[PoV Mahesa]
dimanakah ini?
Aku masih ingat jelas. Saat keluar dari balai utama semua pandanganku gelap dan kemudian disinilah aku, tempat aneh dengan pohon yang akarnya lebih tinggi dari manusia.
Sepanjang mataku memandang adalah pohon yang menjulang sangat tinggi hingga seperti menyangga langit.
Dan dengan dahan-dahan yang panjang dan daun yang lebat saling bertautan dengan pohon lain sehingga membentuk atap yang menutup langit.
Anehnya tak ada satupun daun yang berserakan ditanah. Dan, walau tanpa cahaya aku bisa melihat dengan jelas kondisi sekitar.
Seakan setiap tumbuhan disini mempunyai cahayanya sendiri. bahkan rumput dan lumut yang terhampar luas menyelimuti tanah dan pohon seperti memancarkan cahayanya sendiri.
Belum selesai rasa heranku dengan dunia ajaib ini, Mahaguru berucap sambil berjalan meninggalkanku
"Ayo cucuku, kita tidak punya banyak waktu disini"
Aneh sekali, dia berjalan dengan sangat santai tapi sulit terkejar dengan aku yang berlari dengan sekuat tenaga.
Ku berlari sekuat tenaga untuk menyusul Mahaguru agar tidak tertinggal. Namun, sekuat apapun ku berlari masih belum cukup untuk mengejarnya.
Entah ajian apa yang dia pakai, mau tak mau harus terus ku kejar kalau aku tak mau tersesat ditempat ajaib ini sendiri.
"Huhh.. Hahh.. Huhh.. Hahh.."
Ku atur nafasku yang
Hanya sepuluh menit menit aku mengejar Mahaguru, tapi tenagaku sudah terkuras habis. Padahal biasanya mampu berlari dengan sekuat tenaga sampai dua jam, bahkan dengan membawa ember air di kedua tanganku.
"Jangkrek tenan kau Kebo Giras, ayo cepat dimulai" tiba-tiba ada suara yang memekakan telinga dari seekor gagak putih
'Wah burung ajaib' pikir ku takjub
"Burung matamu, aku yang memasukkanmu ke alam jiwa ini bocah tengik"
Tiba-tiba burung tersebut berubah menjadi manusia serba hitam dengan topeng gagak putih sambil berucap.
"Panggil aku Ki Sona. Penguasa gerbang gaib bukit tengkorak. ha.. ha.. haa..."
"Cukup Sona, jangan membual, ayo kita segera mulai ritualnya"
"Ehm.. ehm.. "
Ki Sora mendehem kemudian mulai memasang muka serius
"Baiklah. Siapkan [1]wadalnya, akan segera ku mulai ritualnya"
Ki Sona kemudian duduk bersila dan mulut komat kamit mengucapkan mantra.
Sebelum itu dia meletakan topeng gagak putih disampingnya.
Entah mantra apa yang diucapkan, yang jelas bahasanya aneh dan tidak pernah kudengar sama sekali.
Tangannya juga sibuk bergerak kesana kemari seperti dalang yang sedang melakonkan [2]pewayangan.
Sesaat kemudian akupun disuruh duduk oleh Mahaguru menghadap Ki Sona dengan posisi sila semedi, yaitu sila yang kedua tangan diatas paha dengan ujung jari telunjut dan unjung ibu jari saling menempel.
Ku pilih duduk agak menjauh. Bukan karena rasa takut, tapi melihat dia komat kamit memuncratkat air terjun.
Belum lagi dengan gigi-giginya yang hitam, kalau kena tubuh bisa-bisa aku mandi kembang tujuh rupa untuk menghilangkan baunya.
Baru saja ku duduk semedi, tiba-tiba Mahaguru memukul kepalaku.
PLAKK!!
"Aduuh"
"Duduk mendekat, sampai lututmu hampir menyentuh lututnya"
"Sendiko dawuh Mahaguru"
Dengan terpaksa, akhirnya akupun melakukan posisi semedi sedekat mungkin dan menghadap Ki Sona.
'Duh mati aku, busuk banget nafasnya. Nih orang habis makan bangkai kali'
'Eh, diakan bukan orang. burung gagak putih yang terkenal pemakan bangakai.'
'Oh, pantas kalau begitu'
Tiba-tiba
PLAKK!!
Kembali pukulan guru mendarat lagi dikepalaku. Kemudian Mahaguru berucap lagi
"Semedi yang benar, Kosongkan pikiranmu. [3]Manunggaling Ati, Pikir, lan Roso"
Setelah diingatkan oleh Mahaguru, kupusatkan pikiranku untuk melakukan semedi.
Terasa seperti ada yang menggores jari tengahku dengan benda tajam tapi tak kuhiraukan.
Fokusku kini hanya kepada Manunggaling ati, pikir, lan roso.
Entah telah berapa lama aku bersemedi, diriku seperti terhanyut kepada pusaran ketenangan yang abadi.
Tanpa beban dan sangat nyaman.
Kemudian aku berada didepan gubuk sebuah persawahan. Entah bagaimana bisa sampai kesini. Tapi, tempat ini sangat familiar bagiku.
1. Wadal : tempat bersemayam makhluk halus
2. pewayangan : Menggerakkan sebuah boneka atau wayang untuk menampilkan sebuah pertunjukan cerita. Sejarah pewayangan sendiri sudah ada sejak 1500 SM.
3. Manunggaling ati, pikir, lan roso : Menyatukan hati, pikiran, dan rasa (lima panca indra).
*****End Of Charpter 4*****