Chereads / KERUNTUHAN MAJAPAHIT / Chapter 3 - Mahesa Bayu

Chapter 3 - Mahesa Bayu

Malam yang gelap dan sunyi menjadi terang benderang.

Terdengar sebuah dentuman yang sangat besar dibarengi dengan batu-batu panas beterbangan ke segala penjuru.

Kepulan asap tebal menyelimuti langit.

Langit gelap menjadi merah menyala, seakan dunia berubah menjadi neraka.

Seperti belum lengkap amukan sang Merapi.

Mahluk hitam keluar dari bongkahan batu yang dikeluarkan oleh kawah merapi.

Mereka mempunyai banyak bentuk, ada yang seperti manusia tapi bertaring, ada yang bersayap, ada yang berkepala dua dan bertangan empat.

Juga berbagai bentuk macam hewan aneh seperti ular bersayap dan singa berkepala burung elang atau perpaduan antara 2 sampai 4 jenis hewan dengan berbagai ukuran.

Mengerikan!

Itulah gambaran para makhluk tersebut.

Mereka berlari atau terbang menyerang manusia sekitar yang sedang lari dari bencana gunung berapi.

Tangis, teror, dan putus asa, tergambar di setiap wajah para pengungsi.

Sepertinya jalan keluar bagi mereka hanya pasrah, menerima nasib di makan mahluk tersebut.

****

Mahesa terbangun dari mimpi buruk tersebut. Mimpi yang dikiranya begitu nyata.

Ini adalah empat kali mimpi yang sama selama seminggu ini. Dan semakin hari semakin jelas saja mimpinya.

Dimulai dari gambaran yang sedikit buram, semakin hari semakin jelas. Tapi yang aneh setiap dia terbangun selalu mendengar suara burung gagak, seperti mengingatkan agar dia segera bangun dan keluar dari mimpinya.

Hari ini tepat 3 minggu (30 hari karena seminggu 10 hari) sejak dia menang kompetisi sabung peteng.

Menjadi asisten guru latih, walaupun dikelas pemula tetap mempunyai keuntungan sendiri. dia tidak perlu lagi melakukan kerja bakti dan hanya mengatur jadwalnya saja. Juga mendapat tempat tidur yang paling bagus dan nyaman.

Sore hari menjelang, belum selesai dia berlatih olah kanuragan bersama teman-temannya, tiba-tiba seorang guru intruktur omah tombak mendatangi dia.

"Benar namamu Mahesa Bayu?"

"Iya guru" sambil menangkupkan tangan dan ditempelkan di dahi sebagai tanda hormat.

"Ndak usah terlalu formal, santai aja. Ayok cepat sekarang ikut aku"

"Inggih guru"

Sesaat mau menangkupkan kedua tangan dan diletakan didahi namun secepat kilat tangannya ditarik dan diajak keluar oleh guru tersebut.

"Dikasih tahu malah ngebantah. Ini perintah !"

"Inggih guru" sambil mengikuti langkah guru tersebut dari belakang tanpa berani mengangkat kepalanya.

Guru tersebut menggeleng menyerah.

****

ini pertama kali Mahesa menginjakan kaki di joglo inti.

Dia sangat terperanjat melihat kondisi sekitar dengan halaman yang sangat luas dan balok kayu tinggi berjajar mengelilingi halaman.

belum hilang rasa kagetnya, dia dikejutakan lagi dengan suara auman harimau yang memekakan telinga.

terlihat seekor harimau yang tingginya hampir 2 meter dengan panjangan 5 meter menyerang dan hendak menerkam seorang pemuda.

ROARRR!!!

Ini adalah harimau terbesar yang pernah dia lihat dalam hidupnya.

Anehnya, teman-temanya tidak ada yang membantu pemuda tersebut dan hanya menonton dari jauh.

"Tak usah kawatir, itu hanya latihan.

Ayo cepat ikuti saya. Kita sudah ditunggu oleh Mahaguru.

Kedepannya nanti kamu juga bakalan paham"

Mereka sampai kedepan joglo dan Mahesa pun hanya di antarkan sampai balai saja oleh seorang guru yang bernama Angkasa yang ternyata seorang guru di Omah Tombak.

"Tunggu saja disini sampai Mahaguru memanggilmu. Ingat jangan kemana-mana"

Ujar Angkasa sambil meninggalkan Mahesa dibalai joglo sendirian.

"Inggih guru" balas Mahesa sambil menundukkan kepalanya.

Hari sudah mendekati petang, tapi Mahesa masih menunggu dengan sabar panggilan dari Mahaguru. Didalam pikirannya berkecamuk.

'Benarkah aku di panggil Mahaguru ? apakah saya hanya dikerjain saja ? ataukah Mahaguru sudah pikun sehingga lupa kalau ingin bertemu dengan saya ?'

Semakin lama hari semakin larut dan Mahesa masih menunggu dengan pikiran yang berkecamuk hingga akhirnya dia tertidur sejenak sebelum terbangun lagi dan melihat orang tua serba putih berdiri didepannya.

Tersungging senyum di bibir kakek tersebut sebelum dia berucap.

"Tak usah kaget cucuku, aku yang biasa kalian sebut Mahaguru disini.

Persiapkan dirimu, kita akan segera mulai."

"HAHH?"

end of charpter 3