Chereads / Mafia's Little Angel / Chapter 2 - Kebaikan Sang Pembunuh (Part 2)

Chapter 2 - Kebaikan Sang Pembunuh (Part 2)

Suasana ramai khas perkotaan yang jarang dilihat Angeline begitu menarik pehatiannya. Dari lalu lintas yang padat dengan kendaraan, pejalan kaki yang hampir memenuhi sisi jalan, hingga gedung-gedung pencakar langit yang sudah tidak bisa terhitung oleh jari. Sangat berbeda dari tempat tinggal Angeline dulu yang tergolong daerah terpinggir dari sebuah negara bagian.

David terus berbicara dengan seseorang di seberang saluran telepon menggunakan alat kecil yang menempel pada telinga kanannya sambil terus memperhatikan jalan. Walau sesekali David melirik ke arah Angeline, terutama pada bagian paha yang terekspos jelas. Bagaimana tidak, gadis yang duduk di sebelahnya itu hanya mengenakan sebuah kaus kelonggaran tanpa tambahan apapun.

David berusaha agar tetap fokus, yang mengganggunya adalah bayangan kejadian semalam, di mana David berusaha sekuat tenaga menahan hasrat yang terus saja memberontak dalam dirinya.

Bagaimana tidak?

Seorang gadis menawan yang kira-kira berusia di bawah dua puluh tahun terbaring pulas di sebelahnya dalam keadaan tidak mengenakan apapun. Angeline jatuh pingsan setelah David menyelamatkannya di bawah guyuran hujan lebat.

Gadis itu bahkan tidak sadar saat David mengeringkan setiap inci tubuhnya yang basah dengan handuk sebelum memakaikannya sebuah kaus yang bisa menutupi tubuhnya walau hanya sampai sebagian kecil pahanya. Entah sudah berapa kali David berganti posisi hingga lelaki itu bisa tertidur. Bahkan hanya dengan melihat wajah ayu Angeline yang terlihat begitu polos bisa membuat seorang David Stockholm sangat sulit mengontrol hasratnya.

Terlebih pada bagian bibir mungil Angeline yang seakan memaksa David untuk melumatnya dengan rakus.

Satu hal yang membuat David bisa menahan hasratnya kepada Angeline, yaitu perkataan mendiang ayah angkatnya, Hendrick Brasco yang sampai saat ini tertanam kuat dalam kepalanya, bahwa wanita adalah kelemahan terbesar setiap pria. Dan David sangat membenci hal yang lemah.

Hidup ini terlalu keras untuk orang lemah.

Itulah yang ia pelajari dari masa mudanya yang dipenuhi dengan peluru dan darah sebagai seorang mafia.

Angeline pun kembali bersandar pada kursinya. Gadis itu memperhatikan David secara diam-diam. Tingkah Angeline yang terlihat menggemaskan bagi David membuatnya semakin kehilangan fokusnya.

"Katakan saja jika ada yang ingin kau tanyakan." ucap David sambil membelokkan Aston Martin-nya dengan perlahan. Pria itu telah selesai berbicara pada seseorang di seberang saluran telepon.

Angeline masih bungkam. Aura David yang begitu mengintimidasi membuat gadis itu masih belum memiliki keberanian untuk berbicara.

"Ngomong-ngomong, namaku David Stockholm. Panggil saja David."

"Angel." balas Angeline cepat. "Angeline Youngblood."

Keadaan kembali sunyi tanpa percakapan sedikitpun hingga mereka tiba di sebuah tempat. David memberhentikan mobil sport seharga milyaran itu di depan sebuah bangunan yang lumayan familiar bagi Angeline. Tidak salah lagi, gadis itu sering melihatnya di internet. Tempat di mana para desainer pakaian terkenal dari seluruh dunia menaruh hasil karya terbaik mereka.

David turun lebih dulu, berjalan memutari bagian depan mobil dan membukakan pintu untuk Angeline. David melakukannya karena pintu Aston Martin yang terbuka ke atas akan membuat Angeline harus mengangkat tangannya. Hal itu akan membuat Angeline memperlihatkan bagian paling intim yang berada di bagian pangkal pahanya terekspos karena pasti bajunya juga akan ikut terangkat.

Angeline mengikuti langkah David memasuki toko pakaian mewah itu, hingga seorang wanita bepakaian formal menyambut mereka dengan sangat sopan.

"Ada yang bisa kami bantu?"

David merangkul punggung Angeline dari samping dengan satu tangan. "Aku ingin kau memilihkan apapun yang cocok untuknya."

"Baiklah, kami memiliki beberapa referensi untuk koleksi musim panas--"

"Terserah, pilihkan saja. Kalaupun dia menolak,-" David mengeluarkan sebuah kartu berwarna emas dari dalam dompetnya. "-tetap masukkan dalam tagihan."

David melepas rangkulannya dari punggung Angeline dan berjalan keluar meninggalkan kedua orang dengan ekspresi kebingungan itu.

"Ta-tapi tuan, maafkan aku tapi berapa limit--"

"Habiskan saja isinya kalau perlu." jawabnya tanpa berbalik sedikitpun.

Si wanita berpakaian serba formal itupun membungkukkan tubuhnya empat puluh lima derajat hingga David pergi, setelah itu dia menatap Angeline dan tersenyum lebar. "Lelakimu sungguh seorang pria sejati. Mari ikut aku, kita akan bersenang-senang."

David melakukan panggilan menggunakan telepon genggamnya sambil terus berjalan melewati kerumunan orang. Ia terus berjalan hingga sampai pada sebuah gang kecil di mana seseorang yang mengenakan hoodie berwarna hitam berdiri sambil menghisap batang rokok yang sudah terbakar setengah.

"Aku telah menemukannya." ucap David sebelum mematikan sambungan telepon. Ia berjalan mendekati lelaki itu. Tanpa basa-basi, si lelaki langsung memberikan sebuah amplop besar berwarna cokelat yang disembunyikannya dalam baju.

David membukanya dan terdapat tiga buah berkas berisikan profil lengkap yang merupakan target barunya. Tiga orang yang terlibat dalam kejadian empat tahun lalu, di mana Hendrick Brasco dijebak, membuat David melihat ayah angkatnya dibunuh secara kejam di depan matanya sendiri.

"Steve Stiffler, Benedict Rivario, dan Isaac Dominic. Ketiganya sekarang sedang berlibur ke Paris."

David mengeluarkan sebuah tiket pesawat yang terdapat di bagian dasar amplop. "Itu dari bosku, sebuah tiket perjalanan ke Paris. Untuk menyusul ketiga bajingan itu tentunya."

"Aku tidak pernah meminta ini."

"Anggap saja hadiah. Bosku sedang berhati baik belakangan ini. Kau tahu, saat seseorang telah menemukan cara untuk melipat gandakan kekayaan dengan mudah, dia akan menjadi murah hati."

Dari awal David sudah merasakan ada yang tidak beres. Dengan hati-hati David memperhatikan lelaki yang berdiri di depannya secara teliti. Pakaiannya terlihat biasa-biasa saja. Tonjolan di pinggang akibat menyembunyikan sebuah pistol juga merupakan hal yang wajar.

David pun memasukkan kembali berkas-berkas itu ke dalam amplop, mengeluarkan sebatang rokok yang kini terapit di antara bibir atas dan bawahnya beserta pemantik untuk menyalakannya.

Ck ... Ck ... Ck ...

David berakting seolah-olah pemantiknya rusak dan memasukkan kembali ke dalam kantungnya. "Bisa kau pinjamkan punyamu?"

"Maaf kawan, aku tidak membawa pemantik."

David mengangguk mengerti dan menaruh kembali batang rokok yang tidak jadi dihisapnya itu ke dalam kotak. Tanpa aba-aba maupun peringatan sedikitpun, David mencekik leher lelaki itu dan membenturkan kepalanya ke tembok dengan sangat keras.

Ia menahan cengkramannya sementara orang itu berusaha melepaskannya. Dengan satu tangan yang terus mencekik, satu tangannya yang bebas merogoh ke dalam kantung jaket dan mendapatkan sebuah pemantik klasik yang terbuat dari alumunium dengan ukiran topi bundar di tengahnya.

David pun tertawa puas, sedangkan orang di depannya masih meronta kesakitan akibat cekikan kuat dari tangan seorang David Stockholm di lehernya, sebuah tangan mengerikan dari seorang iblis yang telah membunuh ratusan nyawa.

"Jadi kalian telah berpaling dariku." David berbicara sendiri, mengabaikan rintihan orang yang sedang ia cekik. "Dasar tikus-tikus tak tahu diri."

"Eukh ... Uhuk." orang yang dicekik oleh David terbatuk sembari mengeluarkan darah segar yang kini menempel pada kaus putihnya, membuat amarah David semakin memuncak.

David merogoh pistol yang disembunyikan di balik hoodie orang yang sampai sekarang masih dicekiknya, mengeluarkan lima butir peluru dari dalam kotak amunisinya dan memasukkan kelima butir peluru itu sekaligus ke dalam mulut lelaki sekarat itu.

Dengan satu kali pukulan keras yang telak mengenai rahang bagian bawah, kelima peluru itu tertelan tanpa sisa. Orang itupun terbaring lemah, sementara David menginjak perutnya terus menerus tanpa ampun, membuat kelima butir peluru tadi merobek saluran pencernaan orang itu dari dalam.

Setelah puas, David pun menyisir rambutnya ke belakang menggunakan jari lalu meludahi orang yang nyawanya sudah tidak bisa lagi tertolong itu. "Tunggu saja, aku akan menghancurkan kalian, tikus-tikus rendahan."