Nabila perlahan masuk ke kamar mandi di mana banyak sekali uap yang menutupi penglihatannya. "Leo, kau ada di mana?"
"Di sini!" Gadis itu kemudian mendekati dinding kaca buram di mana suara shower terdengar. Sudah pasti Leo ada di sana. "Leo ini handuknya." Sebuah tangan kekar tiba-tiba menjulur keluar dari kabut tebal.
Tanpa menunggu lama, Nabila memberikan handuk itu pada tangan tersebut lalu pergi secepatnya. Dia menutup pintu kamar mandi segesit yang dia bisa kemudian bersandar dan mengembuskan napas panjang.
Hati Nabila berdetak lebih cepat dan keras karena berpikiran aneh seperti bagaimana tubuh suaminya itu? Apakah proposional? Karena melihat Leo memakai pakaian biasa dia terlihat sangat seksi.
Buru-buru Nabila menggeleng menyingkirkan pikiran kotor. Pintu kamar mandi didorong membuat Nabila yang kelabakan segera mundur dan muncullah Leo dengan tubuhnya yang basah.
Ekspresi Leo yang memandang Nabila teduh ditambah dengan luka di wajahnya menambah kesan maskulin. Jangan lupa tubuh Leo yang basah mengkilap karena cahaya lampu makin membuat darah Nabila berdesir hebat.
"Kau kenapa? Kau demam ya?" tanya Leo. Wajar saja karena sekarang Nabila melihat dirinya dengan pandangan yang sulit dideskripsikan dan juga terlihat wajah Nabila memerah.
Nabila menggeleng. "Tak apa-apa ak-aku pergi dulu urus dapur." Setelahnya Nabila memang pergi dari kamar meninggalkan Leo yang memasang tampang bodoh.
Leo mengangkat kedua bahunya dan mencari pakaian untuk dia pakai di lemari. Ponselnya berbunyi dan Leo segera menerima sekaligus mengaktifkan loudspeaker. "Halo,"
"Halo, Leo." Suara Axton terdengar dari ponselnya.
Leo : Hei Axton, bagaimana kabarmu kawan?
Axton : Baik. Aku dengar kau sudah menikah lagi, selamat ya!
Leo : Sama-sama.
Axton : Boleh tidak aku berkunjung di rumahmu bersama Wenda dan Alexi? Sudah lama sekali kami tak ke sana ya sekaligus untuk mengikat tali silaturahmi.
Leo : Tentu itu ide yang bagus.
Axton : Baik aku akan mengabarimu begitu mendapat hari yang cocok.
Leo : Tak masalah. Aku akan selalu menunggu.
Panggilan terputus tepat Leo sudah mengenakan pakaian. Dia pun berangsur turun ke bawah menghampiri Kakek beserta Ayah dan Ibunya. Dia pun memberitahu bahwa Axton dan keluarganya akan datang mengunjungi mereka.
Semuanya pun tampak tak keberatan. Nabila yang baru saja datang pun mendengar dengan seksama perkataan Leo. "Baiklah, aku akan menyiapkan cemilan atau pun makanan. Bagaimana?"
"Boleh juga."
🌟🌟🌟🌟
Beberapa hari kemudian, Axton bersama keluarga kecilnya datang mengunjungi. Mereka langsung disambut ramah oleh keluarga besar DeMonte dan dianggap layaknya keluarga sendiri.
Nabila yang memang sibuk di dapur terpaku melihat Wenda, wanita yang pernah mendapat cinta dari Leo dan Nabila mengakui jika Wenda sangatlah cantik. Baik fisik mau pun hatinya, pantas saja Leo menyukainya.
Dirinya juga melihat pada Axton-suami Wenda. Sosok lelaki yang sama dengan Leo, tampan hanya saja ada sesuatu yang tak dimiliki oleh Leo dari seorang Axton. Wibawanya.
Axton memanglah seorang pemimpin sejati! Ditambah dari sikap yang dia tunjukkan pada istrinya sudah jelas Axton sangat mencintai Wenda dan itu membuat Nabila merasa iri melihat pasangan tersebut.
Ketika ada jarak di antara Nabila dan Leo, Axton dan Wenda tak memilikinya. Mereka sudah saling mencintai dan selalu seperti itu hingga ajal menjemput sedang Nabila, dia tengah mempersiapkan dirinya untuk mengatakan cinta pada sang suami yang entah dia mau menerima permintaan cinta dari Nabila atau tidak.
"Nabila ...." Nabila tersadar kemudian menoleh pada Leo yang awalnya tengah berbincang dengan Axton dan Wenda.
"Kemarilah." Segera saja Nabila bergerak menghampiri mereka tapi kesialan terjadi penopang kaki palsunya tiba-tiba terlepas dan Nabila pun terjatuh ke lantai.
"Nabila!" Leo secara tergesa-gesa menghampiri Nabila yang meringis kesakitan. Kejadian itu sangatlah cepat sehingga Leo tak bisa menolong istrinya itu.
Diangkatnya Nabila lalu diletakkan di atas sofa. Dia juga memeriksa apa tubuh istrinya terluka atau tidak. "Aku tak apa-apa Leo, jangan khawatir."
"Makanya periksa dulu apa kakimu ini terpasang dengan baik. Jika seterusnya seperti ini, nanti kau terluka parah!" omel Leo seraya memasang kaki palsu pada Nabila yang termangu.
Orang-orang yang menyaksikan peristiwa itu tak mengatakan sepatah kata pun. Mereka sendiri tak memiliki refleks yang cepat ketimbang Leo kendati pria itu tak bisa menangkap Nabila tapi apa yang dia lakukan selanjutnya benar-benar membuat mereka terenyuh.
Kebanyakan orang yang dekat dengan Leo sering menganggap bahwa Leo adalah pria yang kekanak-kanakan dan tak bisa berpikir secara matang. Mereka pikir akan selamanya seperti itu. Semenjak kejadian tadi, pikiran mereka agak terbuka sedikit tentang Leo yang mungkin saja sudah dewasa.
Adam tersenyum melihat betapa cemasnya Leo pada Nabila. Semoga saja hubungan keduanya makin erat sedang Wenda dan Axton saling memandang. "Leo sudah berubah." bisik Axton pada sang istri dan dibalas anggukan oleh Wenda.
Setelah merasa kaki palsu Nabila sudah terpasang dengan baik, Leo yang pada awalnya berlutut kini berdiri di depan Nabila. "Lain kali jangan ceroboh, mengerti?" Sebagai jawaban Nabila mengangguk-angguk.
Axton dan Wenda mendekati mereka seraya memberikan senyuman pada Nabila. "Maaf atas ketidaknyamannya, Wenda, Axton perkenalkan ini istriku Nabila dan Nabila, perkenalkan ini teman-temanku Axton dan Wenda."
Ketiganya saling melemparkan senyuman. "Nabila, aku ingin ke dapur. Bisakah kau menemaniku?" Tak bisa menolak, Nabila pun mengiyakan permintaan Wenda dan keduanya berjalan meninggalkan Axton dan Leo.
Axton lantas menepuk bahu Leo secara tiba-tiba."Aku tak menyangka kau bisa berubah." Leo menautkan alisnya memandang pada Axton.
"Apa maksudmu?"
"Kau terlihat berbeda dari tadi tak seperti Leo yang aku kenal."