembari menyembunyikan wajahnya.

"Apakah aku seburuk itu hingga kau bahkan tak mau menyentuhku? Lalu apa yang bisa kutawarkan sebagai balasan untukmu?"

David pun menarik tubuh Angeline yang berbaring membelakanginya, kini ia kembali pada posisi sebelumnya di mana tubuhnya berada tepat di atas tubuh Angeline.

"Aku tidak menyentuhmu bukan karena kau tidak menarik untuk disentuh. Apa kau tahu seberapa keras usahaku untuk tidak menyentuhmu sejak malam itu sampai sekarang?"

Intonasi tegas dari setiap kata yang David ucapkan membuat Angeline diam seribu bahasa. "Hanya manusia yang tidak mempunyai mata yang akan mengatakan bahwa kau tidak menarik. Bagiku, kau adalah hal paling indah yang pernah kutemui selama dua puluh tujuh tahun aku hidup di dunia yang hina ini."

Angeline masih bungkam. Kini air matanya kembali mengalir. Bukan karena kesedihannya, namun karena apa yang baru saja dikatakan oleh David tepat di depan wajahnya.

"Sekarang kutanya satu hal. Apa kau masih ingin aku menyentuhmu hanya karena hal sepele itu?"

"Itu bukan hal sepele, tapi--"

"Apa kau tidak merasakan apapun saat berada didekatku?"

Angeline kembali bungkam. Ia berusaha menangkap apa yang David coba kataakan kepadanya. Namun sikap diam Angeline membuat David tertunduk. Lelaki itupun tertawa geli kepada dirinya sendiri. "Maafkan aku. Semuanya sudah jelas sekarang. Mungkin aku yang terlalu bodoh membaca keadaan."

Angeline mengerutkan keningnya. "Maksudmu?"

Tanpa menjawab, David bangkit dan meninggalkan Angeline. Lelaki itu kebali berhenti saat memegang ganggang pintu. "Jika kau tetap ingin membalas apa yang kulakukan untukmu, temui aku di meja makan setelah kau mandi. Aku sudah menyiapkan air panas untukmu."

David pun keluar dan menutup pintu. Angeline tidak menyadari bahwa yang David pikirkan adalah dia satu-satunya orang yang memiliki perasaan sementara tidak dengan Angeline. Padahal kenyataannya perasaan David tidak bertepuk sebelah tangan.

Setelah mandi dan berpakaian lengkap, Angeline berjalan menuju meja makan di mana David telah duduk di sana sambil menegak segelas whisky. Di depannya terdapat tumpukan berkas yang lumayan tebal.

Angeline duduk di depan David. "Apa ini?"

David menegak segelas kecil whiskynya dan menaruh gelas itu di depannya. "Surat perjanjian. Kau akan bekerja di perusahaanku sebagai asisten pribadiku. Mulai besok, kau akan ikut aku ke kantor. Aku akan memberikanmu waktu selama tiga hari untuk membiasakan diri."

Gadis itu pun membulatkan matanya, sementara David tersenyum dengan sangat lebar.