Chereads / Nightmare Cinderella / Chapter 19 - Aku tak mengenalmu!

Chapter 19 - Aku tak mengenalmu!

Typo belum di perbaiki.

Part di tulis dengan tergesa.

Maaf jika ada yang tak nyambung atau typo yang sangat parah.

Happy reading.

***

Ellina menyesap teh yang tersuguh di depannya. Tanpa alasan, punggungnya terasa panas. Ia menoleh kebelakang dan melihat siluet pria yang berjalan keluar. Sosok itu tampak tak asing baginya.

"Ada apa?" tanya Ethan mengalihkan perhatian Ellina.

Ellina menggeleng. "Tak ada. Kurasa kita harus pergi sekarang,"

Ethan mengangguk dan berdiri. Mengikuti Ellina yang berjalan lebih dulu. Memasuki mobil dan melaju menuju Universitas Hyroniemus. Dalam perjalanan tak ada perbincangan yang terjadi. Keduanya tampak tenang dengan pikiran masing-masing.

Saat mereka sampai di universitas,  Ellina turun tanpa mengajak Ethan masuk. Ia melangkah dengan yakin melewati semua mata yang seakan kagum pada sosoknya. Atau pada raut terkejut akan kembalinya kehadirannya. Beberapa penggemar yang mengidolakan sempat surut dan hilang. Tapi mereka tak pernah melupakan wajah cantik Ellina. Dan saat sosok Ellina muncul,  para penggemar itu kembali berkumpul dengan antusias.

Semua seakan meledak tanpa bisa di diskripsikan. Teriakan kekaguman membuat keributan. Banyak dari mereka berbondong-bondong datang dan semakin memadat. Mengikuti langkah Ellina dengan senyum dan tatapan penuh kagum. Hingga langkah Ellina memasuki kelas IT. Dimana semua orang tengah duduk dan berbincang ramai.

"Nero...!" seru Ellina di ambang pintu.

Suasana kelas hening seketika dengan semua pandangan menuju pintu. Ada jeda beberapa saat sebelum Ellina tersenyum mendapati orang yang tengah ia panggil tertegun. Melangkah ke dalam, Ellina melewati semua pandangan kecewa dari berbagai pria karena bukan mereka yang di harapkannya. Kehadirannya di dalam kelas langsung membuat keributan yang cukup besar.

"Ell-ellina," panggil Nero terbata. Matanya berbinar, sosok tubuhnya berdiri tanpa terasa.

Ellina berjalan mendekat. Membuat udara di sekiranya terasa memanas bagi orang lain. Semua ekor mata mengikuti langkahnya, dan saat ia berada di ujung sebuah bangku. Ia duduk dan menatap Nero yang masih berdiri kaku menatapnya.

"Kau," ucapnya menggantung. Ellina menatap Nero dari atas hingga bawah. "Apa yang terjadi?" tanyanya kemudian.

Sungguh,  Ellina dapat melihat tubuh Nero yang mengurus. Kantung mata yang hitam dengan wajah pucat lelah yang telah kusam. Sudut matanya turun, pada lengan pria itu. Tampak beberapa luka lebam dan goresan yang mulai mengering. Membuat luka kering kecil yang rumit. Lalu telapak tangan pria itu juga terlihat sangat kasar dan ada beberapa luka. Pelan,  tangannya menyentuh tangan Nero. Menarik telapak tangan pria itu lalu menelusuri dengan jemarinya yang halus.

"Apa yang terjadi? Kenapa tanganmu seperti ini?"

Petanyaan beruntun itu membuat Nero tersadar. Ia menarik tangannya dan membalas dengan menyentuh pundak Ellina. "Kau nyata? Kau benar-benar Ellina,"

Ellina tersenyum. Mereka tarlihat dekat sebelumnya. Tapi pertemuan setelah sekian lama, membuat semua terlihat jelas. Ada kerinduan dan rasa khawatir yang dalam di mata pria di depannya. Dan ia sangat tahu, bahwa tatapan itu sangat tulus.

"Apa kau berharap aku mati?"

"Mulutmu masih saja seperti biasanya. Tapi itu membuatku yakin, bahwa itu memang dirimu."

Ellina tertawa. Membuat riak dan garis halus kemerahan di setiap wajah yang melihat senyumnya. Pandangannya masih terkunci di wajah Nero. Ia bisa melihat dengan jelas, ada banyak perubahan di wajah pria di depannya.

"Oh, aku tak menyangka kau berani datang,"

Suara lain menyapa, membuat Ellina bergeser. Itu adalah Ariella. "Aku tak mengenalmu," ucapnya dengan kata-kata yang sangat dingin.

Ariella tertohok. Ia maju dan begitu murka. "Kau! Setahuku kau bukan lagi mahasiswi di sini!  Kau telah di D.O. satu tahun lalu,"

Wajah Ellina sama sekali tak terganggu. Ia lebih tertarik pada Nero di depannya. "Kau belum menceritakan padaku, ada apa denganmu?"

Mendengar Ellina sama sekali tak peduli pada Ariella. Valerie datang dan bergabung. "Oh,  benar saja. Kalian terlihat cocok. Cocok menjadi sampah di jalanan."

Pandangan Ellina bergeser, ia tak suka kata-kata Valerie yang baru saja ia dengar. "Aku juga tak mengenalmu!  Ohh, aku pasti lupa, karena aku memang tak mengenal bangkai bau yang membusuk,"

Balasan dari kata-kata Ellina membuat heboh. Ada banyak tawa yang menyambut setelahnya. Mengejek Valerie dan Ariella. Hal itu membuat keduanya kian kesal.

"Hubungi Dekan universitas atau ketua asosiasi," ucap Ariella dingin.

Namun Alvian yang dari tadi menyambut. "Tak perlu! Aku ingin kalian keluar."

Ariella dan Valerie yang mendengar itu sangat senang. Dengan tatapan menghakimi,  ia menatap Ellina dan Nero bergantian.

"Tunggu apa lagi, keluar!" perintah Ariella dengan senyum kemenangan.

Lykaios yang melihat itu terkikik. Ia maju dan ikut bergabung dengan kerumunan. "Ah, maksud Alvian, bukan mereka," tatapannya jatuh pada Ellina dan Nero. Lalu beralih pada Ariella dan Valerie. "Tapi kalian!"

Mulut Ariella dan Valerie terbuka. "Kenapa harus kami?" tanya mereka kompak tak setuju.

Alvian maju. "Alvian Raitrama D.R." ucapnya tersenyum. "Alvian Raitrama D' Reegan. Kau mungkin akan paham jika aku menyebutkan nama keluargaku,"

Ucapan Alvian mengundang kehebohan. Tak ada yang menyangka bahwa Alvian adalah pangeran dari keluarga Reegan. Tatapan tak percaya begitu membuncah. Tapi lebih terasa seperti rasa kagum yang baru.

"Sebagai salah satu pemegang saham di universitas ini, aku berhak menentukan siapapun yang ingin aku lihat. Dan hari ini, aku tak ingin melihat kalian,"

"Alvian," desis Ariella.

"Tapi kami mahasiswa resmi di sini!" bela Valerie tak mau kalah.

Sedangkan Ellina,  matanya kembali bergerak liar saat Alvian menyebutkan nama panjangnya. Tidak, ia hanya tahu bahwa Kenzie adalah satu-satunya dari keluarga Reegan. Ia sangat yakin itu.

Nero yang tak nyaman menjadi tontonan, menarik tangan Ellina keluar. "Ikut aku,"

Ellina hanya bisa mengikuti. Namun hal yang membuatnya tak mengerti,  adalah kenapa Alvian, Lykaios, Ariella dan Valerie juga mengikuti mereka?

Adakah seseorang yang bisa menjelaskan?

Nero membawa Ellina pada cafe depan universitas. Matanya menatap pada kehadiran 4 manusia yang tak di harapkannya. Meski mereka tak satu meja, tapi apa-apaan posisi ini? Ia dan Ellina duduk di bangku paling pojok, tapi bangku di depannya jelas telah duduk Ariella dan Valerie. Lalu bangku di sebelahnya,  kenapa Alvian dan Lykaios juga duduk di sana?

Ethan yang telah duduk di cafe itu sejak Ellina pergi hanya memperhatikan. Ia menatap sekitarnya,  entah sejak kapan cafe itu mulai padat. Tapi ia bisa melihat dengan jelas,  ada sesuatu yang terjadi pada mereka semua. Dan itu semua karena gadis yang bersamanya beberapa waktu lalu. Hatinya tercubit,  menampilkan senyum tipis. Ah, kalian hanya belum tahu, orang seperti apa dia.

"Kapan kau akan bercerita?" tanya Ellina karena mulai tak sabar.

Nero menoleh. Ia mendesah pelan. "Kami bangkrut. Dan aku harus bekerja sambilan."

"Tunggu," potong Ellina mencoba mencerna. "Bangkrut?"

Nero mengangguk. "Aku tak tahu tapi salah satu keluarga besar di kota Z menghancurkan bisnis keluargaku. Kami kesulitan sekarang."

Ellina menautkan alisnya. "Siapa keluarga itu?" tanyanya ingin tahu.

Nero menggeleng. "Lebih dari itu, kemana saja kau selama ini? Kau menghilang sejak ...,"

"Bekerjalah bersamaku," potong Ellina membuat Nero terdiam. "Aku datang untuk mengajakmu bekerja sama,"

Ada jeda beberapa saat. Membuat keheningan terasa. Alvian dan Lykaios yang mendengar itu menoleh menatap Ellina.

"Tunggu," satu tangan Nero terangkat. Menghentikan pembicaraan Ellina. "Ell, jangan bercanda. Aku tahu keluarga kami tengah sulit saat ini. Tapi aku tak bisa main-main.  Jadi jangan mempermainkan aku,"

Wajah Ellina terlihat serius.  Kedua tangannya terlipat di dada. "Kapan aku pernah main-main dengan kata-kataku?"

Nero terhenyak, ia sangat ingat satu tahun lalu. Saat Ellina mendapatkan laptop dari dua pangeran di kelasnya. Binar matanya menghangat. Ada harapan besar yang terlihat di sana. "Kau serius?"

Ellina mengangguk. "Kami akan menciptakan sebuah perangkat lunak. Dan aku butuh beberapa orang terlatih. Aku tahu kemampuanmu, jadi bekerjalah bersamaku."

Nero terdiam. Mencoba mencerna kata-kata Ellina.

"Kami juga bisa di andalkan," seru Alvian dan Lykaios yang terlihat sangat berminat. Entah sejak kapan mereka menggeser bangku mereka menjadi satu meja dengan Ellina dan Nero.

Ellina dan Nero menatap dua orang itu acuh tak acuh.

"Aku akan memberi 2000$ setiap bulannya," bujuk Ellina lagi.

Nero terkesiap. Itu jumlah yang sangat banyak. Ia bisa membeli pakaian,  makanan dan membayar uang sewa kontrak rumahnya untuk bulan selanjutnya. Keluarganya akan hidup jauh lebih baik.

"Kau tak ingin?"  tanya Ellina menimbang, "Jika begitu 3000$"

Wajah Nero  terangkat lagi. Ia menatap Ellina lama. Mencoba mencari kejujuran di sana.

"Nero, aku tak bisa memberikan lebi--"

"Aku bersedia," potong Nero cepat. "Kapan kita akan mulai bekerja?"

Wajah Ellina tersenyum.

"Apa kau membutuhkan karyawan baru?" sela Alvian di tengah kebahagiaan.

Ellina menoleh sedangkan Nero jelas terlihat tidak suka dengan Alvian.

"Aku tak akan meminta gaji yang mahal," lanjut Alvian lagi. Ia sangat tahu kemampuan Ellina, jadi akan sangat baik baginya untuk melakukan lomba lagi jika mereka selalu dekat. Ia yakin,  ia telah banyak berkembang akhir-akhir ini.

Ellina tersenyum tipis. Alvian adalah keluarga Reegan. "Apa hubunganmu dengan keluarga Reegan?" alih-alih menjawab penawaran Alvian,  Ellina lebih tertarik pada hubungan keluarga keduanya.

"Oh, sudah kuduga. Ia tak akan bekerja sama karena nama keluargamu," ujar Lykaios tersenyum. Ia menatap Ellina harap. "Bagaimana denganku, Ell? Aku juga memiliki kemampuan program yang baik."

Ellina menatap Lykaios sesaat. "Ada apa dengan kalian?"

Lykaios menggeleng. "Tidak, kurasa kita akan magang dalam akhir bulan ini. Dan kurasa aku dapat bekerja sama dengan perusahaan di tempatku bekerja." Nice, alasan yang bagus. Ah, aku memang jenius.

Alvian yang mendengar alasan Lykaios bergeser. Sialan! Kenapa alasannya begitu tepat! "Aku adalah adik sepupu dari Tuan Muda keluarga Reegan. Tapi kenapa kau menanyakan ini?"

Ellina bergeser pada Alvian. Penjelasan Alvian cukup membuatnya mengerti. "Jika begitu, aku akan menerima Lykaios. Dan untukmu, kurasa perusahaan tempatku bekerja tak membutuhkan karyawan tambahan,"

Mendengar keputusan Ellina Alvian kecewa. Tapi ia tak akan menyerah dengan mudah. "Tidak, tidak. Aku harus masuk dalam tim kalian,"

Ellina menatap tak mengerti. "Kenapa harus?"

Nero dan Lykaios setuju pada pendapat Ellina. Alvian yang melihat itu sangat kesal.

"Karena aku ingin bersamanya," jawabnya asal dengan menunjuk Lykaios. "Ya,  ya,  bersamanya."

Lykaios menjauh sedikit. Hingga ia begitu dekat dengan Ellina. "Kau, apa yang kau katakan!"

"Kau bisa menggajiku, 500$ sebulan."

Ellina tak bergeming. Melihat itu Alvian menyadari bahwa ia sangat tak beruntung.

"Tidak, bagaimana dengan 200$, 100$."

Ellina tak mendengarkan Alvian. Ia lebih memilih menatap Nero. "Aku akan menjemputmu besok. Berikan alamatmu,"

Nero mengangguk. Ia menuliskan sesuatu sedangkan Lykaios tersenyum penuh kemenangan pada Alvian. Merasakan itu semua, Alvian sungguh kesal.

"Ell, aku akan bekerja secara gratis!"

Ellina menoleh pada Alvian. Kata-kata itu jelas terucap dari bibir pria tampan yang tak jauh darinya.

"Benar. Kau tahu aku tak kekurangan uang. Kau tak perlu menggajiku. Aku akan bekerja sepenuh kemampuanku,"

Ellina tersenyum. Ia tak ingin berurusan dengan keluarga Reegan awalnya. Tapi ia telah menghancurkan perusahaan Reegan sebelumnya. Untuk saat ini, target balas dendamnya hanyalah Lexsi. Ia tak akan mengambil hal yang bukan miliknya. Dan Kenzie salah satunya. Sejak awal, ia tak pernah memiliki Kenzie. Jadi harusnya ia tak termasuk dalam rencananya. Tapi hal yang telah ia alami membuatnya kesal. Lagi pula itu permintaan Ernest. Jadi ia tak perlu merasa bersalah. Lalu bukanlah terlihat menyenangkan saat satu keluarga saling menghancurkan?

"Baiklah," ucap Ellina kemudian. Ia tersenyum puas. Ia mendapatkan Nero dan dua pekerja gratis yang sangat berbakat. Bukankah ini adalah keberuntungan?

Nero terlihat keberatan tapi ia memilih diam. Menyerahkan alamatnya pada Ellina kemudian. Valerie dan Ariella yang mendengar itu semua tersenyum mengejek.

"Yah, jangan terlalu berharap kalian." seru Ariella menyambung. Tatapannya tertuju pada Lykaios dan Alvian. "Dia hanya orang yang bahkan tak bisa menamatkan kuliahnya. Bersikap layaknya bos yang meminta kalian bekerja?"

Valerie tersenyum. "Itu terdengar sangat meyakinkan. Tapi apakah kalian tak takut bahwa itu penipuan?"

Mendengar itu Ellina tertawa. Ia sudah sangat sabar. Sejak ia memilih untuk melihat dunia luar, ia bertekat untuk tidak membiarkan orang meremehkannya. "Aku bisa membeli kalian dengan uangku!" ungkap Ellina sombong. Tatapan matanya mengejek dan sedikit jijik.

Mendengar itu wajah Ariella dan Valerie mengeras. Namun mereka tertawa.

"Oh, benarkah? Apakah itu karena kau memiliki dukungan di belakangmu?"

Valerie masih tertawa. "Atau kau mungkin memiliki sugar daddy yang sangat menyayangimu?"

Nero, Alvian dan Lykaios yang mendengar sedikit kesal. Namun mereka juga penasaran.

Ellina tertawa. "Oh, kalian ingin tahu?" tangannya mengeluarkan kartu hitam dari dompetnya. "Jika begitu, aku akan membeli kalian dengan ini!"

"Kartu itu," ucap Ariella dan Valerie bersamaan.

Pandangan Alvian,  Nero dan Lykaios bergerak pada tangan Ellina. Pada kartu hitam bergaris emas di tangan gadis tersebut. Mereka sangat tahu, black card hanya ada 7 di kota ini. Dan pemiliknya adalah para keluarga yang sangat kuat.

Apakah dia benar-benar simpanan tetua keluarga?

Itu adalah pemikiran Nero, Alvian dan Lykaios.

Melihat itu Ariella murka. Namun ia tersenyum mengejek. "Oh, aku juga memiliki kartu yang sama denganmu. Sangat banyak." ungkapnya ingin mengatakan bahwa ia tahu bahwa Ellina telah menipunya. "Jadi kau benar-benar memiliki sugar Daddy? Ini sangat serasi dengan parasmu!"

"Ini asli," desis Ellina pelan. "Lalu kenapa jika aku memilikinya? Apakah kalian takut sekarang?"

Ia berdiri dan akan mendekat. Namun ekor matanya melihat mobil sport yang baru saja lewat dab terparkir di depan pintu cafe. Tak lama pemiliknya keluar dan berjalan memasuki cafe. Ethan yang melihat itu mendekat. Ia telah menghubungi Ernest karena mulai merasa bahwa ini tak aman. Melihat ramainya pria yang datang untuk dekat dengan Ellina.

"Ellina," seru Ernest cukup keras.

Hal itu mengalihkan pandangan semua orang. Ernest melangkah mendekat dan tersenyum. Sedangkan Nero yang melihat itu ekspresi wajahnya menggelap. Ia dengan cepat menarik tangan Ellina untuk berdiri di belakangnya. Membuat Alvian dan Lykaios tak mengerti. Cafe yang tenang menjadj gaduh seketika. Di iringi dengan suara  ....

Bang!

Kesunyian terjadi setelahnya. Lengkap dengan udara yang mulai memanas. Kehebohan terjadi hingga keramaian kian menjadi.

****