"Yah, semoga saja dengan kehadiran Nabila, Leo akan semakin dewasa dalam hidupnya." Karena tak ada lagi yang harus mereka cemaskan, mereka meninggalkan pengantin baru tersebut. "Nabila, jika kau ingin tidur di ranjang silakan saja biar aku tidur di sofa."
Alis Nabila mengerut. "Kenapa kau harus tidur di sofa? Kita sudah menikah tidurlah di ranjang bersamaku."
"Nabila, aku masih merasa asing denganmu dan aku rasa.."
"Jangan ragu begitu, bukankah kau mau menerimaku sebagai teman tapi tetap saja aku adalah istrimu, kita hanya tidur bukan?" Leo mengangguk.
"Aku akan pergi ke kamar mandi untuk mengganti baju kau tidurlah." Untuk kedua kalinya Leo mengangguk.
Sepeninggal Nabila, Leo membaringkan tubuhnya lalu memejamkan mata. Suara shower bagaikan musik yang indah di telinganya dan tak beberapa menit, pria itu tertidur. Nabila keluar dan tertawa lembut mendapati Leo telah telah tertidur.
Dia lantas menyelimuti Leo dengan selimut lalu membaringkan diri di samping pria itu untuk tidur juga.
🌟🌟🌟🌟
Keesokan paginya, Leo terbangun dari tidur mendapatinya dirinya seorang diri. Dia lalu menuju kamar mandi untuk membersihkan diri dan ketika dirinya keluar, Nabila sudah berada di kamar untuk membawakan secangkir teh.
"Untukmu." Leo bergumam terima kasih dan menyeruput teh tersebut.
"Bagaimana kau tahu kalau aku kalau aku suka minum teh setiap pagi?" tanya Leo heran pada Nabila. Setahunya Nabila baru saja tinggal di sini.
"Oh itu karena Ibu yang menyuruhku agar membuatkanmu teh. Ayo keluar kita sarapan bersama-sama." Leo berhenti bergerak dan menaruh gelas di meja.
"Lebih baik kau saja yang makan bersama mereka, aku akan ada di sini."
"Kenapa? Ini rumahmu, mereka yang ada di sini keluargamu juga kenapa kau tak makan bersama mereka?" Leo menampilkan senyum getir.
"Dengan penampilanku yang seperti ini? Aku malu Nabila, mereka pasti akan melihatku dengan tatapan aneh."
"Keluargamu?"
"Bukan, para pelayan. Saat aku pulang mereka menatapku layaknya aku orang asing dan tak mengenalku sebagai Leo." lirih Leo. Nabila mengembuskan napas. Ditepuknya salah satu pundak pria itu dan membuat Leo menatapnya.
"Aku mengerti dengan perasaanmu, tapi itu bukan berarti kau selama-lamanya mengunci diri di dalam kamar. Tenang saja ada aku, jika mereka menyinggungmu aku tak akan segan-segan memberikan mereka teguran keras." Namun wajah Leo tetap sendu dan Nabila tak tahu harus mengatakan apa sebelum akhirnya dia menjatuhkan pandangan pada topeng milik Leo yang tergeletak di atas meja.
Nabila berjalan mendekat lalu mengambil topeng tersebut untuk disodorkan pada Leo. "Kalau kau masih belum percaya diri, pakailah ini." Leo menatap Nabila dan topeng itu secara bergantian kemudian mengambil topeng yang memang dimodifikasi untuk menutup luka Leo di samping wajah.
"Nabila ke mana? Kok dia belum turun sarapan?" tanya Adam pada menantunya, Silvia yang sibuk mengoles selai di roti untuk sang suami.
"Mungkin dia ada di kamar." jawab Silvia masih dengan tangan yang bergerak.
"Maaf semuanya kami terlambat." Suara Nabila yang menginterupsi menyebabkan semua pandangan mata tertuju pada Nabila dan yang tak disangka adalah keberadaan Leo di samping gadis berusia 20 tahun tersebut.
"Le-Leo ... kau datang untuk sarapan bersama kami?" Leo mengangguk pelan menghasilkan senyuman kebahagiaan pada Adam sekaligus kedua anaknya. Nabila duduk di samping Leo yang sudah ditawari oleh Silvia roti dan selai.
Tangan Nabila disentuh oleh Adam dan langsung melihat pada kakek Leo. "Terima kasih nak, kau sudah membuat dia keluar dari kamar. Sungguh kami melakukan berbagai cara agar dia bisa keluar dan bersama dengan kami, tapi Leo tak mau hanya kau yang berhasil membujuknya katakan apa yang kau lakukan sehingga dia mau keluar?"
Nabila tersenyum. "Hanya berbicara lembut saja." Pagi itu keluarga DeMonte sangat bahagia karena sang anak mau terbuka dengan mereka.
Selepasnya, Fredikson segera menuju perusahaan sedang Silvia ada urusan penting sedang Leo, Adam dan Nabila tinggal di rumah. "Leo, kemarilah nak Kakek ingin bicara sama kamu." kata Adam melihat Leo ingin pergi dari ruang makan.
"Iya Kakek, ada apa?" tanya Leo setelah dirinya menghampiri Adam.
"Temani kakek main catur di halaman belakang ya." Leo hendak menolak namun Adam tak memerhatikan. Dia malah lebih fokus pada Nabila yang bersama dengan beberapa pelayan membersihkan ruang makan.
"Minta para pelayan agar membuatkan kami jus jeruk."
"Kalau soal itu biar aku saja ya Kek." pinta Nabila dan langsung diiyakan oleh Adam. Di pun menarik tangan sang cucu agar menuju halaman belakang lebih tepatnya di gazebo.
Meski enggan, Leo hanya bisa pasrah dan mengikuti keinginan Adam untuk bermain catur. "Leo, menurutmu bagaimana dengan Nabila?" tanya Adam setelah lama diam karena asyik bermain catur.
Oh jadi ini sebabnya Adam bermain catur, Adam ingin mendengar komentar Leo tentang Nabila. "Dia gadis baik, selalu memperlakukanku dengan lembut." Adam tersenyum puas.
"Baguslah, kakek sangat berharap dengan kedatangan Nabila membuat banyak perubahan untukmu." Saat percakapan selesai, Nabila datang dengan membawa dua gelas jus jeruk.
"Ini kakek."
"Terima kasih Nabila." sahut Adam hanya ditanggapi dengan senyuman lalu memutar tubuh untuk pergi. Tetapi tiba-tiba saja Nabila kehilangan keseimbangan dan Leo langsung menyambut dengan menangkap tubuh Nabila.
"Apa kau baik-baik saja?" Nabila mengangguk dan mengucapkan terima kasih dengan nada pelan.