Viona bergegas ke kantornya karena ada panggilan mendadak. Ia tidak bisa menemani Alice pergi ke RS.Elinton.
Sesampainya di RS, Alice disuguhkan dengan pemandangan yang luar biasa, lautan wartawan memenuhi halaman RS itu.
Alice menutup kepala dan wajahya dengan pasminah dan memakai kacamata hitam agar tidak dikenali oleh para wartawan itu, namun penyamarannya tidak berhasil. Saat Alice turun dari taksi para wartawan itu langsung menyerbunya. Alice menjadi bingung dan hanya berdiri mematung ditengah kerumunan para wartawan yang menghujaninya dengan beribu pertanyaan. Security sudah berusaha untuk menghalau para wartawan itu, namun tetap saja tak bisa. Sampai akhirnya ntah dari mana datangnya mukjizat Tuhan, seseorang datang menghampiri wanita yang hanya berdiri mematung ditengah kerumunan wartawan itu dan menghalau kerumunan semuanya. Sosok itu lalu merangkulnya dan membawanya masuk kedalam gedung RS.
"Ronald" Alice begitu terkesima melihat sosok gagah yang melindunginya itu. Yang dipanggil namanya itu hanya terdiam saja sambil tersenyum manis dengan lesung pipitnya yang mempesona.
"Terimakasih" ujar Alice kemudian.
"Baiklah, sepertinya untuk saat ini dokter sudah aman, mereka tidak mungkin masuk sampai ke dalam gedung. Kalau begitu saya pamit kembali ke kantor, kalau ada sesuatu anda bisa menghubungi saya." kata pria itu lalu beranjak pergi.
"Tunggu!!" teriak Alice "Bagaimana saya bisa menghubungi anda tuan polisi?" tanya Alice kemudian sambil menunjukan ponsel di tangannya.
Pria itu lalu berjalan kembali ke arah Alice, mengambil ponsel Alice dan memasukan nomor ke dalam ponsel tersebut. "Ini nomor handphone saya, sewaktu-waktu mungkin akan berguna untuk anda" kata pria tampan itu sekali lagi dengan senyum menawannya, kemudian pergi dari gedung itu.
Alice masih saja memperhatikan pria itu dari balik pintu kaca yang menghalanginya. Dia cukup terpesona dan terlena dengan sosok pria tampan yang ntah sejak kapan mengikutinya dan akhirnya menolongnya dalam keadaan seperti tadi, Alice baru tersadar dari lamunannya saat seseorang menegurnya dengan sebuah sindiran.
"Oh, jadi anda lah dokter yang jadi perbincangan utama saat ini?" terdengar suara seseorang yang cukup dikenalinya.
"Bapak direktur" ucap Alice pelan sambil menundukkan kepalanya.
"Kamu senang dengan pemandangan seperti ini? Seumur hidup saya memimpin RS ini, baru pertama kali RS.Elinton masuk jajaran RS yang namanya digaris merahkan karena sosok dokter yang tidak bekerja dengan profesional" ucapan direktur itu seakan menusuk jantung Alice. Namun dia tak dapat berbuat apapun, dia hanya menunduk dan rasanya tangisnya akan siap meledak.
"Ikut saya ke ruangan saya" ujar direktur RS itu dengan tegas.
...
Alice duduk di meja kerjanya sambil memandangi surat yang yang dipegangnya saat ini. Air matanya mengalir namun suara tangisannya tak terdengar. Rasa sesak di dadanya membuatnya ingin berteriak, namun semuanya itu ditahannya. Semua yang terjadi saat ini, benar-benar tidak bisa dia pahami dan prediksikan, semuanya hancur hanya dalam 3 hari sejak malam dimana ia memeriksa jasad Caroline Williams.
"Selama ini saya mempertahankan kamu tetap bekerja di RS ini karena ayahmu adalah teman lamaku. Saya sering mendapat keluhan dari rekan sesama dokter jika kamu kurang profesional dalam bekerja, tapi saya berpikir kalau ini bisa di rubah perlahan-lahan, namun untuk kali ini tidak bisa di tolerir dokter Alice. Hari ini saya terpaksa mengeluarkan surat pemberhentian hubungan kerja dengan anda. Saya tidak bisa lagi mempekerjakan anda sebagai dokter di RS ini." kata-kata direktur RS tadi masih terngiang jelas di telinga Alice.
"Kurang profesional bagaimana pak?" Alice sempat menanyakan pertanyaan ini tadi. Dan jawabannya sungguh menohok hatinya. "Tanya sendiri pada dirimu Alice!! tidak sopan, tidak ramah pada senior, bercanda, tertawa tanpa etika, berjalan dengan sombong, membayar tagihan pasien dengan gajimu, memprotes terapi yang sudah diberikan dokter lain. Oke di depan perawat dan pasien namamu naik, tapi di rekan sesama dokter mereka tidak suka sikap naifmu tersebut dokter Alice. Dan sekarang, memprotes kinerja polisi, membuat artikel tentang rekam medis pasien, dan membuat wartawan seperti semut yang mengerumuni gula. Itu adalah beberapa hal ketidak profesionalanmu dokter Alice."
Alice mencoba menguasai dirinya dan mencoba untuk tenang. Disapu air mata yang sempat menetes di pipinya dan kemudian ia mulai memasukan beberapa berkas dan barang-barang miliknya ke dalam kardus untuk di bawa pulang. Beberapa perawat tampak sedih melihat keadaan dokter Alice, namun rekan sesama dokternya yang lain tampak tertawa diatas penderitaannya.
Alice akan bergegas menuju pintu keluar, namun ia ingat ada satu hal yang ia lupakan, ia kembali ke dalam ruangan kerjanya dan mengambil hasil visum atas nama Caroline Williams, ia tahu ini adalah pelanggaran kode etik, namun ia tidak peduli dengan itu. Setelah berhasil mendapatkan apa yang dia cari, ia lalu bergegas ke ruang perawatan pria lantai 6 untuk menemui suster Ezra untuk mengambil pesanan yang dititipkan Tn.Alfred padanya.
Alice yakin jika suatu saat ia akan membersihkan nama baiknya dan membuktikan kebenaran yang sebenarnya. Nanti jika semua sudah terkuak, mereka akan sadar jika profesionalisme tidak hanya diukur dengan kepribadian seseorang.