"Berjanjilah satu hal padaku." ucap Angeline sangat pelan, hampir terdengar seperti suara bisikkan.
"Apa itu?"
Angeline menatap sorot mata menakutkan seorang David Stockholm semakin dalam, hingga David tahu bahwa gadis itu benar-benar serius dengan apa yang akan ia katakan.
Saat Angeline mengatakannya, David menyadari bahwa kehidupan yang selama ini ia jalani akan segera berubah.
"Jangan pernah membuangku."
David terdiam sejenak. "Maksudmu?"
Pantulan sinar bulan yang masuk dari jendela membuat linangan air mata Angeline terlihat jelas. Mata gadis itu berkaca-kaca, membuat David semakin bingung. Linangan air mata itu seakan sudah siap untuk mengalir dari pelupuk mata Angeline kapanpun ia mau.
"Kenapa kau mengatakan hal itu?"
Angeline mulai terisak. Air matanya lolos karena sudah tidak bisa lagi dibendung. Tarikan napas gadis itu mulai tak karuan. Dan entah mengapa, David merasakan hatinya melemah melihat gadis yang belum lama ini menjadi topik utama dalam pikirannya menangis seperti itu.
David tidak suka menjadi lemah, tidak pernah menyukai perasaan lemah. Namun ia tidak membencinya, karena Angeline yang membuatnya melemah. Dan ia masih tidak mengerti kenapa bisa menjadi seperti ini.
"Entahlah." ucap Angeline lirih. "Aku selalu memikirkan hal ini setiap kali terbangun dari tidurku."
David merebahkan tubuhnya di samping Angeline, dengan lembut mengusap tetes demi tetes air mata yang lolos di pipi gadis itu.
"Apa yang kau pikirkan?"
Angeline menghirup udara sebanyak yang ia bisa, menahannya sedikit lebih lama dalam paru-parunya, berusaha menenangkan sedikit hatinya yang bergemuruh hebat di dalam sana.
"Kau adalah seorang pria sukses. Aku tidak perlu menyebutkan berapa banyak orang hebat yang sudah membungkuk di hadapanmu. Belum lagi para wanita di kantor, mereka semua sangat memujamu. Mereka semua begitu hebat … "
"Apa yang sebenarnya ingin kau katakan?" tanya David membuat Angeline menatap mata David lekat-lekat.
"Mereka, orang-orang di sekitarmu, mereka semua orang hebat, orang-orang yang berkelas. Sedangkan aku, aku berada jauh di bawah mereka."
"Lalu?"
"Lalu aku sadar, mungkin aku tidak ada apa-apanya dibandingkan dengan mereka."
David diam, menunggu Angeline untuk mengatakan apa yang sebenarnya gadis itu ingin katakan dari lubuk hatinya.
"Jadi … " ucap Angeline gantung yang masih ditunggu oleh David. "Aku selalu takut bahwa suatu saat nanti, kau akan membuangku setelah mendapatkan apa yang kau mau dariku."
David mengelus lembut kepala Angeline. "Apa kau pikir aku orang seperti itu?"
"Aku tidak tahu." jawab Angeline sambil menutup wajahnya dengan kedua tangannya. Percaya atau tidak, isak tangis Angeline membuat David juga ingin menangis. Hal itu entah mengapa menyentuh relung hatinya yang paling dalam.
Siapa sangka, suara tangisan Angeline bisa membuat hati seorang mafia berdarah dingin seperti David sangat sakit.
David memegang kedua tangan Angeline, perlahan membuatnya berhenti menutupi wajah cantik yang ia berusaha sembunyikan itu. Angeline masih menutup matanya, dengan tetes demi tetes aair mata yang terus saja lolos dari pelupuk mata sendu itu.
"Angel, lihat aku." pinta David, yang hanya mendapatkan gelengan pelan dari Angeline, masih menutup kedua matanya.
"Bagiku, kau bukanlah sesuatu yang akan kubuang setelah aku mendapatkan apa yang kumau. Kau jauh lebih berharga dari itu."
Perlahan Angeline membuka matanya. "Lalu, apa aku bagimu?"
"Kau adalah satu-satunya hal yang akan membuatku menyesal selama sisa hidupku jika aku melepaskanmu."
"Apa yang membuatmu bisa berpikir seperti itu?"
"Sama seperti jawabanmu tadi." jawab David sembari menaruh tangannya di pipi Angeline. "Aku juga tidak tahu."
Mereka berdua terdiam. Perlahan napas Angeline mulai tenang dan teratur. Tetesan air mata yang begitu menyakitkan bagi David sudah tak lagi mengalir.
"Tapi aku bisa membuktikan hal itu sekarang juga."
"Maksudmu?"
David beranjak dari ranjang tanpa menjawabnya. Berjalan ke arah brangkas hitam yang berada di dalam lemari pakaian, menekan kombinasi angka dan mengeluarkan sebuah kotak yang bisa ia genggam dengan satu tangan, menutup kembali brangkas itu dan berjalan kembali ke arah Angeline.
"Bangunlah." pinta David dengan lembut. Angeline pun bangkit dari posisi tidurnya, duduk di pinggiran ranjang sembari menutupi tubuh telanjangnya menggunakan selimut.
David berlutut dengan satu kaki tepat di depan Angeline lalu membuka kotak yang ia bawa tadi. Dan seketika air mata yang tadi telah berhenti kembali mengalir dari pelupuk mata Angeline.
Sorot mata penuh keseriusan yang ditunjukan oleh David membuat Angeline tahu bahwa pria yang sedang berlutut di hadapannya itu sedang tidak bercanda.
"Menikahlah denganku."
Satu kalimat yang keluar dari mulut David membuat Angeline benar-benar tak bisa berkata apa-apa lagi.
Anggukan pelan Angeline membuat senyuman penuh kebahagiaan tercetak jelas di bibir David.
Dengan perlahan David mengeluarkan cincin berlian dari dalam kotak itu, memakaikannya secara hati-hati di jari manis kiri Angeline. David bangkit dari posisi berlututnya dan mencium kening gadis itu dengan penuh kasih sayang.
Kali ini David tidak akan meminta Angeline untuk menghentikan tangisannya.
Ia bisa merasakannya. Tangisan itu bukanlah tangisan yang menyakitkan untuk hatinya seperti sebelumnya. Bukan lagi tangisan yang menyesakkan dadanya, yang semakin membuatnya merasa bersalah. Tangisan itu malah membuat hatinya merasa nyaman.
Dan malam itu adalah pertama kalinya Angeline merasakan kebahagiaan yang tidak pernah ia rasakan sebelumnya. Begitu juga dengan David.
Sinar keputihan dari sang rembulan adalah satu-satunya saksi dari malam yang paling indah bagi Angeline dan David.