Chereads / Mafia's Little Angel / Chapter 10 - Harmoni

Chapter 10 - Harmoni

Sorot mentari yang masuk dari jendela lantai paling atas gedung apartment mewah itu membangunkan Angeline dari tidurnya.

Dengan perlahan gadis itu membuka matanya.

Tidak ada seorangpun yang berada di sampingnya. Bantal yang biasa ditiduri oleh pria yang berhasil mencuri hatinya itu kini sudah tersusun rapih di atas selimut.

Angeline tersenyum, kembali menutup matanya dan membayangkan apa yang dialaminya semalam.

Gadis itu tidak akan pernah melupakannya. Malam di mana ia merasa seperti berada di surga.

Angeline ingat, saat bibir mereka saling membelai, mengecup dan melumat satu sama lain seakan ingin memuaskan rasa dahaga yang tidak akan pernah puas.

Tubuh mereka begitu dekat, bahkan tidak ada jarak antara kulit masing-masing.

Angeline menaruh tangannya di leher, mecoba mengingat saat bibir David mengecupnya lembut di sana. Perlahan tangannya turun ke bagian dada. Ia benar-benar ingat saat tangan kekar David meraba dan meremasnya dengan gemas.

Hingga akhirnya sampai pada bagian berhimpit di antara kedua pahanya, bagian yang membuat David begitu penasaran.

Gadis itu mencoba mengingat baagaimana rasanya saat David melumat bagian tubuhnya yang paling intim itu dengan sangat rakus, menghisap dan membersihkan setiap cairan yang keluar dari sana hingga tak bersisa.

Sementara dirinya hanya bisa mengerang sembari menjambak rambut David dengan penuh kepasrahan yang saat itu sedang berada di antara kedua pahanya.

Seketika pipinya memerah saat mengingat momen dimana David berbaring pada posisi telentang. Beberapa kali pria itu mengaduh pelan saat Angeline mencoba mengulum bagian tubuh yang selalu menjadi kelemahan setiap kaum hawa dengan bibir ranumnya.

Ia benar-benar malu, itu adalah pertama kalinya Angeline mencoba melakukan hal seintim itu.

Beberapa kali David mengaduh kesakitan namun tetap membiarkan Angeline terus mencobanya hingga tak ada lagi keluhan yang terdengar dari mulut David.

Dan rona merah di pipi Angeline semakin tercetak jelas saat dirinya membayangkan saat dimana David dengan perlahan memasuki tubuhnya.

Beberapa kali David berhenti sambil terus menanyakan apakah hal itu terlalu menyakitkan baginya.

Perlu waktu yang cukup lama hingga kedua pangkal paha mereka bisa bersentuhan. Berkali-kali Angeline meyakinkan David bahwa dia tidak apa-apa, sementara David dalam kondisi kesulitan untuk memasuki tubuh Angeline secara penuh karena himpitan gundukan danging itu terasa terlalu sempit baginya.

Perlahan David menggerakkan pinggulnya, mencoba selembut mungkin karena itu adalah pertama kalinya untuk Angeline.

Seujurnya, saat pertama kali memasuki tubuh Angeline adalah hal yang lebih sulit ketimbang melubangi kening seseorang dari jarak dua ribu lima ratus meter menggunakan senapan runduk favoritnya.

Suara desahan, erangan, decitan ranjang dan kedua pangkal paha yang saling beradu terdengar seperti sebuah harmoni dalam ruangan yang dipenuhi cahaya remang keabu-abuan oleh sang rembulan.

Rasa sakit yang perlahan memudar itu membuat Angeline semakin larut dalam birahinya.

Kini Angeline bangkit dari posisi tidurnya, memakai kembali pakaiannya yang dilucuti David semalam yang berserakan di sembarang arah dan berjalan menuju pintu kamar. Namun suara keras yang kata-kata sarkastik yang terdengar dari balik pintu membuat Angeline tidak jadi membukanya.

Rasa penasarannya membuat gadis itu membuka sedikit pintu kamar yang langsung menuju ke ruang tengah itu dan mengintip keluar.

David, hanya mengenakan celana bendek hitam, tubuh top-lessnya masih saja membuat Angeline menelan ludahnya tanpa sadar. Ia berbicara dengan sebuah perangkat di telinganya. Tangan kirinya dimasukkan ke dalam kantung celana pendek sementara jari telunjuk dan jari tengah tangan kanannya mengapit sebuah batang candu yang telah terbakar hampir setengahnya.

"Kau tahu? Terakhir kali ada yang main-main denganku, mereka semua berakhir dalam peti mati. Jadi, pikirkanlah baik-baik sebelum kau memihak orang yang salah." ucap David dengan nada mengancam walau tetap terlihat tenang. "Oh iya, aku lupa menambahkan. Kepala mereka semua berlubang. Tepatnya pada bagian dahi. Kau yang paling mengerti kalau tembakanku tidak pernah meleset."

Angeline membulatkan matanya. Tangannya berusaha menutup mulutnya yang terbuka.

Ia tidak menyangka bahwa David akan menggunakan kata-kata semengerikan itu.

Tarikan napas spontan Angeline yang terlalu tiba-tiba itu membuat David sadar bahwa Angeline mendengar kata-katanya tadi. Namun David tidak berbalik untuk melihat sang sumber suara. Ia tahu, jika ia melakukannya, hanya akan membuat Angeline merasa takut.

Tanpa sepengetahuan Angeline, David mematikan sambungannya dengan orang yang sedari tadi berbicara dengannya di seberang sana.

Ia harus cepat memikirkan pokok pembicaraan lain. Tentunya yang berhubungan dengan peti mati, peluru dan tembakan.

Dan juga lubang di kepala.

Seketika David teringat dengan sebuah permainan online berbasis peperangan yang sedang naik daun akhir-akhir ini.

"Ekhem ... " David membersihkan tenggorokannya, membuat Angeline kembali menyimak apa yang akan dikatakannya. "Pikirkanlah lagi. Walaupun aku sudah lama tidak bermain PUBG, tembakanku tidak akan pernah meleset. Kau juga tahu bahwa namaku sudah sangat terkenal dalam game sialan itu."

David melirik ke arah kulkas, melihat pantulan bayangan Angeline yang mengangguk pelan dari balik pintu kamar, membuat David tersenyum puas.

Angeline mengangguk pelan. Pikirnya, David ternyata sedang membicarakan sebuah permainan yang ia tidak mengerti. Mungkin David tidak semengerikan apa yang beberapa saat lalu ia bayangkan. Walau gadis itu tidak tahu jati diri sebenarnya seorang David Stockholm yang dijuluki Anak Iblis oleh para mafia.

David menekan earphone wireless yang berada di telinganya dengan jari telunjuk, seakan-akan baru saja memutuskan sambungan telepon yang sebenarnya sudah terputur sedari tadi.

Ia berbalik dan tersenyum ke arah Angeline setelah memasang ekspresi berpura-pura kaget.

"Oh, kau sudah bangun? Bagaimana tidurmu?"

Tatapan David selalu bisa membuat Angeline merasa hangat. Walaupun sorot pupil kebiruan itu terlihat sangat mengintimidasi bagi sebagian orang, Angeline merasa bahwa dibalik aura David yang selalu mencekam, dalam hatinya pria itu adalah sosok yang sangat penyayang.

Angeline mengangguk pelan dan balas tersenyum. Membuka pintu dengan lebar lalu melihat malu-malu ke arah lantai sambil menggigit bibir bawahnya.

Rona merah mulai tercetak pada pipi gadis itu yang kembali teringat dengan kejadian semalam, dimana mereka pertama kali melakukannya. Entah mengapa melihat tingkah kekanakan Angeline membuat David merasa gemas.

David hanya tersenyum dari tempatnya, membiarkan Angeline larut dalam lamunan indahnya.

Sementara dalam hatinya masih menyimpan perasaan yang sama. Rasa dendam dan haus darah yang ia rasakan saat kehilangan ayah angkatnya Hendrick Brasco.

Sampai kapanpun ia tidak akan pernah berhenti mencari siapa dalang di balik penjebakan yang membutanya kehilangan orang yang telah memungutnya saat ia tidak memiliki tempat untuk tinggal.

Orang yang mengajarinya hampir semua yang ia tahu. Orang yang memiliki tempat tertinggi dalam hatinya.

Walaupun tanpa sadar, kehadiran seorang Angeline Youngblood mulai mengambil alih sedikit demi sedikit posisi Hendrick Brasco, ayah angkatnya di dalam hatinya.

Entah butuh waktu berapa lama bagi Angeline bisa mengisi kekosongan hati yang David rasakan selama ini. Karena perlahan namun pasti, keberadaan Angeline secara mulai membuat David merasa terpenuhi oleh sesuatu yang belum pernah ia rasakan sebelumnya.

Entah butuh waktu berapa lama, hingga sang dendam yang selama ini menjadi satu-satunya alasan bagi David untuk terus hidup tergantikan oleh keberadaan seorang Angeline Youngblood.

Karena sekali lagi, tanpa sadar Angeline mulai menjadi alasan bagi David untuk terus bertahan hidup di dunia yang kotor ini.