Chapter 5 - Kaki Palsu

Leo jadi heran sendiri, kenapa tiba-tiba Nabila kehilangan keseimbangan padahal jelas sekali tak ada sesuatu yang licin atau benda. "Leo...." Leo menoleh pada Adam yang memandangnya heran.

"Kenapa kamu bengong di situ? Ayo main di sini bersama kakek lagi." pinta Adam.

"Tidak Kek, aku ingin melihat Nabila dulu. Sepertinya ada sesuatu yang salah." Adam sama sekali tak mencegah Leo untuk pergi malah dia senang karena Leo perhatian pada Nabila, istrinya.

Di dalam Leo menuju dapur dan bertanya pada seorang pelayan yang berada di sana tentang Nabila dan diberikan informasi kalau saat ini Nabila berada di kamar. Leo segera menuju tempat tersebut dan bisa mendengar samar-samar suara Nabila yang bergumam sendirian.

"Ah pantas saja, sudah tak pas lagi. Apa aku harus beli yang baru lagi ya?" Pria itu tak merasakan kejanggalan dalam ucapan Nabila dan langsung masuk. Mendadak dia tertegun memandang Nabila yang duduk di tepi ranjang sambil melihat salah satu kakinya yang tak utuh sedang di sampingnya ada kaki buatan.

"Leo...." kata Nabila terkejut ketika dirinya menyadari kehadiran sang suami.

"Sejak kapan kau berdiri di situ?" lanjutnya bertanya.

"Sejak tadi." Leo pun menghampiri Nabila dan duduk di sampingnya tanpa melepas pandangan kaki Nabila yang cacat.

"Kenapa kau tak memberitahukanku tentang kondisimu yang sebenarnya?" Nabila tersenyum hambar.

"Aku tak ingin merepotkanmu saja."

"Bagaimana kau bisa kehilangan kakimu? Apakah terasa sakit?"

"Bukankah sudah kubilang, aku juga pernah kecelakaan. Saat aku masih kecil, Ibu dan aku menuju sebuah bazar saat car free day. Ibuku yang masih asyik berbelanja lalai meninggalkanku tanpa pengawasan dan aku tak pernah menyangka hal itu terjadi, tiba-tiba saja sebuah mobil dengan kencang menyusuri jalan bazar yang dipenuhi banyak orang dan aku menjadi salah satu korban. Kakiku ini dilindas ban mobil dan langsung terpisah. Yang aku rasakan pertama kali adalah mati rasa."

Leo terdiam dan menyentuh kaki Nabila. Jadi inilah alasan sebenarnya kenapa Nabila menjadi istri Leo, karena dia mengetahui apa yang dirasakan oleh Leo sekarang dan sekarang setelah mengetahui apa yang dilewati oleh Nabila, Leo kagum pada wanita yang telah menjadi istrinya itu.

"Apa Kakek tahu dengan kondisimu?" Nabila menggeleng.

"Aku mendengar keluhanmu, apa yang tak pas?"

"Kaki palsuku sepertinya aku harus menggantinya yang baru." jawab Nabila pelan.

"Oh kalau begitu aku akan menghubungi seseorang untuk---"

"Jangan lakukan itu!" potong Nabila membuat Leo terkejut.

"Kenapa?"

"Nanti saja. Aku masih akan memakai ini dan jika memang masih sama, aku akan menyuruhmu membelinya." jawab Nabila. Dia sebenarnya tak ingin merepotkan Leo untuk membeli sebuah kaki palsu, tapi sekarang Leo mengetahui tentang kakinya yang tak sempurna ini dan karena Leo adalah suaminya sekarang, Nabila harus menerima segala pertolongan yang diberikan oleh Leo.

"Nabila! Leo! Ke mana kalian?" Sontak Nabila segera mengenakan lagi kaki palsunya dan menutupi dengan roknya yang panjang. Dia pun berdiri tetapi dia terjungkal ke depan hampir menabrak tubuh Leo yang sigap menahannya.

"Pelan-pelan." tegur Leo sambil berdiri tapi tak melepaskan tangannya dari Nabila.

"Ah di situ kalian, ayo turunlah temani kakek." Nabila memamerkan senyum tipis pada Adam yang berlalu pergi meninggalkan mereka.

"Lepaskan aku," pinta Nabila kemudian.

"Tidak, biar aku membantumu berjalan sepertinya kaki palsumu itu memang sudah rusak butuh diganti yang baru."

"Tapi--"

"Ayo...." Nabila akhirnya pasrah dan memegang tangan Leo yang terulur. Nabila agak berjalan pelan tapi Leo sama sekali tak marah atau pun kesal. Dia dengan tenang menuntun Nabila sampai ke bawah menemui Adam.

Kakek yang setia menonton tv tampak terkesima memandang cucunya beserta istri datang, yang paling membuat Adam terpukau adalah perhatian Leo pada Nabila dengan saling menggenggam tangan dan menuntun Nabila.

"Leo, Nabila kenapa? Kok kamu papah sih?" tanya Adam baru sadar kalau ada sesuatu yang bermasalah dengan istri cucunya itu.

"Kakinya sedang bermasalah jadi perlu aku papah." ujar Leo sembari membantu Nabila untuk duduk.

"Leo, aku bukan anak kecil, aku bisa duduk sendiri tak usah kau bantu." sahut Nabila tiba-tiba memprotes tindakan Leo.

"Ya siapa tahu kamu tak bisa duduk." timpal Leo santai.

"Padahal Kakek ingin sekali dibuatkan teh yang enak dari Nabila tapi tak apa-apa Kakek mengerti dengan keadaan Nabila."

"Oh begitu, ya sudah aku akan membuatkan--" Nabila yang berdiri ditarik oleh Leo secara mendadak menyebabkan dia kembali duduk.

"Kenapa?"

"Kakimu bermasalah biar aku saja yang membuat tehnya kau hanya perlu mengatakan bagaimana caranya?"

"Hah? Memangnya kamu bisa?" tanya Nabila tak mempercayai kalau Leo bisa membuat teh.

"Sudah jangan meremehkanku, aku pasti bisa jika mengikuti instruksimu."

"Ok, asal aku juga pergi ke dapur untuk melihatmu membuat teh." Leo mengiyakan permintaan Nabila dan keduanya berjalan menuju dapur meninggalkan Adam sendirian.

30 menit kemudian, Leo datang beserta Nabila dan membawa secangkir teh untuk Adam. "Kalian kenapa lama banget sih bikin tehnya?"

"Maaf Kakek, Leo selalu salah." Leo mencebikkan bibirnya dan memberikan pada Adam.

"Terima kasih." Mereka berdua lantas duduk di samping Adam, ingin melihat reaksi Adam tentang teh yang dibuat oleh Leo.

"Bagaimana Kakek, apa enak?" tanya Leo. Sebagai respons Adam hanya mengangguk. Leo tersenyum dan memandang pada Nabila dengan mengangkat kedua alisnya.

"Oh ya Nabila, kapan kau kuliah?" tanya Adam mendadak.