"Nabila, apa kau baik-baik saja?" Nabila menoleh pada Leo yang memandangnya khawatir. "Jangan risau, kita sudah resmi menjadi pasangan jadi biar pun kita tak sengaja berciuman, itu tak apa-apa." Penghiburan Leo justru membuat Nabila tertegun.
Senyuman Leo terlihat sangat menawan kendati tipis. "Aku bisa mengerti kau sangat bahagia karena akhirnya aku mampu berjalan di rumah tanpa topeng. Jangan pikirkan lagi itu okay, anggap saja ciuman itu adalah ciuman pertama kita sebagai pasangan suami istri." Leo keluar dari kamar meninggalkan Nabila yang termangu.
'A-ada apa denganku? Kenapa aku jantungku berdebar sangat cepat? Apa aku sakit?' tanya Nabila entah pada siapa.
🌟🌟🌟🌟
Beberapa hari dilalui oleh keduanya dengan diam. Bukan tanpa sebab, Nabila selalu menghindar dari Leo. Ketika dirinya selalu berada dekat dengan suaminya itu degup jantung Nabila menjadi cepat dan akhirnya Nabila memutuskan untuk menjauh dari sang suami karena berpikir kesehatannya akan buruk jika berdekatan dengan Leo.
Otomatis Leo merasa tersinggung dan sedih. Dia pun mencurahkan isi hatinya pada Adam berharap bahwa kakeknya bisa membantu dan bertanya pada Nabila apa kesalahan dirinya sampai-sampai Nabila tak ingin didekat Leo sebab jika Leo menghampirinya Nabila langsung pergi tanpa Leo memiliki kesempatan untuk bertanya.
Jangankan bertegur sapa, saling melihat saja Nabila terlihat enggan sekali. Adam tentu saja kasihan dengan cucunya itu, baru beberapa hari dia melihat Leo bisa tersenyum dan bercakap-cakap dengan orang banyak karena Nabila terus mendorongnya agar bersemangat namun dengan alasan yang sama Leo kembali patah semangat.
Jam menunjukkan pukul 20.00 ketika mereka selesai makan malam. Nabila dipanggil oleh Adam ke perpustakaan pribadi di rumah itu untuk menemaninya membaca. Tapi istri dari Leo itu paham dia ke sana bukan untuk menemani sang kepala keluarga, ada masalah lain yang mengganggu pikiran Adam.
Diketuknya pintu perpustakaan lalu Nabila masuk sesudah terdengar perintah untuknya. "Nabila, duduklah ada sesuatu yang ingin aku tanyakan padamu,"
Nabila menurut saja dan duduk. "Begini, aku melihat kau berubah pada Leo." Kontak Nabila menunduk.
"Apa maksud Kakek? Aku selalu membuatkan sarapan untuk Leo dan lain-lain sebagai seorang istri." kilah Nabila. Pria tua itu menggeleng.
"Aku tahu itu tapi kau sama sekali tak mau berbicara dengan Leo, kau bahkan selalu menghindar darinya. Apa dia melakukan kesalahan? Jika iya katakan tapi jangan diamkan dia, Leo sedih jika kau memperlakukannya seperti ini."
Akhirnya Nabila menampakkan wajah dengan sorot mata kaget. "Benarkah itu? Leo sedih karena aku menjauhinya?" Adam mengangguk.
"Dia yang mengatakan sendiri pada Kakek." Makin bersalahlah Nabila terhadap Leo.
"Maafkan aku Kakek, a-aku tak berniat membuatnya sedih tapi itu karena ...." Nabila mulai memainkan jarinya tanda dia kikuk untuk mengatakan sesuatu.
"Karena apa?"
"Itu karena kami berciuman tak sengaja dan tiba-tiba saja jantungku menunjukkan reaksi yang berlebihan aku pun berpikir aku tengah sakit jadi akan lebih baik agar aku menjauhinya supaya sakitnya tak kambuh." Penuturan Nabila yang polos membuat Adam termangu sesaat sebelum setelahnya pria itu tertawa terbahak-bahak.
"Astaga, jadi hanya itu. Nabila, Nabila." Dia tersengih dan menyelipkan rambutnya di belakang telinga bukti bahwa dia merasa malu.
"Kenapa tak bilang padaku. Ayo biar Kakek yang cari obat penawarnya."
"Sungguh? Apa kakek benar-benar tahu obat yang bisa menghilangkan apa yang aku rasakan?"
"Iya." Keduanya lalu bergerak keluar dari perpustakaan menuju ruang kerja Leo di mana pria itu sedang sibuk bekerja. Sebenarnya Nabila merasa enggan sekali untuk bertemu sang suami tapi dengan bujukan halus Nabila mau mengekori Adam yang sudah masuk.
"Leo ...." Pria itu menoleh lalu memandang pada Nabila yang memalingkan wajah ke arah lain. Matanya tidak tertuju pada Adam yang berbicara.
"Nabila ingin berbicara denganmu." Tampak gelagapan, tubuh Nabila ditarik kemudian mendekat pada Leo.
"Ayo Nabila berbicara." Mulailah degupan jantung tak beraturan saat matanya mulai bertentangan dengan mata Leo.
"Mm, Leo ak- aku ingin minta maaf karena sudah menjauhimu. Aku hanya sering gugup kalau bertemu denganmu dan berpikir ada baiknya jika tak mendekatimu dulu. Tapi kau malah salah paham. Aku menyesal Leo, apa kau mau memaafkanku?"
Leo menunjukkan ekspresi yang sama dengan Adam kemudian tersenyum. Dia lantas membawa Nabila ke dalam pelukan seraya mengucapkan terima kasih. Akhirnya dia tahu penyebab Nabila menjauh dan itu menghasilkan kelegaan luar biasa dalam diri Leo.
Perasaan Nabila mendadak nyaman kala merasakan pelukan hangat sang suami dan anehnya degup jantung itu mulai tenang yang ada hanyalah kenyamanan semata. Setelahnya Leo pun dengan raut wajah gembira melerai pelukan lalu pergi meninggalkan Nabila dan Adam.
"Jadi bagaimana?" Alis Nabila mengerut.
"Bagaimana apanya?"
"Bagaimana obatnya? Apa kau sudah merasa baikkan?" Nabila membulatkan matanya. Dia tahu dengan maksud 'obat penawar' Adam dan sontak merona.
Adam terkekeh. "Nabila kalau seperti itu ceritanya akan lebih baik kita menghadapinya. Sekarang bagaimana rasanya?"
Nabila mengangguk malu. "Yah, aku sudah merasa baikkan. Terima kasih ya Kakek."
"Sama-sama. Sekarang apa kau sudah menyadari sesuatu tentang apa yang terjadi padamu?" Dengan polos Nabila menggeleng membuat Adam makin gemas saja sama menantunya itu.
"Memangnya apa yang terjadi padaku?" Kakek Leo lantas tersenyum penuh arti.
"Nabila itu tandanya kamu telah jatuh cinta .. jatuh cinta pada Leo."