Dengan deru napas yang teratur, David menarik pelatuk senjata api berjenis senapan runduk itu dengan jari telunjuknya.
Satu.
Hitungnya dalam hati. Ia menarik tonjolan besi di sebelah kanan badan snipernya untuk mengisi ulang peluru ke dalam selongsong tembak dan kembali menarik pelatuknya dengan cepat.
Dua.
Tiga.
Empat.
Lima. Lima orang tumbang tanpa suara. Tidak ada yang menyadari dari mana peluru itu datang.
Seharusnya David sudah merasa lega, namun keadaan yang terlalu tenang itu membuatnya malah semakin waspada.
Ini terlalu aneh. Tidak ada pergerakan sama sekali dari seberang sana.
Dan rasa was-wasnya terjawab sudah saat deru suara mobil terdengar mendekat ke arahnya. David diam sejenak untuk berkonsentrasi, mencoba memprediksi berapa mobil yang akan datang.
Ia kembali membuka matanya. Setidaknya ada tiga mobil berukuran double-cabin yang mungkin akan menghampirinya.
"Dasar sial." rutuk David yang entah mengapa merasa telah terjebak. Baru kali ini ada yang bisa mengetahui posisinya menembak. Entah ada yang membocorkan rencananya atau apa, ia sama sekali tidak tahu.
David membuka bagasi mobil Aston Martinnya, namun ia tidak membawa satupun senjata api otomatis. Bahkan pistol pun ia juga lupa untuk membawanya. Pikirannya disibukkan dengan resepsi pernikahannya dengan Angeline yang akan dilaksanakan siang ini di aula gedung Stockholm Corporation.
Jika seperti ini, David termasuk kurang persiapan dalam menghadapi pertempuran jarak dekat.
Ckiiiittt ...
Belum selesai ia berkutat dengan kebodohannya sendiri, sekitar tiga buah mobil Hammer berhenti beberapa meter di depannya. Dan kurang dari tiga detik David sudah dihujani peluru oleh belasan orang yang memegang senjata api otomatis.
David berlindung di balik mobil Aston Martinnya yang ia gunakan sebagai tameng.
Di tangannya hanya ada sebuah sniper berjenis CheyTac dengan sisa satu butir peluru pada kotak amunisinya.
"Kau tahu? Persetan dengan semua ini!"
David membuka tangki bahan bakar dan sedikit menjauh dari mobil, menarik napas dalam satu kali hisapan panjang dan menarik pelatuk snipernya, melesatkan peluru terakhir ke dalam tangki bahan bakar yang membuat Aston Martin seharga milyaran dollar itu meledak.
BUMMM ...
Ledakan yang lumayan besar itu membuat belasan orang yang menembakinya teralihkan untuk beberapa detik. Di saat perhatian mereka teralhikan oleh ledakan mobil itu, David yang sudah beberapa detik lalu berlari memutar, dengan mengendap-endap mendekati salah satu dari tiga mobil yang mengepungnya.
Krakk ...
Dengan cepat David memutar kepala salah seorang yang tadi ikut menghujaninya dengan peluru ke belakang. Kini orang itu terbaring tak bernyawa di tanah dengan posisi kepalanya menghadap ke belakang.
David mengambil senjata berjenis G36C milik orang yang kepalanya sudah terbalik itu dan menghabisi enam orang terdekat dengan sangat cepat.
Drrrrrrrrtttttttt ...
David kembali berlindung di balik mobil dari hujanan peluru orang-orang yang tersisa. Enam orang sudah ia tumbangkan. Sisa sebelas orang lagi.
David melepaskan tembakan dari sela-sela mobil tempatnya berlindung dan berhasil menumbangkan dua orang.
Ia membuang senjata yang sudah kehabisan peluru itu ke sembarang arah dan mengambil senjata lain yang tergeletak di dekatnya.
Sepuluh.
David terus menghitung sisa musuhnya dalam hati setiap kali ia berhasil menumbangkan mereka satu demi satu.
Sembilan.
Delapan.
Tujuh.
Enam.
Ia kembali membuang senjatanya. Sisa satu senjata api yang berada di dekatnya. Dan tersisa sekitar enam peluru yang berada di dalamnya.
David tahu, dia tidak boleh meleset satu tembakan pun. Karena jika begitu ia pasti akan kerepotan.
David mengubah mode senjata apinya dari auto-mode ke single-mode, sehingga ia bisa mengontrol keluaran peluru dari senjatanya. Ia perlu menghemat sebisa munngkin.
Tarikan napas yang dalam pun dihembuskan David sebelum ia mulai kembali menumbangkan musuh-musuhnya.
Tersisa tiga orang, dan peluru di senjatanya pun juga tersisa tiga butir.
Dor ...
Dua orang lagi.
David membidik dua orang yang tersisa. Namun saat jari telunjuknya akan kembali menarik pelatuk, ponselnya bergetar.
Dor ... Dor ..
"Fuck!" rutuk David kesal.
Dua peluru yang tersisa terbuang percuma. David melihat layar ponselnya, tertera nama Angeline. David pun meletakan layar ponsel di telinganya sambil mengintip keadaan musuhnya dari sudut kecil mobil Hammer yang sedari tadi ia gunakan sebagai pelindung.
"David, kau di mana?" tanya Angeline dari seberang sana. "Aulanya sudah muali dipenuhi oleh orang-orang berbaju mewah. Persiapanku pun juga sudah selesai."
Trang ...
David menarik kembali kepalanya. Hampir saja pelipisnya tergores oleh lesatan peluru saat ia berusaha mengintip keadaan musuh.
"Tunggu sebentar. Aku masih sibuk di sini."
"Berapa lama lagi?"
Dor ... Dor ... Dor ... Dor ...
Hujan peluru kembali diterima oleh David. Sepertinya musuhnya sudah selesai mengisi ulang senjata mereka.
David menodongkan senjata dan berniat melesatkan tembakan perlawanan, namun ia lupa kalau pelurunya telah habis. Alhasil tidak ada peluru yang keluar setelah menarik pelatuknya beberapa kali. Ia pun melempar senjata api itu ke sembarang arah dengan frustasi. "Aku tidak tahu berapa lama lagi."
"Haruskan aku batalkan resepsinya hari ini dan mengganti--"
"Jangan!" sela David sebelum Angeline menyelesaikan kalimatnya. "Aku akan tiba di sana dalam kurang dari dua puluh menit. Tunggu saja, oke? Baiklah akan kututup telponnya."
"Tunggu ... David,"
"Apa lagi?!"
"Love you." ucap Angeline dari seberang saluran telepon, membuat David tersenyum lebar.
"Love you." balas David yang langsung mematikan sambungannya dengan Angeline dan menaruh kembali ponselnya ke dalam saku.
Saat hujanan peluru telah berhenti, itu menandakan musuhnya sedang berusaha mengisi ulang senjata mereka.
David pun melompati mobil yang ia gunakan sedari tadi sebagai tempat berlindung dari hujanan peluru dan berlari secepat mungkin ke arah musuhnya.
Seseorang di antara dua orang musuhnya telah selesai mengisi ulang senjata apinya dan mengarahkan ujung larasnya ke arah David. Namun belum sempat ia menarik pelatuknya, lutut David sudah bersarang di dagunya, membuat orang itu terjerembab beberapa meter ke belakang.
David melayangkan tendangan memutar kepada orang satunya yang telak mengenai pelipis mata dan membuat orang itu terhuyung ke samping.
Kini kedua orang itu telah kembali bangkit. Karena senjata mereka telah terlempar cukup jauh, mereka pun tidak memiliki pilihan lain selain menghadapi David dengan tangan kosong.
Mereka berdua memasang kuda-kuda yang cukup aneh. Raut wajah ketakutan tidak dapat disembunyikan dari keduanya.
David yang melihat hal itu tersenyum lebar. Merenggangkan otot lehernya ke kiri dan kanan lalu berjalan perlahan menghampiri dua orang yang sudah ketakutan setengah mati itu.
Mereka berdua saling beradu pandang dan mengangguk secara bersamaan.
Salah satu dari mereka maju menerjang ke arah David dan memeluk pinggang David dengan sangat erat, sedangkan yang satunya berlari ke arah lain, berusaha mengambil senjata api terdekat.
David mendaratkan sikunya di kepala bagian belakang orang yang memeluk pinggangnya, tepatnya menghantam bagian otak kecilnya. Membuat orang itu pingsan seketika.
Satu orang yang lainnya telah berhasil memegang senjata api dan tanpa pikir panjang ia melesatkan peluru ke arah David secara membabi buta.
David menggunakan tubuh musuhnya sebagai pelindung. Dan saat hujanan peluru itu telah berhenti, David pun berjalan perlahan mendekati musuhnya yang tersisa satu orang.
Ia terus menekan pelatuk senjata api di tangannya meskipun telah kehabisan peluru.
Dan saat David berada tepat di depannya, ia terduduk ketakutan dengan celananya yang sudah basah akibat ngompol.
"A ... a ... am-ampuni ... ampuni a-aku." rengeknya yang tentu tidak akan didengarkan oleh David.
Sejujurnya, David sangat ingin memisahkan organ dalam tubuh orang yang terduduk sambil ngompol di depannya satu persatu, namun ia sudah janji kepada Angeline untuk tiba dalam kurang dari dua puluh menit.
"Dasar tikus rendahan." ujar David sambil melihat tanah di sekeliling orang itu yang sudah basah akibat air kencing. "Kau telah membuatku kehilangan salah satu mobil kesukaanku, dan kini kau memintaku untuk mengampunimu?"
David menjambak kepala orang itu dan membatingnya ke tanah sehingga wajahnya tepat mengenai rembesan air kencingnya sendiri. Ia membantingnya terus menerus tanpa ampun, hingga orang itu mati dengan kondisi tulang wajahnya yang hancur lebur.
David pun mengambil alih mobil Hummer terakhir yang masih dalam kondisi lumayan baik dan meninggalkan tempat berdarah itu.
Layar monitor kecil di bagian depan mobil itupun memunculkan gambar panggilan masuk. David menekan ikon berwarna hijau dan muncul wajah seseorang yang sudah tidak asing lagi bagi David. Orang itu terlihat sangat terkejut saat melihat David yang mengangkat sambungannya.
"Isaac Dominic." sapa David sambil tersenyum. "Satu dari tiga orang yang menjebak ayahku. Bagaimana kabarmu? Kelihatannya berat badanmu bertambah sejak terakhir kali kita bertemu. Sepertinya kau menjalani hidup yang cukup baik setelah saat itu."
"Sepertinya julukan Sang Pangeran Neraka memang bukan hanya sebuah bualan belaka. Namamu benar-benar mendominasi Dunia Bawah."
David tertawa renyah. "Berhenti menyanjungku seperti itu. Lebih baik kau membantuku memikirkan sesuatu."
"Apa yang bisa kubantu, wahai Putra Iblis?"
"Bantu aku memikirkan cara terbaik untuk membunuhmu. Kau tahu? Aku benar-benar kehabisan ide."
Isaac ikut tertawa mendengar ucapan David. "Kau? Membunuhku?"
"Yap."
Isaac pun menatap David dengan tatapan menantang. "Sudah menjadi rahasia umum di kalangan mafia bahwa David Stockholm, sang penguasa Dunia Bawah adalah orang yang selalu bekerja sendirian. Kau tidak memiliki siapapun, sedangkan aku, aku memiliki sangat banyak teman. Kau yakin bisa membunuhku sendirian?"
Kini David membuang ekspresi menjengkelkannya dan menatap balik Isaac dengan tatapan yang sangat tajam, membuat Isaac menelan ludahnya sendiri hanya karena tatapan penuh aura membunuh dari seorang David Stockholm.
Isaac tahu, saat ini David sudah tidak lagi bisa diajak kompromi.
"Beritahu semua temanmu untuk bersiap-siap dan mengucapkan salam perpisahan pada anak dan istri mereka. Karena setelah ini, aku akan membantai mereka semua."
"Dan untukmu ... " David kembali menyunggingkan senyuman, walau matanya masih saja memancarkan aura membunuh yang sangat gelap. "Mungkin aku akan membawakan kepala dari kedua anakmu yang berada di Michigan. Siapa nama mereka? Alex dan Debbie?"
"JANGAN KAU BERANI, DAVID! JIKA KAU BERANI MENYENTUH MEREKA, AKU BERJANJI AKAN--"
David mematikan sambungan video dengan Isaac dan kembali memfokuskan pandangannya ke arah jalan. "Sejak awal kau menjebak ayahku, bahkan para serdadu Tuhan pun tidak bisa menghalangiku untuk memburumu, Isaac Dominic."