Chapter 35 - Bermain Cantik

"Oh iya Cindy. Kamu mau nggak olahraga sama aku. Ini olahraga khusus Ibu hamil." Cindy dengan tenang tersenyum tipis dan menjawab ajakan dari Nabila.

"Aku rasa aku agak kecapean untuk hari ini, jadi kapan-kapan saja."

"Oh begitu. Padahal olahraga untuk Ibu hamil bagus loh untuk membuat janin kuat." Cindy berakting tertawa kecil.

"Aku pergi dulu ke kamar terima kasih atas sarapannya."

"Sama-sama." Begitu Cindy membalikkan badan, senyuman di bibir langsung menghilang. Dia mendecak kesal secara pelan lalu mengunci pintu setelah dia berada di dalam kamar.

Segera saja dia melepas baju yang memperlihatkan sebuah benda layaknya perut buncit buatan. Cindy melepas alat tersebut dan bernapas lega. "Susah juga ya pakai alat itu bikin gerah tahu." gumamnya.

"Huh, dasar Nabila sok baik di depan keluarga dan memperlihatkan semua orang menyayanginya. Dasar sombong!" kecam Cindy. Tapi apa boleh buat, ini adalah satu-satunya jalan untuk mendapat perhatian dari keluarga Leo.

Jadi sudah saatnya menjalankan rencana dengan matang. Cindy lalu mengambil di laci meja sebuah kotak perhiasan yang dia miliki. Dia tersenyum kala menggenggam gelang emas yang baru dibelinya dua minggu yang lalu.

Gelang emas itu bukan emas yang asli tapi Cindy yakin dengan benda itu akan membuat Nabila kesusahan. Namun sebelum itu Cindy akan istirahat dulu, sulit sekai untuk menjadi gadis baik. Dia butuh mengumpulkan stamina.

๐ŸŒŸ๐ŸŒŸ๐ŸŒŸ๐ŸŒŸ

Satu jam kemudian Cindy keluar dan melihat Nabila baru menyelesaikan kelas yoganya. Tubuhnya penuh peluh tanda dia sangat bekerja keras. Cindy lagi-lagi mengumbar senyuman palsu kala mendekati Nabila.

Tak jauh dari mereka datanglah seorang pelayan ingin membawakan sebotol air untuk Nabila namun sebelum sempat mendekat Cindy mengisyaratkan agar berhenti lalu mengambil botol air mineral untuk diberikan pada wanita itu.

"Terima kasih." Nabila melepas lelah dengan meminum banyak air.

"Wah kau terlalu rajin berolahraga, hati-hati loh sama janinmu."

"Aku hati-hati loh, sudah kubilang aku berolahraga khusus Ibu hamil." Keduanya berbincang ringan lalu Cindy dengan sengaja memperlihatkan gelang emas yang tengah dia pakai.

Nabila melihat gelang tersenyum dan langsung memberi pujian. "Wah itu gelang yang indah." Cindy pun pura-pura melirik pada gelang emas. Dia tersenyum smirk secara sembunyi-sembunyi.

"Oh ini ... ini adalah gelang emas warisan keluargaku. Kalau gadis di keluarga kami menikah maka gelang ini akan diberikan. Nabila, apa kau punya warisan emas?" Spontan Nabila menggeleng.

"Menurutmu gelangku cantik?"

"Ya."

"Kalau begitu ambil saja."

"Eh tidak, jangan berikan padaku. Itu warisan keluargamu, tak baik kalau aku ambil."

"Tapi aku tak keberatan kok,"

"Tak usah pemberian secara turun temurun tak bisa diberikan semudah itu simpan saja." Cindy membuang napas kasar.

"Baiklah aku simpan ya. Aku pergi dulu ke lantai atas mau bersantai di balkon. Kau mau ikut?"

"Tidak aku mau beristirahat saja di sini." Wanita itu lantas berjalan ke atas. Dia bukannya menuju balkon namun ke kamar milik Leo dan Nabila. Dicobanya untuk membuka kamar yang memang tak terkunci.

Diam-diam Cindy masuk lalu meletakkan gelang emas imitasi tersebut di laci meja Nabila. Dia tertawa sinis, Nabila pasti tak akan mengelak ketika gelang itu ditemukan di kamar ini.

Cindy keluar dan pergi ke balkon agar tak ada yang menyadari tindakannya. Raut wajah senang tampak sekali. Kadang-kadang dia tertawa sendiri memikirkan betapa kacaunya Nabila saat semua orang di dalam rumah ini karena telah "mencuri" perhiasan Cindy.

Dia tak sabar menunggu malam hari datang. Wanita itu terus memantau apa semua anggota keluarga telah datang atau tidak. Tepat jam 19.00, Leo pulang. Keluarga telah berkumpul dan saatnya menjalankan rencana.

Setelah makan malam yang dipenuhi kecanggungan sebab tamu tak diundang ikut makan satu meja bersama mereka. Cindy dianggap bagaikan angin lalu oleh anggota keluarga namun berbanding terbalik pada Nabila.

Mereka ramah sebab Nabila tengah hamil. Bahkan amarah Cindy sangat meluap kala melihat Leo bermesraan dengan istrinya itu. Mendadak dia kemudian tertawa jahat dan masuk ke kamar. Dibongkarnya semua barang lalu berjalan mendekat pada semua orang yang berkumpul di ruang keluarga.

Cindy pun berakting seperti orang gelisah. Dia mulai mencari ke sana kemari dan Nabila adalah orang yang pertama menyadari gelagat mantan istri suaminya.

"Cindy kamu lagi cari apa?"

"Nabila kamu lihat tidak gelang yang aku pakai dari tadi? Kayanya jatuh deh."

"Gelang warisan keluargamu?" Cindy mengangguk lemah.

"Gelang warisan?" Leo mengulang perkataan Nabila dengan tatapan heran.

"Memangnya Cindy punya perhiasan seperti itu? Kok aku tak tahu." lanjutnya seraya memandang penuh curiga pada Cindy. Suami dari Nabila itu langsung peka ada sesuatu yang tak beres.

"Memang kau tak tahu aku tak pernah memperlihatkannya padamu." jawab Cindy. Perasaan gugup disembunyikan dengan baik agar tak dicurigai oleh pria itu.

"Ayo Leo kita bantu cari perhiasan Cindy, kasihan dia. Itu peninggalan secara turun temurun."

"Nggak!"

"Tapi Leo--"

"Kalau aku bilang tidak ya tidak, jangan paksa dong." Nabila mengerucutkan bibirnya. Dia pun berdiri untuk meninggakan Leo.

"Hei kau mau ke mana? Duduk saja ingat ini trisemester pertama, janinmu masih lemah."

"Tapi aku tak mau tinggal diam, temanku kehilangan sesuatu yang beharga masa aku mengabaikannya." Leo mendecak kesal.Ditahannya Nabila kemudian ikut berdiri juga.

"Baiklah aku akan mencari gelangnya."